KAJIAN LINTAS AGAMA
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(Qs Al Isra' 36)
Sabtu, 04 Februari 2017
Siapakah Penulis Taurat Yang Sebenarnya
Oleh : Fachrudin
Mencermati apa yang dibahas oleh JJ atas teori EYPD yang dimuat pada blog pribadinya , tidak ada bantahan ataupun penjelasan yang sangat komprehensif dan mendalam, termasuk pemaparan kedua JJ dalam membuktikan bahwa Musa adalah penulis Taurat. Justru yang ada adalah pengulangan pembahasan JJ yang ala kadarnya, sebagaimana saat JJ dan saya (FR) membahas hal tersebut pada 6 bulan yang lalu. Adapun pembahasan kali ini dan tidak melebarnya pembahasan, saya akan menanggapi tentang EYPD pada link pertama JJ. Mengenai pembahasan link kedua dari JJ dan juga pandangan Islam tentang Taurat, in sya Allah akan saya bahas pula kedepannya.
Adanya teori EYPD maupun metode pendekatan lainnya terhadap PL, itu tidak secara tiba-tiba ada begitu saja. Lahirnya berbagai metode karena adanya prinsip golongan Protestan tentang Sola Scriptura (hanya berdasarkan Alkitab saja) yang menjadi sorak peperangan dari gerakan Reformasi terhadap teologi skolastik dan tradisi kekuasaan Gereja. Para Reformis tidak menciptakan istilah teologi Alkitabiah, dan mereka pun tidak terlibat pula dalam hal itu (G. Ebeling, "The Meaning of Biblical Theology", Word anda Faith). Sekitar tahun 1975, teologi Alkitabiah terpisah dari teologi dogmatik dan teologi Alkitabiah dipahami sebagai dasar dari teologi sistematika.
Dogmatik Protestan, yang dikenal dengan teologi skolastik, pada Zaman Pencerahan telah dikecam karena spekulasi-spekulasinya yang kosong dan teori-teorinya yang kering. Sehingga terjadilah perkembangan suatu cara pendekatan dalam melakukan penelaahan terhadap Alkitab, yang hal tersebut telah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, reaksi rasionalisme terhadap supranaturalisme. Kedua, dikembangkannya suatu hermeneutik baru. Ketiga, adanya kritik sastera terhadap Alkitab oleh J. B. Witter, J. Astruc, dan lain-lain.
Pada Zaman Pencerahan, disiplin teologi Alkitabiah telah membebaskan diri dari peranannya sebagai tambahan terhadap dogmatik yang akhirnya menjadi saingan dari dogmatik itu sendiri. Dalam perkembangannya, hal yang berkaitan dengan sejarah, kalah dan dikuasai oleh berbagai sistem filsafat, selain mengalami tantangan dari ilmu pengetahuan yang pada akhirnya mati oleh pendekatan dari sudut sejarah agama-agama. Pada pertengahan abad ke 19, sebuah reaksi konservatif yang sangat kuat menentang pendekatan-pendekatan rasionalis dan filosofis terhadap teologi Perjanjian Lama (PL) dan Alkitabiah. Bagian reaksi penting dari golongan konservatif muncul dalam golongan sejarah keselamatan, yang tokoh-tokoh teologinya seperti Gottfried Menken, Johan T. Beck, dan khususnya J. Ch. Konrad Von Hofmann. Lahirnya kelompok tersebut tentang sejarah keselamatan pada abad ke 19, didasarkan pada : pertama, sejarah umat Allah sebagaimana diungkapkan dalam Firman. Kedua, pemahaman tentang pengilhaman Alkitabiah. Ketiga, hasil (pendahuluan) dari sejarah antara manusia dengan Allah didalam Yesus Kristus
Pada Zaman Emas, teologi PL dimulai sekitar tahun 1930-an, yang terus berlangsung hingga sekarang. Karya-karya penting dari teologi PL datang dari E. Sellin dan L. Kohler, yang keduanya menggunakan susunan Allah, manusia, dan keselamatan. Banyak para teolog yang meneruskan pemikiran mereka seperti H. Wheeler Robinson, P. Heinisch, O. Procksch, dan lain-lain. PL, khususnya pada Taurat, dianggap oleh Kristen sebagai awal mula lahirnya tentang perjanjian Allah dengan manusia mengenai keselamatan, yang pada akhirnya Allah diyakini oleh mereka telah melakukan inkarnasi dalam melakukan penyelamatan terhadap manusia, sebagaimana yang diyakini oleh Kristen pada Perjanjian Baru (PB). Menurut Kristen, didalam Taurat terdapat perjanjian Allah dengan Adam, Abraham, Yakub dan Daud, yang hal itu diyakini bahwa Yesus (yang kelak pada masa PB) diyakini sebagai penerus (pembuktian) atas perjanjian tersebut (Mesias). Tetapi pada kenyataannya, keyakinan Kristen tersebut tidak diakui oleh pihak Yahudi. Hal itulah yang membuat pihak Kristen, seperti halnya JJ, dengan semangatnya membela secara mati-matian, bahwa Taurat yang ada pada PL sekarang ini adalah tulisan yang berasal dari Musa. Karena jika Kristen tidak melakukan pembelaan tersebut (apologetik), maka sia-sialah keyakinan Kristen tentang Yesus sebagai penerus atas perjanjian Allah dengan para tokoh-tokoh yang dikisahkan pada Taurat.
Teologi PL, menurut W. Zimmerli, didalam Grundriss Der Alttestamentlinchen Theologie yang diterjemahkan sebagai Old Testament Theology In Outline, merupakan kombinasi dari pernyataan-pernyataan PL tentang Allah, sehingga tugas teologi PL ialah menyajikan apa yang dikatakan PL tentang Allah dalam kaitan-kaitan tersiratnya. Banyak metode pendekatan yang telah dilakukan oleh para sarjana Kristen dalam melakukan penafsiran terhadal PL , diantaranya metode : didaktik dogmatik, progresif-genetis, penggunaan contoh yang representatif yang mewakili keseluruhan, topikal, diakronis, pembentukan tradisi, dialektis tematik, dan metode teologi Alkitabiah baru (Gerhard F. Hasel, Old Testament Theology).
Teori EYPD sebagaimana yang sedang dibahas, termasuk kedalam kategori metode diakronis yang saat ini dikenal dengan analisis sastra, hal tersebut sudah mulai berkembang pada tahun 1930-an (baca karya D. A. Knight, dalam Rediscovering The Traditions Of Israel), JJ menganggap bahwa teori EYPD sudah mengalami keruntuhan dan terdapat kelemahan didalamnya, tanpa pernah JJ sendiri menjelaskan secara komprehensif, tentang hal apa saja yang menyebabkan teori tersebut mengalami kelemahan dan keruntuhan. Selain itu, JJ pun terlihat tidak mampu pula memberikan teori alternatif dalam melakukan suatu pendekatan yang bersifat solusi yang bisa diandalkan oleh semua para sarjana Kristen atas teori yang saat ini dia kritisi. Lalu dengan pendekatan metode seperti apakah, yang bisa diusung oleh JJ sehingga metode tersebut bisa disepakati dan digunakan oleh semua para sarjana Kristen, yang tentunya metode tersebut mampu bertahan darinsegala kritikan para sarjana Kristen lainnya ? Suatu kecerobohan atau mungkin juga JJ sendiri kurang mencermati perjalanan teologi PL dikarenakan kurangnya sumber bacaan literatur, JJ menganggap bahwa teori tersebut sudah out of date (usang). Padahal, banyak dari para pendeta ataupun sarjana Kristen, yang hingga kini masih mengangkat teori tersebut pada hasil karyanya, seperti : Dianne Bergant CSA, Pauline A. Viviano, John F. Craghan, Wayne A. Turner, Helen Kenik Mainelli, Leslie J. Hoppe, Wes Howard Brook, Pdt. Marthinus T. M, dll.
Demi menguatkan pendapatnya, JJ membahas penemuan arkeologi seperti inskripsi kuno Tell el-Amarna, Serabit el-Khadim di Sinai, dan Situs Ras Syamra, hal tersebut diyakininya sudah membuktikan bahwa dizaman Musa sudah ada baca tulis. Dengan ditemukannya tiga penemuan arkeologi yang diangkat oleh JJ, apakah penemuan tersebut sudah membuktikan secara eksplisit bahwa Musa sendirilah yang menulis Taurat ? Mengenai penemuan arkeologi, memang telah ditemukan suatu khazanah manuskrip yang berasal dari abad 11 dan 12, termasuk beberapa varian alkitabiah. Lalu penemuan kedua, manuskrip papirus yang berasal sekitar tahun 150 SM dan berisikan pula sepuluh perintah Tuhan dan kutipan liturgis dari enam kitab ulangan. Tahun 1947, gulungan kuno ditemukan dalam gua-gua didekat Laut Merah. Tetapi semua penemuan arkeologi tersebut, tetap tidak membuktikan bahwa apa yang mereka temukan selama ini, itu adalah hasil dari tulisan Musa, baik versi Masoret maupun versi Yunani atau Alexandria.
Tidak cukup dengan membahas 3 situs diatas, JJ pun memberikan tambahan dalam meyakinkan para pembacanya bahwa Musa itu adalah penulis Taurat. Menurutnya, Musa mampu baca tulis sehingga dengan kemampuannya itu telah membuktikan bahwa Musa adalah penulis Taurat, yang disebabkan kemampuan baca tulis Musa didapatkan dari didikan dari orang Mesir. JJ memberikan dasar pemikirannya dari Kisah Para Rasul (KPR) 7:22 (Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya). Disini terlihat jelas atas ketidaktahuan JJ, yang tidak bisa membedakan antara hikmat/bijaksana (bahasa yunani : sophia) yang bersifat perilaku/akhlak (lukas 11:31,21:15) dengan skill/keterampilan/kemampuan. Tentang sikap bijaksananya Musa yang didapat dari orang Mesir (KPR 7:22), hal tersebut bisa bisa kita baca pada ayat selanjutnya yaitu ketika Musa membela orang yang sedang dianiaya, disaat orang lain melakukan pembiaran terhadap orang yang dianiaya (KPR. 7:24), dan bahkan dengan bijaksananya yang ada pada Musa, dia berusaha mendamaikan dua orang Israel yang sedang berkelahi (KPR. 7:26). Jadi jelas bahwa pada KPR 7:22, maknanya itu berkaitan dengan sikap bijaksananya Musa dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan baca tulis, sebagaimana keyakinan JJ.
Perlu kita sadari bahwa Alkitab terdiri atas sekumpulan buku, yang masing-masing ditulis oleh orang yang berbeda dengan zaman yang berbeda pula. Fakta lain yang harus dipertimbangkan adalah tidak ada satu pun dari manuskrip asli (autograf) yang masih ada sampai saat ini ( Michael Keene, Alkitab : Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya). Menurut Johan Salomo Semler, dalam karyanya yang bernama Treatise On the Free Investigation Of The Canon, menyatakan bahwa : Firman Allah sama sekali tidak identik dengan Alkitab (W. G. Kummel, The New Testamment : The History Of The Investigation Of Its Problems). Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa Alkitab (termasuk Taurat) merupakan suatu dokumen yang murni, yang seperti dokumen-dokumen lain, yang semacam itu harus diselidiki dengan suatu metodologi yang bersifat historis serta bersifat kritis (O. Merk, Biblische Theologie Des Neuen Testaments In Ihrer Anfangszeit. Marburg, 1970). Lahirnya Hipotesis Dokumenter (teori EYPD), selain karena adanya faktor atas perbedaan narasi yang dikisahkan didalam Taurat, hal itu pun dikarenakan adanya nama Elohim dan Yhwh pada Kitab Kejadian. Yang hal tersebut melahirkan sebuah pandangan, bahwa penulis Taurat penulisnya bukanlah seorang diri, melainkan terdiri dari berbagai penulis dengan berbagai sumber/tradisi yang ada, yang hal tersebut dikenal dengan tradisi Elohis (E), Yahwis (Y), Priest/Imam (P), Deuteronomis (D).
Tradisi E, mempergunakan sebutan Elohim bagi Allah Israel sampai Keluaran 3:14, dimana nama Yahweh diwahyukan kepada Musa. Pada umumnya, tradisi ini ditanggalkan pada abad 9-7 SM, yang berasal dari Kerajaan Utara. Tradisi E, lebih suka menggunakan mimpi dan Malaikat sebagai sarana komunikasi Ilahi daripada menggambarkan hubungan langsung dengan Allah seperti tradisi Y. Elohis terkenal karena kepekaannya terhadap nilai-nilai moral. Hal tersebut kelihatan dari usahanya dalam menilai, menjelaskan, dan memberi catatan pada tindakan nenek moyang Israel yang salah. Elohis memulai ceritanya pada masa bapa bangsa dan pertama kali muncul dalam Kejadian pasal 20, walaupun secara tidak lengkap sudah terdapat pada Kejadian pasal 15.
Tradisi Y, disebut demikian karena menyebut Allah dengan Yhwh dan inilah sumber tertua yang berasal dari abad 10 SM, zaman Daud dan Salomo (Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible : A Social Literary Introduction). Cerita dari Y, biasanya ditandai oleh gaya cerita rakyat yang hidup dan pelukisan tokoh-tokoh yang bervariasi. Tradisi Y, membiarkan tokoh-tokoh berbicara melalui tindakannya dan jaranf memberikan penilaian atas kelakuan tokoh-tokoh itu. Adapun penggambaran Tuhan secara manusiawi dalam tradisi Y, memberi ciri yang amat pribadi tentang Allah, yang Allah sendiri secara aktif terlibat dalam sejarah manusia, khususnya sejarah umat Israel. Tradisi Y, memulai ceritanya dengan kisah penciptaan (Kejadian 2:4b-31), yang menyajikan sejarah manusia sebagai latar belakanf Yhwh memanggil Abraham dan memberikan janji-Nya. Dalam menyusun bahan-bahannya, pihak Y menggunakan tradisi-tradisi lisan (oral) yang terlebih dahulu ada san beredar dalam masyarakat Israel Selatan (D. C. Mulder, Pembimbing Ke Dalam Perdjanjian Lama)
Tradisi P yang berasal dari abad 7-6 SM, lebih suka menggunakan sebutan Elohim untuk Allah sampai pada zaman Musa (Keluaran pasal 6). Meskipun karya P, diduga berasal dari masa Pembuangan Babel. Gaya tradisi P, cenderung mengulang-ngulang dan cerita-ceritanya disusun secara kaku. Dalam beberapa studi mengenai sumber P, para ahli menyimpulkan bahwa penulis P tidak membahasakan Allah secara antropomorfis (Sri Wismoady Wahono, Di Sini Sudah Kutemukan : Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab). Pendapat ini memang bisa diterima, karena kebanyakan nas P selama ini selalu membicarakan Allah sebagai Allah yang bersifat rohani dan transenden. Walaupun ada sejumlah nas dari P yang dalam Kejadian 1:1-2:4a, Allah berkali-kali dibahasakan secara antropomorfis.
Tradisi D, darimanakah mereka berasal ? Ada yang berpendapat bahwa kalangan D itu berasal dari para Nabi karena dianggap bahwa Alkitab Ibrani bercirikan etik dan teologis yang berasal dari lingkungan para Nabi. Tetapi, semisal pada Kitab Ulangan tidaklah memperlakukan para Nabi dengan baik (Ulangan 18:9-22). Ada juga yang berpendapat, bahwa kalangan D dari orang Lewi dan juga berasal penatua di Israel. Tradisi D, di diyakini ditulis pada abad 7 SM. Sikap dari kelompok D dan P, sangat berhati-hati dan kritis dalam membahasakan EL-Israel secara antropomorfisme sebagaimana penggambaran yang lazim dalam keyakinan Kanaan bagi El ( Ch. A. Simpson, The Growth Of Hexateuch dalam The Interpreter's Bible, Vol. 1).
Adanya agama-agama disekitar Israel dan adanya kerajaan-kerajaan yang sudah menjajah orang Israel, telah melahirkan sinkretisme bagi bangsa Israel itu sendiri. Sinkretisme tersebut, ternyata berdampak pula pada narasi Taurat, dan teologi dasar bagi Kristen. Selain itu, pada Taurat pun bisa kita temukan pula hal-hal yang tidak logis dan narasi tambahan dikemudian hari yang menghasilkan ketumpang tindihan kisah. Contoh tersebut bisa kita simak sebagaimana yang disampaikan oleh Lembaga Biblika Indonesia dalam Tafsir Alkitab PL yang diterbitkan oleh Kanisius, sebagai berikut :
1.) Kisah penulisan penciptaan versi penulis P (Kejadian 1:1-2:4a) dengan versi dari Y (Kejadian 2:4b-25). Para penafsir sepakat bahwa perbedaan itu dikarenakan wacana kuno yang digunakan sebagai media kesaksian oleh kedua kelompok penulis tersebut. Latar belakang versi P berada pada mitos penciptaan yang dikenal oleh bangsa-bangsa di Mesopotamia, sedangkan versi Y berada pada mitos penciptaan yang dikenal oleh bangsa-bangsa Kanaan (J. Blommendaal pada Pengantar Kepada Perjanjian Lama dan Walter Lempp pada Tafsiran Alkitab : Kejadian 1:1-2:25).
2.) Mezbah Kurban Bakaran pada narasi Keluaran 27:18. Mezbah tersebut dibuat menyerupai kotak kayu yang pada bagian dasar diberi lubang, dengan panjang dan lebar 7,5 kaki, tinggi 4,5 kaki yang dilapisi oleh tembaga. Bagaimana mungkin Mezbah tersebut bisa berfungsi dengan baik, karena kayu pasti akan terbakar oleh panas yang berasal dari kurban yang dipersembahkan.
3.) Mengenai Mezbah Pedupaan pada Keluaran 30:1-38 (yang disebut Mezbah Emas pada 1Raja-raja 7:48), merupakan sisipan tradisi P dikemudian hari. Hal itu dilakukan karena tidak logis , yang mestinya terdapat dalam Keluaran 26:33-37 dan belum disinggung dalam episode ukupan di pandang gurun (Bilangan 16:6-7,17-18;17:11-12).
4.) Pada Bilangan 1:4-19a, terjadinya ketidakjelasan kisah atas nama para pemimpin suku yang beraaal dari zaman dulu ataukah mereka adalah nama para pemimpin pada zaman sesudah pembuangan. Karena sebaguan nama-nama itu ternyata muncul kembali dalam 1Tawarikh 6:12;7:26;12:3 dan 10;15:24;24:6 dan 2Tawarikh 11:18;17:8;35:9, dan lain-lain.
5. ) Bilangan 1:19b-46, tentang perhitungan 12 suku yang berjumlah 603.550 pada ayat 46, begitu pula jumlah tiap-tiap suku yang tidak mungkin bersifat historis dan itu hasil tersebut sangat jelas didapatkan berdasarkan ingatan saja.
Suatu hal yang sia-sia, jika Kristen mati-matian mengimani isi Taurat sebagai suatu kitab yang mencerminkan tentang adanya suatu perjanjian Allah dengan leluhur Yesus yang kelak pada zaman PB, bahwa Yesus-lah penerus perjanjian tersebut. Karena menurut F. Baumgartel, bahwa semua janji dalam PL betul-betul tidak ada gunanya bagi Kristen, kecuali dasar yang abadi yaitu Akulah Tuhan Allahmu. Karena bila dipandang secara historis maka PL memiliki suatu tempat yang lain daripada agama Kristen (The Hermeneutical Problem Of The Old Testament). Untuk memahami PL, menurut G. Fohrer, tidak perlu memerlukan iman, yang hendaknya PL sendiri harus diselidiki dan diterangkan seperti karya sastera lainnya (Theologische Grundstrukturen Des Alten Testaments).
Selasa, 01 November 2016
Gagal Pahamnya Kristen Dalam Memahami Istilah Malaikat Tuhan
Oleh : Fachrudin.
Adanya keyakinan Kristen tentang Allah bisa menjelma dan akhirnya bisa melakukan inkarnasi, yang menurut mereka hal tersebut adalah sebuah bentuk pembuktian bahwa Allah itu hidup, yang dengan hidup-Nya itu Dia melakukan karya ditengah-tengah manusia dalam rangka untuk menyelamatkan manusia, yang sudah jatuh kedalam dosa. Adanya keyakinan Kristen tersebut, semuanya didasari karena adanya antropomorfisme dan antropopatisme didalam Alkitab. Demi membenarkan atas apa yang mereka yakini, acapkali Kristen selalu melakukan pendangkalan aqidah kepada umat Islam. Seperti melakukan penudingan terhadap umat Islam, bahwa didalam Alquran dan Hadits terdapat antropomorfisme dan antropopatisme. Mereka bersikap seperti itu, untuk memberikan kesan kepada umat Islam, bahwa didalam ajaran Islam sendiri pun ternyata adanya kesamaan dan mendukung atas apa yang mereka yakini selama ini, yang hal itu dianggapnya telah memberikan legitimasi atas keyakinan mereka. Padahal didalam ajaran Islam, antropomorfisme (Qs. 3:73,7:54) dan antropopatisme ( Qs. 1:1,2:61) tidaklah mengindikasikan sama sekali bahwa Allah memiliki kesamaan dengan makhluk-Nya, yang tentunya sebagai makhluk adanya dimensi, ruang dan waktu yang membatasinya, apalagi mempunyai kesamaan dengan keyakinan yang selama ini diyakini oleh Kristen.
Yang dimaksud dengan antropomorfisme ialah pengumpamaan atau pelukisan sesuatu (objek) yang bukan manusia, bergerak dan bertindak seolah-olah manusia yang hidup. Sedangkan antropopatisme ialah pengumpamaan atau pelukisan suatu (objek) yang bukan manusia, berperasaan seperti layaknya manusia.
Bahasa memang bisa menjadi sarana untuk berteologi, dan berteologi adalah proses membahasakan Allah. Dengan demikian, dalam berteologi bahasa digunakan secara efektif dan komunikatif untuk menyampaikan firman Allah kepada manusia tanpa harus menyamakan perbuatan yang kita lakukan dengan apa yang Allah lakukan serta tidak menyamakan apa yang kita rasa dengan yang Allah rasakan. Alih-alih berteologi, seseorang sering melebih-lebihkan dengan alam pikirannya sendiri dalam menggambarkan diri Allah dan apa yang Allah perbuat, seperti halnya yang dilakukan oleh Kristen.
Misalnya, Kristen meyakini bahwa Allah turun kebumi dan menjadi manusia (inkarnasi), yang dimaksudkan bahwa inkarnasi tersebut diyakini untuk menebus dosa manusia. Tetapi keyakinan Kristen tersebut, ternyata kontraproduktif dengan apa yang ada didalam kitabnya sendiri, Alkitab. Karena disisi lain, Kristen meyakini bahwa Allah adalah Maha Pengampun (Kej. 18:26, Bil. 14:20, 2Taw 7:14, Mat. 6:14, Kpr. 8:22)
dan Maha Kuasa (Kej. 17:1). Dengan adanya penggambaran didalam Alkitab bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Kuasa, maka konsekuensi logisnya adalah Allah tidak perlu untuk berinkarnasi untuk bisa mengampuni dosa manusia. Terlebih diutusnya para Nabi dan Rasul oleh Allah, yang menyampaikan tentang jalan yang baik dan buruk sudah Allah utus, selain mengenalkan kepada manusia tentang adanya keselamatan dan kesengsaraan bagi yang mentaati dan yang melanggarnya. Allah adalah Dzat / Zat, yang tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu, sebagaimana ciptaan-Nya. Justru keyakinan Kristen tentang adanya inkarnasi Allah, hal tersebut telah mengkerdilkan dan bahkan menghina tentang ke-Mahaan yang dimiliki-Nya. Karena jika inkarnasi disematkan kepada Allah, maka Ke-Mahaan yang dimiliki-Nya, akan berbanding lurus dengan kekurangan dan keterbatasan-Nya yang kelak akan dimiliki-Nya, sebagaimana yang dimiliki oleh ciptaan-Nya sendiri.
Bagi Kristen, Alkitab dianggap sebagai hasil kesusastraan yang berisi tentang Allah dan penyelamatan yang dilakukan-Nya dalam sejarah manusia. Jika dicermati, dasar Kristen yang meyakini Allah melakukan inkarnasi, itu berpijak pada narasi tentang kedatangan tiga tamu kepada Abraham, pergumulan Allah dengan Yakub, dan pertemuan Allah dengan Musa di semak-semak. Apakah benar, dasar pijakan Kristen atas narasi tersebut memang mencerminkan tentang adanya inkarnasinya Allah ? Mari kita bahas.
Adanya keyakinan Kristen tentang Allah bisa menjelma dan akhirnya bisa melakukan inkarnasi, yang menurut mereka hal tersebut adalah sebuah bentuk pembuktian bahwa Allah itu hidup, yang dengan hidup-Nya itu Dia melakukan karya ditengah-tengah manusia dalam rangka untuk menyelamatkan manusia, yang sudah jatuh kedalam dosa. Adanya keyakinan Kristen tersebut, semuanya didasari karena adanya antropomorfisme dan antropopatisme didalam Alkitab. Demi membenarkan atas apa yang mereka yakini, acapkali Kristen selalu melakukan pendangkalan aqidah kepada umat Islam. Seperti melakukan penudingan terhadap umat Islam, bahwa didalam Alquran dan Hadits terdapat antropomorfisme dan antropopatisme. Mereka bersikap seperti itu, untuk memberikan kesan kepada umat Islam, bahwa didalam ajaran Islam sendiri pun ternyata adanya kesamaan dan mendukung atas apa yang mereka yakini selama ini, yang hal itu dianggapnya telah memberikan legitimasi atas keyakinan mereka. Padahal didalam ajaran Islam, antropomorfisme (Qs. 3:73,7:54) dan antropopatisme ( Qs. 1:1,2:61) tidaklah mengindikasikan sama sekali bahwa Allah memiliki kesamaan dengan makhluk-Nya, yang tentunya sebagai makhluk adanya dimensi, ruang dan waktu yang membatasinya, apalagi mempunyai kesamaan dengan keyakinan yang selama ini diyakini oleh Kristen.
Yang dimaksud dengan antropomorfisme ialah pengumpamaan atau pelukisan sesuatu (objek) yang bukan manusia, bergerak dan bertindak seolah-olah manusia yang hidup. Sedangkan antropopatisme ialah pengumpamaan atau pelukisan suatu (objek) yang bukan manusia, berperasaan seperti layaknya manusia.
Bahasa memang bisa menjadi sarana untuk berteologi, dan berteologi adalah proses membahasakan Allah. Dengan demikian, dalam berteologi bahasa digunakan secara efektif dan komunikatif untuk menyampaikan firman Allah kepada manusia tanpa harus menyamakan perbuatan yang kita lakukan dengan apa yang Allah lakukan serta tidak menyamakan apa yang kita rasa dengan yang Allah rasakan. Alih-alih berteologi, seseorang sering melebih-lebihkan dengan alam pikirannya sendiri dalam menggambarkan diri Allah dan apa yang Allah perbuat, seperti halnya yang dilakukan oleh Kristen.
Misalnya, Kristen meyakini bahwa Allah turun kebumi dan menjadi manusia (inkarnasi), yang dimaksudkan bahwa inkarnasi tersebut diyakini untuk menebus dosa manusia. Tetapi keyakinan Kristen tersebut, ternyata kontraproduktif dengan apa yang ada didalam kitabnya sendiri, Alkitab. Karena disisi lain, Kristen meyakini bahwa Allah adalah Maha Pengampun (Kej. 18:26, Bil. 14:20, 2Taw 7:14, Mat. 6:14, Kpr. 8:22)
dan Maha Kuasa (Kej. 17:1). Dengan adanya penggambaran didalam Alkitab bahwa Allah Maha Pengampun lagi Maha Kuasa, maka konsekuensi logisnya adalah Allah tidak perlu untuk berinkarnasi untuk bisa mengampuni dosa manusia. Terlebih diutusnya para Nabi dan Rasul oleh Allah, yang menyampaikan tentang jalan yang baik dan buruk sudah Allah utus, selain mengenalkan kepada manusia tentang adanya keselamatan dan kesengsaraan bagi yang mentaati dan yang melanggarnya. Allah adalah Dzat / Zat, yang tidak bisa dibatasi oleh ruang dan waktu, sebagaimana ciptaan-Nya. Justru keyakinan Kristen tentang adanya inkarnasi Allah, hal tersebut telah mengkerdilkan dan bahkan menghina tentang ke-Mahaan yang dimiliki-Nya. Karena jika inkarnasi disematkan kepada Allah, maka Ke-Mahaan yang dimiliki-Nya, akan berbanding lurus dengan kekurangan dan keterbatasan-Nya yang kelak akan dimiliki-Nya, sebagaimana yang dimiliki oleh ciptaan-Nya sendiri.
Bagi Kristen, Alkitab dianggap sebagai hasil kesusastraan yang berisi tentang Allah dan penyelamatan yang dilakukan-Nya dalam sejarah manusia. Jika dicermati, dasar Kristen yang meyakini Allah melakukan inkarnasi, itu berpijak pada narasi tentang kedatangan tiga tamu kepada Abraham, pergumulan Allah dengan Yakub, dan pertemuan Allah dengan Musa di semak-semak. Apakah benar, dasar pijakan Kristen atas narasi tersebut memang mencerminkan tentang adanya inkarnasinya Allah ? Mari kita bahas.
1.) Abraham Kedatangan Tamu.
Dalam Kejadian 18:1-33, mengkisahkan bahwa Tuhan kala itu berinkarnasi dan menjadi salah satu dari tiga orang yang mendatangi Abraham. Menurut Nosson Scherman, dalam The Chumash : Beresyit/Genesis, bahwa ketiga tamu itu salah satunya bukanlah Tuhan. Tetapi ketiganya adalah malaikat, yakni Mikhael, Gabriel, dan Rafael. Yang ketiganya mempunyai masing-masing tugas, seperti Mikhael yang bertugas menyampaikan kepada Sarah bahwa ia akan melahirkan anak laki-laki, Gabriel bertugas menghukum Sodom dan Gomora, dan Rafael bertugas menyelamatkan Abraham dan Lot. Mengenai kisah Abraham, Simpson berpendapat, bahwa cerita asli masih terdapat dalam ayat 1b-3,4-8. Sedangkan selebihnya merupakan narasi baru (sisipan) yang didapatkan dari penulis Yahwis (The Book of Genesis : Introduction and Exegesis).
2.) Yakub Bergumul Dengan Allah
Di Kej. 32:22-32, dalam ayat itu dikisahkan pula bahwa Yakub bergumul dengan Tuhan, yang pada akhirnya, Yakub menang dalam adu jotos melawan Tuhan. Apakah benar, yang melakukan adu jotos itu antara manusia dengan Tuhan, yang Tuhan sendiri notabenenya adalah Maha Kuasa ? Untuk mengurai permasalahan tersebut, persoalan disini ialah, siapakah ha'isy (laki-laki) yang dimaksud itu ? Ada penafsir yang mengatakan bahwa Yakub menduga ia sedang berkelahi melawan hantu malam yang jahat yang menguasai tempat itu atau melawan suatu roh yang menunggui tempat tersebut (Walter Lempp, Tafsiran Kejadian, jilid IV/bag. II dan G.A.Simpson, The book of Genesis : Introduction and Exegesis, dalam The Interpreter's Bible, Vol. I). Tetapi menurut L. Oranje, bahwa Yakub di duga sedang berkelahi melawan Esau (Pergumulan Jakub di Jabok, dalam SETIA : Majalah Theologia Indonesia, No. 2 thn 1971).
3.) Pertemuan Musa Dengan Allah.
Kel. 3:1-22, dalam ayat tersebut diyakini oleh Kristen bahwa yang ketemu dengan Musa adalah Tuhan, bukan malaikat Tuhan. Padahal Malaikat dalam Alkitab (Ibrani malakh, Yunani angelos) menurut etimologi dan pengertian, adalah pesuruh Allah, yg mengenal-Nya muka dengan muka, karena itu mempunyai kelebihan daripada manusia. Menurut PL, Malaikat pernah menampakkan diri pula kepada manusia sebagai pembawa perintah dan berita khusus dari Tuhan (Hakim-hakim 6:11-23 dan 13:3-5) dan mereka pun dapat melakukan tugas bantuan militer (2 Raja-raja 19:35). Jadi jelas, yang ketemu dengan Musa bukanlah Tuhan tetapi Malaikat Tuhan.
Ayat-ayat diatas adalah pijakan dasar atas keyakinan Kristen, bahwa Tuhan pernah menampakkan Diri-Nya dihadapan manusia. Yang ternyata, mengenai ayat diatas, itu sebuah misinterpretasi dikarenakan Kristen tidak bisa membedakan tentang Malaikat Tuhan dengan Tuhan itu sendiri. Padahal Malaikat Tuhan, adalah kata sandang yang yang hal itu mengarah pada Malaikat Tuhan yang notabenenya adalah sebagai utusan Tuhan dan utusan Tuhan bukanlah Tuhan itu sendiri.
[1/11 08:43] Fachrudin: Masih menurut Alkitab, bahwa Malaikat pun memang pernah menampakkan diri kepada manusia sebagai pembawa perintah dan berita khusus dari Allah (Hak. 6:11-23,13:3-5). Mereka dapat memberi bantuan khas untuk pelayan-pelayan Allah yang miskin (1Raj. 19:1-7). Selain itu, mereka pun dapat melakukan tugas bantuan militer (2Raj. 19:35 dst), dan jarang sekali, permusuhan secara aktif terhadap Israel (2Sam. 24:16). Orang-orang dari Sodom (Kej. 19) atau orang-orang lain yg melakukan kejahatan mereka pukul.
Jika Islam menolak tentang adanya theofani (Tuhan menampakkan diri menjadi manusia) sebagaimana keyakinan Kristen, yang hal tersebut muncul karena didasari oleh misinterpretasi tehadap antropomorfisme dan antropopatisme, apakah dalam Islam meyakini bahwa Malaikat pernah menampakkan diri kepada manusia ? Islam membenarkan tentang adanya Malaikat yang pernah menampakkan diri menjadi manusia. Malaikat pernah menampakkan diri baik kepada maryam (Qs. 19:17), kepada Nabi Muhammad saw (Qs. 53:6), dan bahkan pernah menampakkan diri dihadapan para sahabat, disaat menanyakan tentang masalah iman,islam,ihsan dan terjadinya hari kiamat kepada Nabi Muhammad (Hr. Bukhari, hadits no 48, dan 4404. Hr. Muslim, hadits no 10. Hr. Tirmidzi, hadits no 2535.).
Jika bukti-bukti diatas, masih saja Kristen meyakini bahwa Malaikat Tuhan adalah Tuhan sendiri dan masih gagal paham pula dalam memahami makna dari istilah Malaikat Tuhan, silahkan perhatikan ayat-ayat dibawah ini, yang kalimatnya saya ditulis dengan huruf KAPITAL :
a.) Kej. 24:52 = Ketika HAMBA ABRAHAM itu mendengar perkataan mereka, sujudlah ia sampai ke tanah menyembah TUHAN.
b.) Kej. 36:24 = Inilah anak-anak Zibeon: Aya dan Ana; Ana inilah yang menemui mata-mata air panas di padang gurun, ketika ia sedang menggembalakan KELEDAI ZIBEON ayahnya itu.
c.) Kej. 50:7 = Lalu berjalanlah Yusuf ke sana untuk menguburkan ayahnya, dan bersama-sama dengan dia berjalanlah semua PEGAWAI FIRAUN, para tua-tua dari istananya, dan semua tua-tua dari tanah Mesir.
Jika Kristen bersikukuh atas keyakinannya, bahwa malaikat Tuhan adalah Tuhan sendiri, dan tidak mengisyaratkan bahwa malaikat Tuhan itu adalah wakil atau utusan dari Tuhan. Maka dari tiga contoh ayat diatas, tentunya Kristen pun harus meyakini pula bahwa hamba Abraham adalah Abraham, keledai Zibeon adalah Zibeon dan pegawai Firaun adalah Firaun itu sendiri. Tetapi apakah keyakinan Kristen selama ini tentang Malaikat Tuhan adalah Tuhan, bisa diterapkan pada tiga ayat diatas ? Tentu saja tidak, mereka akan menolaknya dengan segala alibi yang ada.
Adanya keterbatasan manusia untuk berbicara dan mengambarkan tentang Dzat yang Maha Gaib, maka untuk menjelaskan hal-hal yang dipandang diluar nalar manusia, mau tidak mau untuk bisa disesuaikan dengan nalar manusia harus menggunakan istilah yang dikenalnya tanpa harus mempermainkan akal dalam membatasi Diri-Nya. Dan disini jelas, bahwa Kristen adalah para pemain akal yang telah melebih-lebihkan tentang Allah, yang justru hal itu telah menggiring mereka kepada keyakinan yang serupa dengan para penyembah berhala lainnya.
Didalam Islam, Allah tidaklah serupa dengan makhluk-Nya dalam hal apapun (Qs. 42:11), karena disaat Dia serupa dengan makhluk-Nya, tentunya kekurangan yang ada pada makhluk akan ada pada Diri-Nya, yang dengan hal itu akan melahirkan ketergantungan Allah kepada sesuatu dan adanya kesetaraan dengan ciptaan-Nya sendiri. Padahal, Allah sendiri tidak bergantung kepada sesuatu apapun dan segala sesuatu, justru selain Allah semuanya bergantung kepada-Nya (Qs. 112:2 dan 4).
Berpikir tentang Allah, yakni memikirkan Dzat Allah tidak selayaknya untuk dilakukan. Sebab apabila seorang hamba itu berpikir, maka dia berpikir dengan apa yang tergambar oleh akalnya dan apa yang terbetik dalam benaknya dari hal-hal yang terlihat, terdengar, dan diketahui. Sedangkan Allah berada di atas itu semua. Tidak layak bagi seorang pun untuk memikirkan Dzat Allah, sebab tatkala ia menggambarkan sesuatu tentang Allah, maka Allah berbeda dengan apa yang ia gambarkan dan cukup bagi kita berpikir tentang makhluk-makhluk-Nya, dan tentang kekuasaan-Nya yang luar biasa. Mengenal Allah, Pencipta alam semesta ini bukanlah dengan memikirkanj bagaimana bentuk atau rupa-Nya. Namun, dengan mengenal ciptaan-Nya kita akan mengenal sifat-sifat-Nya.
Dalam Kejadian 18:1-33, mengkisahkan bahwa Tuhan kala itu berinkarnasi dan menjadi salah satu dari tiga orang yang mendatangi Abraham. Menurut Nosson Scherman, dalam The Chumash : Beresyit/Genesis, bahwa ketiga tamu itu salah satunya bukanlah Tuhan. Tetapi ketiganya adalah malaikat, yakni Mikhael, Gabriel, dan Rafael. Yang ketiganya mempunyai masing-masing tugas, seperti Mikhael yang bertugas menyampaikan kepada Sarah bahwa ia akan melahirkan anak laki-laki, Gabriel bertugas menghukum Sodom dan Gomora, dan Rafael bertugas menyelamatkan Abraham dan Lot. Mengenai kisah Abraham, Simpson berpendapat, bahwa cerita asli masih terdapat dalam ayat 1b-3,4-8. Sedangkan selebihnya merupakan narasi baru (sisipan) yang didapatkan dari penulis Yahwis (The Book of Genesis : Introduction and Exegesis).
2.) Yakub Bergumul Dengan Allah
Di Kej. 32:22-32, dalam ayat itu dikisahkan pula bahwa Yakub bergumul dengan Tuhan, yang pada akhirnya, Yakub menang dalam adu jotos melawan Tuhan. Apakah benar, yang melakukan adu jotos itu antara manusia dengan Tuhan, yang Tuhan sendiri notabenenya adalah Maha Kuasa ? Untuk mengurai permasalahan tersebut, persoalan disini ialah, siapakah ha'isy (laki-laki) yang dimaksud itu ? Ada penafsir yang mengatakan bahwa Yakub menduga ia sedang berkelahi melawan hantu malam yang jahat yang menguasai tempat itu atau melawan suatu roh yang menunggui tempat tersebut (Walter Lempp, Tafsiran Kejadian, jilid IV/bag. II dan G.A.Simpson, The book of Genesis : Introduction and Exegesis, dalam The Interpreter's Bible, Vol. I). Tetapi menurut L. Oranje, bahwa Yakub di duga sedang berkelahi melawan Esau (Pergumulan Jakub di Jabok, dalam SETIA : Majalah Theologia Indonesia, No. 2 thn 1971).
3.) Pertemuan Musa Dengan Allah.
Kel. 3:1-22, dalam ayat tersebut diyakini oleh Kristen bahwa yang ketemu dengan Musa adalah Tuhan, bukan malaikat Tuhan. Padahal Malaikat dalam Alkitab (Ibrani malakh, Yunani angelos) menurut etimologi dan pengertian, adalah pesuruh Allah, yg mengenal-Nya muka dengan muka, karena itu mempunyai kelebihan daripada manusia. Menurut PL, Malaikat pernah menampakkan diri pula kepada manusia sebagai pembawa perintah dan berita khusus dari Tuhan (Hakim-hakim 6:11-23 dan 13:3-5) dan mereka pun dapat melakukan tugas bantuan militer (2 Raja-raja 19:35). Jadi jelas, yang ketemu dengan Musa bukanlah Tuhan tetapi Malaikat Tuhan.
Ayat-ayat diatas adalah pijakan dasar atas keyakinan Kristen, bahwa Tuhan pernah menampakkan Diri-Nya dihadapan manusia. Yang ternyata, mengenai ayat diatas, itu sebuah misinterpretasi dikarenakan Kristen tidak bisa membedakan tentang Malaikat Tuhan dengan Tuhan itu sendiri. Padahal Malaikat Tuhan, adalah kata sandang yang yang hal itu mengarah pada Malaikat Tuhan yang notabenenya adalah sebagai utusan Tuhan dan utusan Tuhan bukanlah Tuhan itu sendiri.
[1/11 08:43] Fachrudin: Masih menurut Alkitab, bahwa Malaikat pun memang pernah menampakkan diri kepada manusia sebagai pembawa perintah dan berita khusus dari Allah (Hak. 6:11-23,13:3-5). Mereka dapat memberi bantuan khas untuk pelayan-pelayan Allah yang miskin (1Raj. 19:1-7). Selain itu, mereka pun dapat melakukan tugas bantuan militer (2Raj. 19:35 dst), dan jarang sekali, permusuhan secara aktif terhadap Israel (2Sam. 24:16). Orang-orang dari Sodom (Kej. 19) atau orang-orang lain yg melakukan kejahatan mereka pukul.
Jika Islam menolak tentang adanya theofani (Tuhan menampakkan diri menjadi manusia) sebagaimana keyakinan Kristen, yang hal tersebut muncul karena didasari oleh misinterpretasi tehadap antropomorfisme dan antropopatisme, apakah dalam Islam meyakini bahwa Malaikat pernah menampakkan diri kepada manusia ? Islam membenarkan tentang adanya Malaikat yang pernah menampakkan diri menjadi manusia. Malaikat pernah menampakkan diri baik kepada maryam (Qs. 19:17), kepada Nabi Muhammad saw (Qs. 53:6), dan bahkan pernah menampakkan diri dihadapan para sahabat, disaat menanyakan tentang masalah iman,islam,ihsan dan terjadinya hari kiamat kepada Nabi Muhammad (Hr. Bukhari, hadits no 48, dan 4404. Hr. Muslim, hadits no 10. Hr. Tirmidzi, hadits no 2535.).
Jika bukti-bukti diatas, masih saja Kristen meyakini bahwa Malaikat Tuhan adalah Tuhan sendiri dan masih gagal paham pula dalam memahami makna dari istilah Malaikat Tuhan, silahkan perhatikan ayat-ayat dibawah ini, yang kalimatnya saya ditulis dengan huruf KAPITAL :
a.) Kej. 24:52 = Ketika HAMBA ABRAHAM itu mendengar perkataan mereka, sujudlah ia sampai ke tanah menyembah TUHAN.
b.) Kej. 36:24 = Inilah anak-anak Zibeon: Aya dan Ana; Ana inilah yang menemui mata-mata air panas di padang gurun, ketika ia sedang menggembalakan KELEDAI ZIBEON ayahnya itu.
c.) Kej. 50:7 = Lalu berjalanlah Yusuf ke sana untuk menguburkan ayahnya, dan bersama-sama dengan dia berjalanlah semua PEGAWAI FIRAUN, para tua-tua dari istananya, dan semua tua-tua dari tanah Mesir.
Jika Kristen bersikukuh atas keyakinannya, bahwa malaikat Tuhan adalah Tuhan sendiri, dan tidak mengisyaratkan bahwa malaikat Tuhan itu adalah wakil atau utusan dari Tuhan. Maka dari tiga contoh ayat diatas, tentunya Kristen pun harus meyakini pula bahwa hamba Abraham adalah Abraham, keledai Zibeon adalah Zibeon dan pegawai Firaun adalah Firaun itu sendiri. Tetapi apakah keyakinan Kristen selama ini tentang Malaikat Tuhan adalah Tuhan, bisa diterapkan pada tiga ayat diatas ? Tentu saja tidak, mereka akan menolaknya dengan segala alibi yang ada.
Adanya keterbatasan manusia untuk berbicara dan mengambarkan tentang Dzat yang Maha Gaib, maka untuk menjelaskan hal-hal yang dipandang diluar nalar manusia, mau tidak mau untuk bisa disesuaikan dengan nalar manusia harus menggunakan istilah yang dikenalnya tanpa harus mempermainkan akal dalam membatasi Diri-Nya. Dan disini jelas, bahwa Kristen adalah para pemain akal yang telah melebih-lebihkan tentang Allah, yang justru hal itu telah menggiring mereka kepada keyakinan yang serupa dengan para penyembah berhala lainnya.
Didalam Islam, Allah tidaklah serupa dengan makhluk-Nya dalam hal apapun (Qs. 42:11), karena disaat Dia serupa dengan makhluk-Nya, tentunya kekurangan yang ada pada makhluk akan ada pada Diri-Nya, yang dengan hal itu akan melahirkan ketergantungan Allah kepada sesuatu dan adanya kesetaraan dengan ciptaan-Nya sendiri. Padahal, Allah sendiri tidak bergantung kepada sesuatu apapun dan segala sesuatu, justru selain Allah semuanya bergantung kepada-Nya (Qs. 112:2 dan 4).
Berpikir tentang Allah, yakni memikirkan Dzat Allah tidak selayaknya untuk dilakukan. Sebab apabila seorang hamba itu berpikir, maka dia berpikir dengan apa yang tergambar oleh akalnya dan apa yang terbetik dalam benaknya dari hal-hal yang terlihat, terdengar, dan diketahui. Sedangkan Allah berada di atas itu semua. Tidak layak bagi seorang pun untuk memikirkan Dzat Allah, sebab tatkala ia menggambarkan sesuatu tentang Allah, maka Allah berbeda dengan apa yang ia gambarkan dan cukup bagi kita berpikir tentang makhluk-makhluk-Nya, dan tentang kekuasaan-Nya yang luar biasa. Mengenal Allah, Pencipta alam semesta ini bukanlah dengan memikirkanj bagaimana bentuk atau rupa-Nya. Namun, dengan mengenal ciptaan-Nya kita akan mengenal sifat-sifat-Nya.
Rabu, 24 Agustus 2016
Keselamatan Bayi Dan Anak Menurut Islam - Kristen
Oleh : Sang Misionaris.
Untuk mengetahui bukti adanya kesimpangsiuran keselamatan dalam Kristen, bahkan komentar Kristen yang tidak sesuai topik, silahkan baca dulu link akun FB kami ini sebelum membaca artikel yang ada dibawah : https://mobile.facebook.com/story.php?story_fbid=1377350178960193&id=100000556724125&fs=4
Setiap orang yang mengimani akan adanya kehidupan sesudah kematian, pasti mengharapkan keselamatan ketika kematian menjemputnya. Yang menjadi persoalannya, disaat seseorang meyakini adanya kehidupan sesudah kematian, apakah ajaran yang dia yakini selama ini, benar-benar bisa memberikan jaminan tentang keselamatan kepada semua orang tanpa adanya pandang bulu (pilih kasih) ataukah tidak ?
Makna pilih kasih, bukan mengarah kepada perbedaan atas apa yang kelak akan dia dan orang lain dapatkan, sebab semuanya bergantung kepada apa yang diusahakannya ketika saat berada didunia, tetapi mengarah kepada sipenerima keselamatan itu sendiri, dari bayi sampai kepada orang dewasa. Jika setiap orang ditanya tentang hal itu pasti akan memberikan jawabannya, semisal umat Islam dan Kristen, bahwa setiap orang pasti menerima keselamatan. Tetapi lain halnya jika kita membahas tentang keselamatan bagi bayi dan anak, dalam Islam terdapat kepastian atas keselamatan bagi mereka, tetapi didalam Kristen hal itu masih bersifat ambigu. Benarkah demikian ? Mari kita cermati bersama.
# Pandangan Islam #
Di dalam Islam, semua para ulama tidak ada perbedaan pendapat sedikit pun tentang bayi atau anak yang belum baligh tetapi mengalami kematian. Semua para ulama berpendapat, bahwa mereka akan masuk surga tanpa adanya penghisaban dan tidak akan disiksa sedikit pun, meskipun yang meninggalnya dari orang tua yang musyrik sekalipun. Hal tersebut dijelaskan sebagaimana dalil-dali berikut :
1.) Diriwayatkan dari Anas ra: ”Rasulullah saw bersabda, tidaklah seorang muslim kematian tiga anaknya yang belum baligh, kecuali, Allah pasti akan memasukkannya ke dalam surga berkat kasih sayang-Nya kepada anak-anaknya tersebut, ”(HR Bukhori muslim).
2.) hadits yang sangat panjang, Rasulullah saw menceritakan tentang mimpi beliau yang diajak oleh dua malaikat. Mimpi itu merupakan kejadian nyata yang dialami penghuni kubur sebelum nanti menghadapi hari penghisaban. Dalam hadits itu, ada salah satu bagian yang menceritakan tentang sebuah taman yang di tengahnya ada sebuah pohon. Di bawah pohon itu ada seorang laki-laki yang dikelilingi oleh anak-anak.
Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menanyakan kepada malaikat yang menemaninya perihal mimpinya, mereka menjawab,
“…Sedangkan orang tinggi yang berada di dalam taman adalah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Adapun anak-anak yang ada di sekitar Ibrahim adalah setiap anak yang meninggal dalam keadaan fitrah. ‘Sebagian kaum Muslimin berkata: “Wahai, Rasulullah. Apakah juga anak-anaknya orang-orang musyrik?’ Beliau menjawab,”Ya, juga anak-anaknya orang-orang musyrik.” (HR. Al-Bukhari)
3.) Nabi saw Bersabda : Pena (taklif hukum) diangkat dari tiga golongan: dari anak kecil hingga ia balig; dari orang tidur hingga ia bangun; dan dari orang gila hingga ia waras (HR Abu Dawud, an-Nasa’i, Ibn Majah, At-Tirmidzi dan al-Hakim).
# Pandangan Kristen #
Dalam pandangan Kristen, tidak ada kepastian atas keselamatan yang akan didapatkan, meskipun diperuntukkan bagi bayi atau anak kecil itu sendiri. Keselamatan bagi mereka, Kristen menyerahkannya kepada Allah dan berharap Allah memberikan rahmat atau belas kasihan kepada mereka. Ketidakpastian tersebut, berawal dari pembaptisan dewasa yang melahirkan pembaptisan anak dan bayi dizaman patristik (Bapak Gereja). Dengan adanya pembaptisan yang dilakukan, Kristen berharap bayi dan anak kelak akan mendapatkan keselamatan dan dengan adanya pembaptisan, diharapkan mereka dalam keadaana regenerasi (telah tertebus dosa asal yang didapatkannya melalui kematian Yesus). Pentingnya pembaptisan bagi bayi dan anak, hal itu telah ditekankan oleh Bapak Gereja seperti Origen (185-254 masehi). Perkataannya adalah sebagai berikut : "Karena baptisan dari jemaat diberikan untuk pengampunan dosa, baptisan diberikan menurut ketaatan jemaat, bahkan juga anak-anak, karena anugerah baptisan akan kelihatan berlebihan jika anak-anak tidak memerlukan pengampunan dan diikutsertakan" (Migne, XII, 492).
Karena begitu sangat pentingnya pembaptisan bagi keselamatan yang akan didapatkan kelak bagi bayi dan anak, maka bagi bayi atau anak yang tidak dibaptiskan oleh orang tuanya, para Bapak Gereja seperti Augustine, Gregorius Agung, Anselmus, Gregorius dari Rimini, Bossuet, Berti, berpendapat, bahwa bayi dan anak, kelak akan mendapakan siksaan, meskipun siksaan yang ada dianggap yang paling ringan (Dictionary of Dogmatic Theology, Parente, Piolanti and Garofalo).
Dizaman patristik tidak ada kontroversi mengenai pembaptisan bagi keselamatan selama lebih dari 2 abad, terlebih pembaptisan bayi dan anak telah umum dilakukan dimana-mana, seperti halnya pada masa Irenaerus dan Tertullian (Harnack, History of Dogma). Terjadinya kontroversi dikalangan Bapak Gereja, hal itu dikarenakan pendapat dari Tertullian, yang menganggap bahwa pembaptisan tersebut tidak bersifat Alkitabiah dan tidak berhati-hati dalam agama (Infant Baptism
History of the Christian Church, Volume II: Ante-Nicene Christianity. A.D. 100-325. by Schaff). Disamping Tertullian yang menolak pembaptisan bayi, hal itupun terjadi pula pada Ebionit, Novatian, Arian, Donatis, Montanis, maupun bid'ah awal lainnya, yang mereka sendiri menolak pula tentang baptisan tersebut.
Sikap ambigunya Kristen terhadap ketidak pastian atas keselamatan bagi bayi dan anak yang meninggal tanpa mendapatkan baptisan, hal itu kini semakin terlihat jelas. Meskipun dikalangan internal Kristen, hingga kini masih terjadi pro dan kontra tentang keabsahan sakramen pembaptisan bagi bayi dan anak, selain pembahasan tentang sakramen pembaptisan apakah bisa dianggap menyelamatkan ataukah tidak. Meskipun hal itu masih berpolemik, tetapi mengenai keselamatan bayi dan anak, semua Kristen berpendapat bahwa keselamatan bagi mereka, semuanya diserahkan kepada Allah selain mengharapkan rahmat atau belas kasihnya dicurahkan kepada mereka. Sikap ambigunya Kristen tersebut, mengimplikasikan bahwa keselamatan bagi bayi dan anak belum secara pasti akan mereka dapatkan. Jika mereka pasti akan mendapatkan keselamatan, tentunya mereka akan dengan yakin berpendapat bahwa mereka akan mendapatkan keselamatan tanpa perlu berharap agar rahmat Allah dicurahkan kepada mereka. Karena suatu pengharapan Kristen tersebut, tidaklah mencerminkan akan adanya kepastian mengenai keselamatan bayi dan anak.
Bagi orang yang meninggal tetapi belum sempat dibaptis, didalam Kristen Katolik terdapat istilah Api Penyucian atau purgatorium. Api penyucian adalah tempat/proses disucikannya seseorang, seperti bayi dan anak. Gereja Katolik mengajarkan hal ini di dalam Katekismus Gereja Katolik (KGK) 1030-1032, yang dapat disarikan sebagai berikut:
1) Api Penyucian adalah suatu kondisi yang dialami oleh orang-orang yang meninggal dalam keadaan rahmat dan dalam persahabatan dengan Tuhan, namun belum suci sepenuhnya, sehingga memerlukan proses pemurnian selanjutnya setelah kematian.
2) Pemurnian di dalam Api Penyucian adalah sangat berlainan dengan siksa neraka.
3) Kita dapat membantu jiwa-jiwa yang ada di Api Penyucian dengan doa-doa kita, terutama dengan mempersembahkan ujud Misa Kudus bagi mereka.
Katekismus Gereja Katolik (KGK) yang disahkan pada tanggal 25 Juni 1992, Paus Yohanes Paulus II menyatakan bahwa KGK , adalah “alat yang sah dan legitim dalam pelayanan persekutuan Gereja, selanjutnya sebagai norma yang pasti untuk ajaran iman“ (Dalam Konstitusi Apostolik “Fidei Depositum“). Selain adanya KGK, Katolik melalui komisi di Vatican telah menerbitkan suatu dokumen yang berjudul Pengharapan Akan Keselamatan Anak-Anak Yang Mati Tanpa Pembaptisan. Dokumen tersebut disahkan pada tanggal 20 April 2007, atas persetujuan Paus Benediktus XVI. Penyebab diterbitkannya dokumen tersebut, dikarenakan situasi manusia yang menyedihkan dari para orang tua yang berduka atas kematian bayi mereka sebelum pembaptisan. Komisi tersebut berharap, dapat menanggapi pula pertanyaan-pertanyaan yang muncul dari mereka yang berduka atas kematian bayi karena aborsi. Karena Gereja Katolik mengajarkan bahwa hidup manusia dimulai sejak saat pembuahan, maka hal ini berlaku pula bagi bayi-bayi yang mati dalam kandungan. Komisi tersebut pun menyatakan bahwa masalah keselamatan anak-anak yang mati tanpa pembaptisan telah menjadi suatu pertanyaan pastoral yang mendesak sekarang ini, mengingat jumlahnya yang semakin meningkat.
Disaat ajaran Islam dan Kristen kami bandingkan, selain menyinggung sisi historis tentang pembaptisan bayi dan anak dizaman apostolik, tentunya anda yang mempunyai akal sehat bisa menilai dan memutuskan sendiri, ajaran manakah yang bisa memberikan ketegasan dan kejelasan tentang adanya keselamatan. Selamat berpikir... !!!
Senin, 27 Januari 2014
Kajian Perbandingan Hadits Dan Fiqh Syiah-Suni (bagian 1)
I. HADIST dan ILMU-ILMUnya dalam perspektif JUMHUR ULAMA
Chapter 1. Penjelasan Alquran dan As Sunnah.
Alquran diturunkan secara bertahap dalam masa 23 tahun, Allah berfirman "Dan Alquran itu telah Kami turunkan berangsur-angsur agar kamu membacakannya perlahan-lahan kepada manusia dan Kami menurunkannya bagian demi bagian." (Al Israa' : 106).
Ketika Rasulullah saw membacakan AlQuran kpd manusia, beliau langsung menjelaskan maksud Allah swt. Ibnu Mas'ud ra menjelaskan bhw manhaj (metode) para sahabat dlm mempelajari AlQuran > "kami tidak beranjak dari 10 ayat hingga kami mengetahui maksudnya dan mengamalkannya, dg demikian kami mempelajari ilmu dan pengalamnnya sekaligus".
Selasa, 12 Maret 2013
Pembahasan Seks Dalam Al-Qur'an Versus Al-Kitab
Oleh : Faisal Rahman Abdurrahim
Kitab Suci di katakan suci karena kitab tersebut mengajarkan peraturan hidup yang baik untuk semua kalangan, mulai dari yang baru lahir sampai yang sudah di usia senja atau bahkan yang sudah meninggal. Kenapa? Karena kitab suci adalah Perkataan Tuhan yang Maha Esa, kalimat-kalimat yang indah tersebut di letakkan-Nya di mulut Nabi-nabi yang di utus-Nya, manusia-manusia pilihan yang bersih dari dosa. Ayat demi ayat yang indah dan tidak memiliki cacat sedikitpun, ayat-ayat yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia mengenal dengan baik siapa dirinya dan siapa Tuhannya dan hubungan di antara keduanya.
Kitab Suci di katakan suci karena kitab tersebut mengajarkan peraturan hidup yang baik untuk semua kalangan, mulai dari yang baru lahir sampai yang sudah di usia senja atau bahkan yang sudah meninggal. Kenapa? Karena kitab suci adalah Perkataan Tuhan yang Maha Esa, kalimat-kalimat yang indah tersebut di letakkan-Nya di mulut Nabi-nabi yang di utus-Nya, manusia-manusia pilihan yang bersih dari dosa. Ayat demi ayat yang indah dan tidak memiliki cacat sedikitpun, ayat-ayat yang penuh dengan ilmu pengetahuan yang menjadikan manusia mengenal dengan baik siapa dirinya dan siapa Tuhannya dan hubungan di antara keduanya.
Senin, 18 Februari 2013
Doktrin Tentang "LOGOS"
Oleh :
A. G. Hadzarmawit Netti
Kita tidak dapat menyangkali akan adanya ‘motif akomodasi’ dan ‘motif distansi’ yang saling bergumul di dalam keseluruhan pikiran ‘apologetis’, dan di dalam usaha untuk menyesuaikan iman Kristen dengan pikiran dan kebudayaan pada waktu tertentu. Apa yang dikatakan ini selalu ada supaya Injil Yesus Kristus didengar dan dimengerti oleh manusia dengan berlatar belakang kebudayaannya pada setiap ruang dan waktu tertentu. Usaha ini jelas sekali pada para apologet. Mereka mengkonfrontasikan dan menyesuaikan Injil dengan pikiran dan ilmu (filsafat) Yunani. Peristilahan dan dunia pikiran Hellenisme digunakan untuk mengungkapkan kabar baik tentang Allah dalam Yesus Kristus. Salah satu contoh yang paling spesifik yang dapat ditunjukkan di sini ialah: doktrin tentang logos.
Kita tidak dapat menyangkali akan adanya ‘motif akomodasi’ dan ‘motif distansi’ yang saling bergumul di dalam keseluruhan pikiran ‘apologetis’, dan di dalam usaha untuk menyesuaikan iman Kristen dengan pikiran dan kebudayaan pada waktu tertentu. Apa yang dikatakan ini selalu ada supaya Injil Yesus Kristus didengar dan dimengerti oleh manusia dengan berlatar belakang kebudayaannya pada setiap ruang dan waktu tertentu. Usaha ini jelas sekali pada para apologet. Mereka mengkonfrontasikan dan menyesuaikan Injil dengan pikiran dan ilmu (filsafat) Yunani. Peristilahan dan dunia pikiran Hellenisme digunakan untuk mengungkapkan kabar baik tentang Allah dalam Yesus Kristus. Salah satu contoh yang paling spesifik yang dapat ditunjukkan di sini ialah: doktrin tentang logos.
Dalam Kamus Alkitab (BPK Gunung Mulia 2009:243), W.R.F.Browning menjelaskan sebagai berikut: “logos Kata
benda bahasa Yunani yang biasa diterjemahkan dengan ‘perkataan’, tapi
juga ‘pertimbangan/nalar’, atau ‘arti’. Lazim digunakan dalam filsafat
Yunani sejak Heraklitos (abad ke-6 sM) sampai ahli filsafat Yahudi,
Philo dari Aleksandria (abad pertama M) untuk prinsip pengikat yang
mendasari jagad raya. Dalam LXX, logos adalah terjemahan dari kata Ibrani dabar, yang adalah firman kreatif Allah dan sejajar dengan sofia (hikmat),
yaitu pengantara Allah dalam hubungan dengan ciptaanNya Amsal 9:1-2).
Dalam Injil Yohanes (Yoh. 1:14) dan dalam Kitab Wahyu (Why. 19:13),
Yesus disebut Firman Allah. Ini adalah perkembangan penting dalam
Kristologi: ini suatu pernyataan tegas bahwa firman yang adalah
pengantara Allah dalam penciptaan itu adalah sama dengan manusia Yesus
dari Nazaret (Yoh.1:46).”
Kamis, 31 Januari 2013
Perumpamaan Menurut Al Qur'an dan Al Kitab
Oleh : Arda Chandra
Sebelum kita melanjutkan menganalisa persoalan ini, ada baiknya ditegaskan disini bahwa tidak sedikitpun ada pikiran dari umat Muslim yang beranggapan bahwa Yesus memiliki kekurangan, asal ngomong, tidak konsisten, penipu dan tukang bohong, karena semua umat Islam punyai keyakinan yang sama bahwa beliau adalah Rasul Allah yang selalu diberi-Nya petunjuk, itu berarti apapun yang beliau ajarkan dan ucapkan bukanlah beliau karang-karang sendiri, namun berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Allah. Kalaupun ada analisa tentang ‘jejak-jejak’ omongan Yesus Kristus dalam alkitab yang mengarah mengkritisi dan mengkoreksi, itu sama sekali tidak untuk menggugat Yesus Kristus, namun lebih banyak usaha untuk memberikan masukan bahwa alkitab, terutama Injil (Matius, Markus, Lukas dan Johanes) kemungkinan mempunyai kesalahan dalam mencatat dan merekam apa yang diucapkan Yesus Kristus semasa hidupnya.
Sebelum kita melanjutkan menganalisa persoalan ini, ada baiknya ditegaskan disini bahwa tidak sedikitpun ada pikiran dari umat Muslim yang beranggapan bahwa Yesus memiliki kekurangan, asal ngomong, tidak konsisten, penipu dan tukang bohong, karena semua umat Islam punyai keyakinan yang sama bahwa beliau adalah Rasul Allah yang selalu diberi-Nya petunjuk, itu berarti apapun yang beliau ajarkan dan ucapkan bukanlah beliau karang-karang sendiri, namun berdasarkan apa yang telah disampaikan oleh Allah. Kalaupun ada analisa tentang ‘jejak-jejak’ omongan Yesus Kristus dalam alkitab yang mengarah mengkritisi dan mengkoreksi, itu sama sekali tidak untuk menggugat Yesus Kristus, namun lebih banyak usaha untuk memberikan masukan bahwa alkitab, terutama Injil (Matius, Markus, Lukas dan Johanes) kemungkinan mempunyai kesalahan dalam mencatat dan merekam apa yang diucapkan Yesus Kristus semasa hidupnya.
Langganan:
Postingan (Atom)
Gratis Download Ebook,Mp3 dan Software Islam's Fan Box
Gratis Download Ebook,Mp3 dan Software Islam on Facebook
