Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(Qs Al Isra' 36)
Minggu, 28 Desember 2008
CERAMAH AKHIR TAHUN HIJRIYAH 1429
Assalamu"alaikum Wr. Wb.
Kepada para pembaca Rokhimakumullah.
SELAMAT TAHUN BARU HIJRIYAH 1430 H
Sebuah renungan
Di Indonesia ada pemahaman yang salah oleh sebagian orang tentang awal tahun baru hijriyah, yaitu disamakan dengan tahun baru "Masehi" yaitu mulai jam 24 malam padahal yang benar adalah mulai maghrb (terbenamnya matahari). Tahun hijriyah adalah perhitungan kelender berdasarkan peredaran bulan (komariyah) mengelilingi bumi sekali putaran disebut satu bulan (ada kaitannya nama bulan). Tetapi coba dalam tahun "masehi" yang perhitungannya berdasarkan peredaran matahari (samsiyah). Matahari berputar siang malam siang malam tiga puluh kali oleh bangsa Indonesia disebut satu bulan juga (penamaan ini salah atau betul ?). Kalau menurut saya tidak tepat sebab perhitungan samsiyah tidak ada kaitannya dengan bulan. Mestinya namanya tiga puluh kali matahari berputar siang malam (ah gak taulah, pusing). Dalam kelender internasional Januari disebut apa pak ? "month" ?. Mengapa tidak "sun". Penamaan ini salah atau betul?. Kalau salah berarti secara internasional juga salah.
Sebetulnya kelender yang dipakai mula-mula oleh para nabi adalah komariyah, tetapi orang Barat tidak memakainya padahal mereka berpegang pada kitab Bibel. Kalau gak salah saya sudah tampilkan TARIH PANJANG TAHUN MASEHI ya. Sudah dibaca belum. Disitu jelas bahwa kata masehi pinjam namanya Nabi Isa as Al-Masehi. Agar seolah-olah sama dengan kelandernya para nabi. Ini suatu pembodohan.
Yang aneh lagi di Indonesia satu Muharam sama dengan satu Suro (kelender kejawen) ini dari mana critanya bisa jadi satu ?. Ini mirip dengan kisah natal. Kalau kisah natal dimulai dari ketertarikan Kaisar Konstantin terhadap pekembangan agama Kristen di negaranya kira2 abad ke 4 M. Kaisar Konstantin membonceng ketenaran agama Kristen yang dibawa para pastur waktu itu, kemudian Kaisar Konstantin memperalat para pastur untuk menjadi ujung tombak dalam meluaskan negaranya dengan memberi kebebasan menjalankan misi. Tetapi tradisi raksyatnya yaitu bersenang menyambut natalnya dewa matahari jangan diganggu apalagi dihapus, lebih baih disinkronkan dengan lahirnya Yesus, padahal "salah besar". Tapi apa boleh buat, rakyat sudah terlanjur senang.Maka jadilah seperti sekarang natal Cristmas.
Satu sura kisahnya, ketika Sultan Agung Raja Mataram naik tahta, banyak bangsawan2 ex Majapahit yang masih berbudaya Kejawen, Hindhu dan Budha yang akan mendukung Sultan Agung dengan masuk Islam tetapi tradisi rakyat Jawa yang sudah kadung senang dengan suran jangan dihaouskan, kenduri, sesajen, dan perdukunan juga jangan dilarang tetapi disinkronkan dengan doa-doa dalam bahasa Arab.
Akibat sinkronisasi ini sebetulnya Allah murka terhadap umat Islam Indonesia. Kemurkaan itu di wjudkan dengan cara didatang penjajah yaitu Portugis kemudian Belanda. Ini kalau saya kaitkan dengan sejarah Bangsa Israel mirip. Kenapa bangsa Israel sepanjang masa sebelum datang Islam sengsara selalu dijajah bangsa asing pertama-tama Asyur, kemudian Babilonia, kmudian Persia, Yunani, dan Romawi. Ceritanya seperti ini:
Hakim-Hakim 2:11-23
Lalu orang Israel melakukan apa yang jahat di mata TUHAN dan mereka beribadah kepada para Baal. Mereka meninggalkan TUHAN, Allah nenek moyang mereka yang telah membawa mereka keluar dari tanah Mesir, lalu mengikuti allah lain, dari antara allah bangsa-bangsa di sekeliling mereka, dan sujud menyembah kepadanya, sehingga mereka menyakiti hati TUHAN.Demikianlah mereka meninggalkan TUHAN dan beribadah kepada Baal dan para Asytoret.
Maka bangkitlah murka TUHAN terhadap orang Israel . Ia menyerahkan mereka ke dalam tangan perampok dan menjual mereka kepada musuh di sekeliling mereka, sehingga mereka tidak sanggup lagi menghadapi musuh mereka.Setiap kali mereka maju, tangan TUHAN melawan mereka dan mendatangkan malapetaka kepada mereka, sesuai dengan apa yang telah diperingatkan kepada mereka oleh TUHAN dengan sumpah, sehingga mereka sangat terdesak.Maka TUHAN membangkitkan hakim-hakim, yang menyelamatkan mereka dari tangan perampok itu. Tetapi juga para hakim itu tidak mereka hiraukan, karena mereka berzinah dengan mengikuti allah lain dan sujud menyembah kepadanya. Mereka segera menyimpang dari jalan yang ditempuh oleh nenek moyangnya yang mendengarkan perintah TUHAN; mereka melakukan yang tidak patut.
Setiap kali apabila TUHAN membangkitkan seorang hakim bagi mereka, maka TUHAN menyertai hakim itu dan menyelamatkan mereka dari tangan musuh mereka selama hakim itu hidup; sebab TUHAN berbelas kasihan mendengar rintihan mereka karena orang-orang yang mendesak dan menindas mereka. Tetapi apabila hakim itu mati, kembalilah mereka berlaku jahat, lebih jahat dari nenek moyang mereka, dengan mengikuti allah lain, beribadah kepadanya dan sujud menyembah kepadanya; dalam hal apa pun mereka tidak berhenti dengan perbuatan dan kelakuan mereka yang tegar itu. Apabila murka TUHAN bangkit terhadap orang Israel, berfirmanlah Ia: "Karena bangsa ini melanggar perjanjian yang telah Kuperintahkan kepada nenek moyang mereka, dan tidak mendengarkan firman-Ku, maka Aku pun tidak mau menghalau lagi dari depan mereka satu pun dari bangsa-bangsa yang ditinggalkan Yosua pada waktu matinya, supaya dengan perantaraan bangsa-bangsa itu Aku mencobai orang Israel, apakah mereka tetap hidup menurut jalan yang ditunjukkan TUHAN, seperti yang dilakukan oleh nenek moyang mereka, atau tidak." Demikianlah TUHAN membiarkan bangsa-bangsa itu tinggal dengan tidak segera menghalau mereka; mereka tidak diserahkan-Nya ke dalam tangan Yosua.
Umat Islam Indonesia dari tahun 1600 sampai kemerdekaan tetap menjalankan praktek sinkrinisasi dengan tradisi Kejawen, Hindhu dan Budha. Tetapi karena Allah Maha Kasih maka umat Islam Indonesia dimerdekakan, karena ada harapan umat islam Indonesia akan menegakkan syariat Islam.
Tapi Allah menguji dengan mendatangkan setan untuk menggoda.
Peringatan
Qs 19/83. Tidakkah kamu lihat, bahwa-sanya Kami telah mengirim setan-setan itu kepada orang-orang kafir untuk menghasung mereka berbuat maksiat dengan sungguh-sungguh?, Qs 17:64; 22:52; 25:31; 26:221; 43:36.
Setan tersebut dimasukkan Allah kepada Maramis, kemudian Maramis menantang tokoh-tokoh Islam yang akan melaksanakan syariat Islam akan memisahkan diri dari NKRI. Ternyata tokoh-tokoh kita luntur pendiriannya, sehingga sampai sekarang syariat Islam tidak terwujud. Malah kemusrikan menjadi-jadi sampai sekarang ini. Ulama, kyai, Uztad sepertinya tidak berdaya mengatasinya (dan jarang yang mau mengatasi maslah ini).
Kemudian Allah menghukum lagi umat islam Indonesia, tetapi bukan dengan penjajahan seperti dahulu, tetapi dengan menimpakan “MUSIBAH”. Karena diperintah menegakkan Hukum Islam tidak dilaksanakan malah berpaling dengan berbagai alasan.
Ini ayatnya.
Perintah
Qs 5/49…..dan hendaklah kamu memu-tuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan jangan lah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Dan berhati-hatilah kamu terhadap mereka, supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebahagian apa yang telah diturunkan Allah kepadamu.
Peringatan
Qs 5/49. Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka. Dan sesungguhnya kebanyakan manusia adalah orang-orang yang fasik (ingkar janji). Qs 5:5; 24:1; 4:58; 4:62; 4:105; 16:90; 30:36; 33:48; 9:26; 41:52; 57:22; 64:11; 5:66; 6:42; 24:48; 24:51; 5:42; 42:30; Ul 17:8
Yang lebih saya kawatirkan adalah apabila sampai terjadi seperti bangsa Israel ketika dicerai beraikan Allah dengan diusir dari tanah yang dijanjikan karena moral bansa Israel waktu itu sudah sangat rusak.
Perhatikan ayat dibawah ini.
Mikha 7:2-7
Orang saleh sudah hilang dari negeri, dan tiada lagi orang jujur di antara manusia. Mereka semuanya mengincar darah, yang seorang mencoba menangkap yang lain dengan jaring.Tangan mereka sudah cekatan berbuat jahat; pemuka menuntut, hakim dapat disuap; pembesar memberi putusan sekehendaknya, dan hukum, mereka putar balikkan!Orang yang terbaik di antara mereka adalah seperti tumbuhan duri, yang paling jujur di antara mereka seperti pagar duri; hari bagi pengintai-pengintaimu, hari penghukumanmu, telah datang, sekarang akan mulai kegemparan di antara mereka!Janganlah percaya kepada teman, janganlah mengandalkan diri kepada kawan! Jagalah pintu mulutmu terhadap perempuan yang berbaring di pangkuanmu!Sebab anak laki-laki menghina ayahnya, anak perempuan bangkit melawan ibunya, menantu perempuan melawan ibu mertuanya; musuh orang ialah orang-orang seisi rumahnya.Tetapi aku ini akan menunggu-nunggu TUHAN, akan mengharapkan Allah yang menyelamatkan aku; Allahku akan mendengarkan aku!
Kepada para jamah rokhimakumullah mohon direnungkan, bagaimana nasib umat Islam Indonesia setelah tahun baru Hijriyah 1340 H dan seterusnya.
Saya hanya bisa bilang “KEMBALILAH KEPADA AL-QUR’AN DAN SUNNAH “
Perintah mengikuti Al-Qur’an
Qs 6/155. Dan Al Qur’an itu adalah kitab yang Kami turunkan yang diberkati, maka ikutilah dia dan bertakwalah agar kamu diberi rahmat, Qs 45:20; 7:204; 2:150; 5:97; 14:52; 13:1; 13:37; 29:45; 21:10; 17:9; 9:29; 8:24; 7:196; 68:44; 7:3; 3:3; 5:67; 16:44; 5:35; 15:1; 15:9; 16:64; 20:2; 25:1; 25:6; 25:30; 26:2; 28:2; 29:49; 38:29; 38:87; 39:2; 41:41; 41:53; 43:44; 45:11; 50:1; 56:77; 64:8; 65:3; 68:52; 69:51; 72:16; 74:54; 80:13-16; 86:13; 9:129; 39:15; 3:7; 3:132; 20:100; 6:36; 6:106; 25:29; 29:51; 6:90-92; 3:31; 7:156-157; 7:203; 7:158; 20:100
Perintah mengikuti sunnah Rasul
Qs 3/31.Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.Qs 67:28; 43:61; 4:80; 33;21; 2:165; 6:155; 9:73; 8:27; Kis 4:21; Yoh 14:6,15 ,21
Wabillahi taufik walhidayah
Wassalam
RENUNGAN 1 MUHARRAM 1430 H
MEWUJUDKAN MAKNA HAKIKI HIJRAH NABI
Makna Hijrah
Mewujudkan Kembali Makna Hakiki Hijrah Nabi
Renungan
Wallâhu a‘lam bi ash-shawâb. []
Sabtu, 27 Desember 2008
Refleksi Ibadah Haji Penangkal Jeratan Sistem Dajjal
Simbol pertama ada pada Kalimat TalbiyahSetiap tamu Allah diminta untuk membiasakan dan selalu mengucapkan kalimat talbiyah. Labbaik Allahumma Labbaik. Labbaik, La Shareek Laka, Labbaik. Innal Hamdah, Wan Nematah, Laka wal Mulk, La Shareek Laka Labbaik?Aku datang memenuhi panggilan Mu Ya Allah , aku datang memenuhi panggilan Mu , aku datang memenuhi panggilan Mu tidak ada sekutu bagiMu, aku datang memenuhi panggilan Mu ?.Ketika kalimat ini diucapkan seorang tamu Allah, sebenarnya ia sedang mengingatkan dirinya akan niat hidupnya di dunia. Hidup ini harus selalu dilandasi niat memenuhi panggilan Ilahi Rabbi, sebagaimana dalam melaksanakan ibadah haji niat kita harus dilandasi motivasi memenuhi panggilan Allah semata, bukan mengejar gelar haji, atau berdagang apalagi bertamasya. Begitu juga hendaknya niat hidup kita di dunia hanya demi menggapai ridho Ilahi. Bukan untuk mengejar kekayaan, pangkat, kekuasaan, atau popularitas. Kalimat talbiyah memastikan kelurusan niat dalam menapaki segala langkah hidup di dunia. Inilah makna firman Allah SWT : ?Maka bersegeralah menuju Allah.? (QS Adz-dzaariyaat ayat 50)
Simbol kedua pada makna mengenakan pakaian ihramBerihram di dalam ibadah haji merefleksikan pentingnya kesetaraan antar hamba Allah di dalam menjalani hidup ini. Seorang yang berihram akan sadar bahwa sebenarnya semua manusia itu sama, yang membedakannya hanyalah ?pakaian? mereka. Ia tak terkecoh akan keaneka-ragaman baju duniawi yang dikenakan manusia. Ia tidak mudah silau dan minder berhadapan dengan orang yang ditakdirkan Allah menjadi kaya, berkuasa, atau masyhur. Dan sebaliknya, ia tidak memandang dengan hina dan sombong pada orang yang Allah takdirkan berkekurangan, menjadi rakyat kecil atau manusia biasa. Karena itu semua pada hakikatnya hanyalah perbedaan semu yang ada di dunia fana ini. Ia selalu menilai sesama manusia berdasarkan firman Allah : ?Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kalian di sisi Allah adalah orang yang paling bertaqwa.?( QS Al-Hujurat ayat 13). Sedangkan tingkat ketaqwaan setiap orang hanya Allah yang Maha Tahu. Tak seorangpun dapat mengetahui tingkat ketaqwaan orang lain, termasuk ketaqwaan dirinya sendiri.
Simbol ketiga terdapat pada kegiatan Tawaf mengelilingi Ka?bahTawaf secara teratur mengelilingi Ka?bah Musyarrafah mencerminkan pentingnya menjaga konsistensi hidup di dalam orbit ketaatan kepada Allah SWT. Dalam Tawaf seseorang perlu menjaga laju langkahnya dengan orang lain. Bila terlalu cepat maka ia akan menabrak orang lain di depannya. Bila terlalu lamban ia akan ditabrak pelaku tawwaf di belakangnya. Seperti bulan mengitari bumi. Dan bumi bersama planet-planet lain mengitari matahari. Masing-masing benda-benda langit tersebut berjalan mengitari orbitnya, sesuai apa yang diperintahkan Allah kepada mereka (QS 36: 36-40). Sedangkan kita manusia, berjalan dalam orbit Allah yang disimbolkan dengan Ka?bah.. Inilah makna Firman Allah SWT : ?Sesungguhnya, sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah Tuhan semesta alam.? (QS Al An?aam ayat 162). Apapun profesi seseorang ia harus selalu menjadikan ketaatan kepada Allah sebagai fokus sentral kehidupannya. Sehingga tidak saja profesi itu bermanfaat bagi dirinya dan orang lain, tetapi yang lebih penting lagi, bahwa profesi tersebut memperoleh legitimasi Rabbani karena dilandasi niat memenuhi perintah Allah, dilaksanakan sesuai syari?atNya dan digunakan di jalan Allah SWT.
Simbol keempat ada pada aktifitas melontar jumrahMelontar jumrah merupakan salah satu rangkaian kegiatan ibadah haji yang mencerminkan sikap penentangan para hamba Allah terhadap iblis beserta kroni-kroninya. Suatu bentuk konfrontasi abadi antara pembela kebenaran (ahlul-haq) melawan pembela kebatilan (ahlul-batil) hingga yaumul-qiyamah. Setiap muslim perlu menyadari bahwa di dalam kehidupan ini selalu ada pertentangan. Betapapun inginnya seseorang menyaksikan perdamaian wujud di dunia, namun ia tidak pernah boleh lupa akan hakikat firman Allah SWT : ?Sesungguhnya syaitan itu bagi kalian adalah musuh, maka perlakukanlah ia sebagai musuh.?(QS Faathir ayat 6) Setiap muslim hendaknya selalu menyadari adanya hakikat konfrontasi di dalam kehidupan di dunia. Ada kawan dan ada lawan. Dan ia tidak dibenarkan menjadikan musuh menjadi sahabat atau teman kepercayaan, juga ia tidak dibenarkan meragukan, mencurigai, apalagi memusuhi sesama saudara mu?min-muttaqin. Dan bahwa dirinya selalu dituntut memiliki kesiapan untuk berpihak kepada kaum beriman. Sambil menolak berkompromi dengan musuh Allah . Ia dituntut untuk rela melempari musuhnya dengan batu sebagaimana musuhnya tak henti berkonspirasi untuk menjerumuskannya ke dalam lubang api neraka.
Simbol kelima ada pada fenomena berdatangannya manusia dari segenap penjuru duniaIbadah haji yang diselenggarakan setahun sekali dihadiri jutaan jama?ah haji dari segenap penjuru dunia. Ummat Islam dari berbagai bangsa, suku, warna kulit, bahasa, dan status sosial ekonomi datang dan berkumpul untuk memenuhi panggilan Allah SWT Pencipta mereka. Ini merupakan realisasi firman Allah : ?Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.?(QS Al Hajj ayat 27) Keaneka-ragaman kaum muslimin di tanah suci menyadarkan ummat Islam bahwa mereka merupakan ummatan wahidan (ummat yang menyatu) sedunia. Apapun perbedaan yang ada, di tanah suci mereka berkumpul untuk melakukan rangkaian aktifitas yang sama, dengan seragam yang sama dan menyerukan kalimat yang sama. Mereka berkumpul dengan kesatuan hati menghamba kepada Allah SWT Pencipta mereka. Sehingga di dalam kehidupan nyata hendaknya mereka mengupayakan munculnya ruhul jama?iy (spirit kebersamaan) di dalam segenap aspek kehidupan. Hendaknya mereka tidak sibuk mengembangkan persatuan dan kesatuan sebatas lingkup kesamaan etnis, suku, bangsa, tanah-air, warna kulit atau bahasa semata. Apalagi sebatas kesamaan organisasi atau partai. Manusia hendaknya sadar bahwa keislaman dirinya, sama dengan keislaman orang lain yang berbeda etnis, sukubangsa, warna kulit, organisasi, partai dsb. Bahkan islamnya itupun sama dengan islamnya alam semesta dan seluruh isinya. Jika alam semesta saja dapat bersatu dalam ketundukan (keislaman) kepada Allah SWT, mengapa ummat Islam tidak dapat bersatu dan bantu membantu bekerja sama dalam ketundukan (keislaman) yang serupa? Sedangkan kaum penentang Allah juga berusaha bersatu bantu membantu tanpa pandang bangsa, hanya karena mereka ingin menghancurkan agama Allah dan pengikut-pengikutnya. Sudah saatnya umat Islam mewujudkan persatuan Islam yang sebenarnya, sebagaimana yang setiap tahun selalu disimbolkan dalam ritual haji ini. Sudah saatnya umat Islam memunculkan satu Imam, sebagaimana mereka biasa mempunyai satu Imam dalam setiap sholat berjama?ah mereka. Sudah saatnya persatuan itu tidak saja berskala lokal atau nasional tetapi bahkan internasional. Suatu bentuk konsolidasi umat manusia yang didasarkan pada semangat ketaatan beribadah kepada Allah SWT, Pencipta, Pemilik, Pemelihara dan Penguasa jagat raya. Suatu perhimpunan manusia yang bernuansa kesetaraan (egaliter). Dan suatu keterpaduan jaringan kerjasama kaum yang beriman kepada Ar Rahman (hizb-Allah) dalam berhadapan dengan networking kaum pembangkang terhadap Ilahi Robbi (hizb-asysyaithan). Dari sekian banyak kegiatan manasik haji terdapat suatu bentuk kegiatan yang paling istimewa yaitu wuquf di Arafah. Nabi Muhammad saw bersabda :
Simbol keenam ?Haji adalah (wuquf) di Arafah?Diantara simbol-simbol yang lain, namun simbol keenam ini, yaitu Wuquf di Arafah, adalah yang terpenting. Tidak sah haji seseorang tanpa melakukan wuquf di Arafah. Betapapun banyak atau bagusnya seseorang melakukan tawwaf keliling Ka?bah, sa?i antara Shafa dan Marwah, melontar jumrah dan berbagai aktifitas haji lainnya, namun tetap saja hajinya dianggap tidak sah jika tidak mengikuti wuquf di Arafah. Wuquf berasal dari kata ?waqf? yang berarti berhenti atau berdiam diri. Apakah yang direfleksikan oleh kegiatan ini bagi kehidupan manusia ? Wuquf merefleksikan betapa pentingnya manusia dari waktu ke waktu melakukan kegiatan ?stop and think? (berhenti sejenak untuk berpikir). Hal ini sangat penting karena kegiatan rutin sehari-hari seringkali tanpa sadar menyebabkan kita terjebak ke dalam suatu pola kehidupan mekanistik. Setiap hari pergi ke kantor atau tempat kerja, kemudian bekerja keras mengejar karir, dan sore hari pulang ke rumah dalam keadaan sudah letih, dan kemudian esok harinya berulang lagi seperti kemarin. Segala rutinitas ini semakin lama semakin membuat kita ?lupa diri? . Berbagai jerih payah yang telah kita kerahkan malah menyebabkan hidup ini menjadi semakin kering. Kita sudah tidak tahu lagi untuk apa kita bekerja mengejar karir dan menumpuk materi, karena semakin hari kita semakin mengejar karir yang lebih tinggi lagi dan mengejar materi yang lebih banyak lagi. Terus berputar tanpa sadar akan dibawa kemana oleh hidup ini. Manusia menjadi kehilangan makna sejati hidupnya di dunia ini. Ia kehilangan orientasi/arah dan bergerak bagaikan robot otomatis. Ia ibarat seorang pengendara kuda di padang pasir luas sambil melamun, tanpa sadar sudah tersesat jauh tanpa tahu ke arah mana jalan pulang. Maka wuquf inilah saatnya dimana kita memperbanyak introspeksi dan perenungan, dalam taqarrub ilaAllah. Diharapkan seorang hamba Allah yang wuquf mampu mencari dan merenungkan arti kehidupannya . Juga ia mampu mengingat kembali apa tujuan hidupnya yang sejati. Ia ingat darimana ia berasal dan ke mana ia akan kembali. Ia juga mengevaluasi mana-mana arah langkahnya yang sudah benar dan mana-mana yang ternyata sudah menyimpang dari jalan Allah. Ia Insya Allah bertekad untuk memperbaharui hidupnya. Hendaknya kita yang tahun ini tidak berangkat wuquf di Arafah, juga merenungkan kembali makna-makna hidup dan simbol-simbol yang ada dalam ritual haji, yang merupakan pelajaran bagi manusia dari Rabbnya. Juga hendaknya kita melakukan tafakkur tentang perjalanan ummat Islam karena kita sendiri merupakan bagian dari umat ini dan hidup di tengah-tengahnya. Bahkan marilah kita luaskan lebih jauh lagi tafakkur kita kepada skala ummat manusia sedunia di mana kita juga bagian darinya. Marilah kita merenungi tentang hakikat perjalanan masyarakat dunia modern ini. Benarkah ia layak disebut sebuah masyarakat yang beradab (civilized society)? Padahal moral manusia semakin merosot, pembunuhan semakin banyak, perbuatan-perbuatan amoral semakin dilegitimasi? Ataukah ia lebih pantas dijuluki sebagai ?godless civilization? (peradaban tidak bertuhan). Benarkah kita telah menjadi suatu masyarakat global yang menjunjung tinggi kebebasan, keadilan dan kesetaraan dalam arti yang sebenarnya? Kesetaraan berlaku bagi negara-negara yang kuat dan kaya yang bergabung di dalam kelompok G-7 dengan AS sebagai panglima tertinggi, sementara marginalisasi diterapkan bagi negara-negara berkembang umumnya, dan negeri kaum muslimin khususnya? Kita tahu dan kita dengar bahwa hak asasi manusia diperjuangkan dengan standar ganda untuk bangsa tertentu, kalangan tertentu, golongan tertentu belaka. Siapapun yang tidak termasuk ke dalam golongan itu, seolah tak punya hak hidup. Lihatlah bagaimana negeri yang dijuluki kampiun Hak Asasi Manusia, masih saja menerapkan standar ganda baik bagi minoritas warganegaranya maupun bagi negara lain yang bukan golongannya. Tampaknya sudah tiba saatnya bagi kita selaku umat Islam untuk menyadari bahwa masyarakat dunia dewasa ini sedang dikendalikan bahkan didominasi oleh pihak yang bukan kaum beriman (kafirin). Bahkan tampaknya kian hari kian nyata bahwa mereka berkomplot di dalam suatu jaringan kebatilan dan terus berusaha untuk memadamkan cahaya Allah dan nilai-nilai fitrah secara terencana dan sistematis. Setiap hari kita dapat menyaksikan usaha-usaha pemurtadan dalam berbagai bentuk. Media elektronik menyajikan berbagai acara yang mempropagandakan semua jenis kemaksiatan : seks bebas, penipuan, intrik politik, penganiayaan, pembunuhan, bahkan klenik versi barat dan timur, lengkap dengan segala khurafatnya. Media cetak juga tak kalah serunya dalam usaha-usaha ini, sampai-sampai mereka harus bersaing keras diantara sesamanya dengan cara : ?siapa yang paling ?panas? ia yang paling laku, siapa yang paling paling ?heboh?, ia yang paling laris.? Bad news is good news. Kebodohan rakyat perlu diberantas, namun para guru dan dosen tidak mendapat penghargaan semestinya. Ummat masih memerlukan bimbingan dan arahan yang benar untuk memperbaiki akidah, ibadah dan akhlaknya, namun para ustadz, para kyai dan ulama disuap dan dibujuk untuk berdakwah sesuai dengan kemauan mereka yang sanggup menguasai dan membayar mereka. Naudzubillahi mindzalik. Kemiskinan rakyat harus diatasi, namun para orang kaya sibuk mendekati para petinggi untuk merampok uang negara dan semakin menyengsarakan rakyat dengan semakin mempersulit pemerataan modal dan kesempatan bagi rakyat miskin. Reformasi talah disepakati, namun nyatanya para pemimpin masih melestarikan berbagai penyakit masa lalu dengan dalih ?masa transisi?. Bahkan kini mereka melibatkan rakyat untuk segala aktifitas intrik politik yang sebenarnya hanya menguntungkan golongan elit. Rakyat dijadikan senjata untuk saling berhadapan satu sama lain. Padahal jika para elit tersebut berkuasa, belum tentu rakyat yang telah ikut berkorban juga akan ikut menikmati kemakmuran bersama elit yang dulu memakai mereka sebagai senjata. Apakah itu yang dinamakan pemimpin? Apa bedanya para pemimpin semacam itu dengan penjajah asing di masa lalu seperti Belanda dan Jepang? Apakah ini hasil yang diharapkan oleh para syuhada yang berjuang memerdekakan negeri ini sambil menyeru kalimat Allahu Akbar ! Saat ini bahkan negeri kita semakin terjerat oleh hutang yang luar biasa yang tak akan terbayar oleh 10 generasi sekalipun. Para pemimpin masa kini, bukannya mengajak rakyat untuk bangkit berusaha dengan keteladanan yang baik, malah mereka mengajak rakyat menjadi pengemis kepada negara-negara bekas penjajah kafir dahulu. Kaum kafir musuh-musuh Allah dengan sombongnya mempermainkan negeri ini seperti pengemis buruk yang hina. Dengan seenaknya mereka memberikan berbagai syarat yang berat dan mencampuri berbagai urusan dalam negeri hanya untuk beberapa juta dolar yang di riba-kan dengan bunga yang tinggi. Kita sampai-sampai memandang IMF dan Bank Dunia sebagai dewa penolong yang tidak boleh dibuat marah atau kecewa. Kemudian kita memberikan kepada mereka ?sesajen-sesajen? berupa sumber daya alam kita yang ditukar dengan harga yang sangat murah. Luar biasa kejamnya! Dan pada puncaknya, berbagai musibah datang silih berganti. Berbagai penderitaan dan penganiayaan dialami rakyat Indonesia dan ummat Islam sedunia. Konspirasi yang ditimpakan orang-orang kafir terhadap harta, benda, jiwa dan kampung halaman ummat Islam di Maluku, Aceh, Kalimantan Tengah dan sebagainya, sebenarnya merupakan ujian dari Allah yang sedang memperingatkan kita agar kembali kepada Allah, baik di dalam urusan aqidah, peribadatan, akhlaq maupun perundang-undangan!!! Masih ditambah lagi dengan musibah alam berupa angin topan, longsor, banjir, gunung meletus seolah para pasukan Allah di alam semesta ini ingin memperingatkan manusia agar hanya menghambakan diri kepada Yang Maha Kuasa, Yang Maha Adil dan Perkasa, Pemilik sebenarnya alam semesta ini. Adakah pemimpin ummat saat ini mampu mengajak ummat kepada ampunan Allah? Apakah kita mendengar mereka, para pemimpin ummat di negeri, ini berteriak memohon ampunan dan pertolongan Allah semata? Malah kita dengar mereka semakin menghiba dan mengharap pertolongan orang kafir. Apakah kita butuh pertolongan dari selain Allah? Bahkan, jika itu yang kita lakukan, maka azab Allah akan datang disebabkan dosa kita menjadikan pihak lain sebagai tandingan bagi Allah ! Menyadari situasi yang kita hadapi saat ini, timbul pertanyaan besar dalam diri kita masing-masing : mengapa kita umat Islam mudah tertipu dan terjebak dengan apa-apa yang palsu dan hanya kulit-kulit saja, sambil melupakan apa yang esensi dan inti? Kita hidup di zaman yang penuh fitnah, dimana syetan telah sanggup menyesatkan sebagian besar umat manusia dan telah berhasil mengelabui mereka dengan berbagai tipuan-tipuan canggih. Para sekutu setan telah sanggup menguasai opini dunia, sehingga seolah-olah sistem kepalsuan atau sistem Dajjal yang dibuatnya telah menguasai sebagian bumi Allah sambil mengisinya dengan segala bentuk kemaksiatan. Memang dewasa ini kita hidup dalam ajang perebutan pembentukan opini umum. Setiap hari kita dijejali berbagai penjungkir-balikan nilai. Dalam sistem moral-sosial: segala gaya hidup hedonistik gaya artis barat yang sarat maksiat dipoles menjadi sesuatu yang tampak baik, menyenangkan, membanggakan, bahkan layak ditiru. Dalam sistem bernegara: negara penjajah dan penindas seperti israel dianggap sebagai negara rujukan. Dalam sistem ekonomi: riba dianggap sebagai keuntungan (profit) dan berhutang dianggap sebagai prestasi dan gengsi. Semua semakin menjerat kita ke dalam sistem mereka, sistem dajjal sang penipu. Sedangkan sebaliknya, berbagai syari?at Allah Yang Maha Suci ditampilkan sebagai perkara yang menakutkan, kolot, memecah persatuan bangsa, tidak demokratis, bahkan dianggap melanggar hak asasi manusia. Bahkan manusia demikian beraninya mengatakan bahwa semua agama itu sama, dan bahwa orang-orang yang memiliki pemahaman semacam itu malah dianggap ?cerdas secara spiritual?. Padahal itu sama dengan mengatakan bahwa Allah telah salah ketika berfirman bahwa Agama yang diridhai di sisiNya hanyalah Islam dan barang siapa yang mencari selain Islam sebagai agama maka tidak akan diterima. Na?uudzubillahi min dzaalik!!! Itulah hakikat dajjal sang penipu dengan seluruh sistem pendukungnya, yaitu sesuai dengan makna kata ?dajjal? yang berarti penipu atau pemalsu. Sebagaimana dikatakan oleh Nabi Muhammad SAW menurut riwayat Imam Bukhari dan Muslim: ?Sesungguhnya Dajjal akan keluar membawa api dan air, adapun yang dilihat orang sebagai air maka itulah api yang membakar. Sedangkan yang dilihat orang sebagai api maka itulah air yang dingin segar. Maka barang siapa yang mendapatinya dari kamu hendaknya masuk ke dalam apa yang dilihatnya berupa api, sebab itu sesungguhnya air yang menyegarkan.? Kita belum lagi bertemu dengan oknum dajjal yang bakal muncul di akhir zaman sesaat sebelum kiamat, tetapi pada hakikatnya saat ini kita sudah hidup di dalam sistem kehidupan yang dibangun dan dipersiapkan untuk menerima datangnya dajjal yang sebenarnya. Dajjal-dajjal kecil telah muncul. Mereka yang berbaju seolah orang baik, cendekiawan, dermawan, bahkan ulama atau kyai, tetapi kelakuan mereka sesungguhnya adalah kelakuan penipu dan perusak . Jika sebagian besar kita masih mudah terkecoh oleh berbagai tipuan dunia dan sistem dajjalnya, itu adalah karena kita belum benar-benar memahami dan menyadari hakikat pertarungan abadi antara yang haq (benar) dan batil (salah). Kita masih sering lupa bahwa syetan dan golongannya adalah musuh hakiki yang tak pernah berhenti berusaha menyesatkan kita dengan cara menipu dan mengintimidasi. Kita belum lagi menempatkan secara benar yang musuh sebagai musuh dan teman sebagai teman. Juga bahwa kita sudah seringkali mengesampingkan nilai-nilai Islam dalam kehidupan dan menggantikannya justru dengan nilai batil dari sistem Dajjal. Ini semua sudah menjadi bagian dari sunnatullah yang tak pernah berubah, yaitu bahwa syetan akan muncul di akhir zaman sebagai Al Masih Ad Dajjal (Sang Penyelamat Penipu). Rasulullah saw bersabda: ?Tidak ada fitnah yang lebih besar dari pada fitnah Dajjal? (Fathul Barri 13:103) ?Dajjal akan keluar di akhir zaman pada waktu agama sudah diabaikan dan ilmu agama sudah ditinggalkan orang.? (Musnad Imam Ahmad) Apakah kita akan terus membiarkan diri terjerat ke dalam sistem Sang Penipu ini? Apakah kita akan membiarkan diri larut dalam pusaran orbit kehampaan yang berakhir di lubang neraka? Apakah ketika kelak Al Masih Ad Dajjal yang sesungguhnya muncul kita tanpa sadar sudah menjadi pengikutnya? Naudzubillahi mindzalik. Nabi SAW mengajarkan kita sebuah do?a : ?Ya Allah kami berlindung kepada Engkau dari azab jahannam, dan azab kubur dan dari fitnah al-masih dajjal dan dari fitnah kehidupan dan kematian.? (HR Ibnu Majah) Dalam menghadapi hari-hari yang semakin berat dengan semakin dekatnya akhir zaman, hendaknya kita mengisi hidup dengan makna sejati talbiyah, tawwaf, ihram, jumrah dan wuquf. Hanya dengan kembali kepada Allah dengan segenap aturan dan hukumNya kita akan selamat dari fitnah yang semakin mengerikan di akhir zaman ini. Sebagaimana firman Allah swt : ?Jika kamu bersabar dan bertaqwa, niscaya tipu daya mereka sedikitpun tidak akan mendatangkan kemudharatan kepadamu.? (QS Ali ?Imran ayat 120) ?Sesungguhnya syetan itu tidak ada kekuasaannya atas orang-orang yang beriman dan bertwakkal kepada tuhannya. Sesungguhnya kekuasaan syetan hanyalah atas orang-orang yang mengambilnya menjadi pemimpin dan atas orang-orang yang mempersekutukannya dengan Allah. ?(QS An-Nahl ayat 99-100) Semoga Allah swt membimbing kita bersama agar menjadi orang-orang yang hanya beriman dan bertawakkal kepadaNya. Sehingga kita tidak terkecoh menjadikan syetan beserta kroni-kroninya sebagai pemimpin. Amin yaa rabbal ?aalamiin. (Pks)
sumber : swaramuslim.net
Teologi Apologetik dalam Membaca “Kitab Suci”
Tanpa mengurangi penghormatan saya pada kepercayaan teman-teman Muslim yang lain mengenai Quran, sejauh menyangkut kontradiksi, dalam Quran banyak sekali kita jumpai kontradiksi dan pertentangan internal. Bukan hanya itu, dalam hampir semua Kitab “Suci” selalu akan kita jumpai kontradiksi semacam itu. Tugas penafsirlah untuk melakukan “harmonisasi” agar pertentangan itu bisa “dihaluskan” (explained away) atau malah dihilangkan sama sekali. Orang yang datang dari luar tradisi Islam (terutama orang Kristen), misalnya, dan ujug-ujug langsung membaca Quran, kemungkinan akan terperanjat, karena Quran di matanya boleh jadi mirip sebuah “jumble mumble”, atau kitab yang sama sekali tanpa struktur, temanya loncat-loncat tanpa aturan, seperti sebuah buku yang tak diedit dengan baik, dan mengandung banyak kontradiksi di dalamnya. Dia akan cenderung membandingkan Quran dengan Kitab Perjanjian Lama yang lebih memiliki struktur naratif yang rapi. Hal yang sama terjadi pada orang yang datang luar tradisi Kristen (misalnya seorang Muslim), lalu ujug-ujug membaca Kitab Perjanjian Lama atau Baru, boleh jadi dia akan menjumpai sejumlah kontradiksi internal dalam kitab itu, apalagi menyangkut gambaran Tuhan dalam Perjanjian Lama yang, mohon maaf, tampak aneh dan sama sekali tak masuk akal.”Tentang keimaman seoramg Muslim terhadap kitab-kitab lain, Ulil menyatakan bahwa “sorang Muslim percaya bahwa kitab-kitab sebelum Quran bersumber dari Tuhan yang sama. Tetapi, iman mereka pada kitab-kitab itu tak sama dengan iman mereka pada Quran. Meskipun mengimani Bibel, tetapi mereka memandang Kitab “Suci” itu sebagai buku yang “defektif” atau cacat.”Dua Catatan PentingAda catatan penting, penulis kira, yang harus dikemukan berkaitan dengan pendapat Ulil ini. Pertama, Ulil menyayangkan adanya kaum Muslimin yang melihat kitab-kitab agama lain secara “apologetik”. Ulil menginginkan agar hal ini tidak terjadi. Oleh karenanya, tidak boleh membaca kitab agama lain dengan “prasangka buruk”. Di sini Ulil mungkin lupa bahwa kontradiksi dalam Al-Qur’an merupakan hal yang mustahil ditemukan. Oleh karenanya, ayat yang dikutip oleh umat Islam di atas adalah “tantangan” Allah s.w.t. bagi orang kafir, jika mereka mengklaim bahwa Al-Qur’an bukan dari Allah s.w.t. Masalah susunan Al-Qur’an yang tidak rapi dan tidak tertib, tidak jadi persoalan. Justru di situ letak keunikan Al-Qur’an. Studi-studi ulama Islam lewat tafsir tematik (al-tafsir al-mawdhu’iy) menyimpulkan harmonitas ayat-ayat Al-Qur’an. Imam al-Biqa’i (w. 885 H), misalnya, sangat “piawai” dalam mengharmoniskan surat-surat dan ayat-ayat Al-Qur’an dan tafsirnya ‘Nazhm al-Durar fi Tanasub al-Ayat wa al-Suwar’.Dan jika Ulil melihat bahwa Bible lebih naratif dan rapi, itu karena Ulil tidak membaca Bible secara kritis. Jika Al-Qur’an di balik ketidakrapiannya justru ayat-ayatnya “harmonis” (tidak saling kontradiktif), dalam Bible justru sebaliknya. Terkesan “rapi” dan “naratif” tapi malah tidak karuan ayat-ayatnya. Sebagai contoh: dalam Kitab Keluaran dijelaskan bahwa Musa mengetahui “kapan dan dimana” dia meninggal dan dikuburkan. Tentu saja ini bertentangan dengan realitas. Dengan begitu, ayat Perjanjian Lama (Torah) ini mengesankan bahwa bukan Musa yang menulisnya melainkan orang ketiga. Ini lah kemudian yang dikritik oleh Baruch Spinoza (1632-1677). Atau beberapa ayat yang saling bertentangan. Misalnya, dalam kitab Ulangan (12: 9-10) bahwa hukum Taurat ditulis oleh Musa.” Ini jelas kata orang ketiga, bukan kata Musa. Dalam kitab Kejadian juga (22: 14) disebutkan bahwa gunung Moria dinamai dengan gunung Allah. Padahal nama ini baru dipakai setelah pembangungan kuil dimulai, yaitu setelah zaman Musa. Bahkan Musa tidak pernah menunjukkan tempat yang dipilih oleh Allah, dia hanya meramalkan bahwa Allah akan memilih satu tempat yang memakai nama Allah. (Lihat, Baruch Spinoza, Kritik Bible, Terj: Salim Rusydi Cahyono, (Bekasi, Fima Rodheta, 2006: 47).Maka, merupakan hal yang wajar jika kedua umat yang berbeda itu saling tidak mengimani kitab orang lain. Walaupun berbeda dengan umat Islam, dan ini diakui oleh Ulil. Walaupun Ulil menambahkan bahwa umat Islam masih melihat bahwa kitab-kitab yang lain adalah “defektif” atau cacat. Pandangn ini bukan tanpa dasar. Allah sendiri yang menjelaskan dalam Al-Qur’an bahwa kaum Ahli Kitab “terbiasa” melakukan distorsi terhadap kitab “suci” mereka. (Lihat, Qs. Al-Baqarah [2]: 75; al-Nisa’ [4]: 46; al-Ma’idah [5]: 13 dan 41). Dan banyak ayat-ayat yang lainnya.Tentu pandangan ini sulit diterima oleh seorang Ulil. Karena dia menginginkan agar seorang Muslim –usulan Ulil—membaca Bible lewat kacamata orang Yahudi-Kristen. Di sisi lain –dan ini dapat dipastikan mustahil—Ulil menyeru agar mereka membaca Al-Qur’an sebagai umat Islam membacanya. Meskipun dia juga ‘mengejek’ umat Yahudi-Kristen dengan mengatakan, mohon maaf, tampak aneh dan sama sekali tak masuk akal. Solusinya, menurut Ulil, adalah mengikut nasehat Durkheim: “What I ask of the free thinker is that he should confront religion in the same mental state as the believer… He who does not bring to the study of religion a sort of religious sentiment cannot speak about it! He is like a blind man trying to talk about colour.” (hal. xvii, dikutip dari pengantar Karen E. Fields atas karya utama Durkheim, “Elementary Forms of Religious Life”).Dengan kata lain, saat membaca suatu Kitab “Suci” dari agama manapun, kita harus memiliki “religious sentiment” –meminjam istilah dari Durkheim itu– sebagaimana dimiliki oleh orang yang mengimani kitab itu. Jika kita kehilangan sentimen itu, maka kita akan melihat sejumlah pertentangan dalam kitab tersebut.Jika anda kebetulan seorang Muslim, cobalah sekali-kali anda membaca Quran dengan mengambil “jarak” sebentar, mencoba keluar dari sentimen keimanan yang selama ini anda miliki.Dalam keadaan sebagai seorang “skeptis sementara” itu, anda akan menjumpai sejumlah hal yang kontradiktif dan tak masuk akal dalam Quran. Sebagai contoh saja, dalam satu ayat dikatakan bahwa Tuhan tak menyerupai apapun, Laisa kamitslihi syai’un (42:11), tetapi dalam banyak ayat yang lain Tuhan digambarkan memiliki tangan, wajah, bahkan dalam hadis digambarkan pula memiliki jari-jari (ashabi’ al-rahman).Jika orang Islam keberatan dengan penggambaran tentang Tuhan yang “brutal” dan sangat antropomorfis dalam, misalnya, Perjanjian Lama, maka mereka sebetulnya lalai bahwa dalam Quran juga kita jumpai penggambaran yang kurang lebih serupa: Tuhan yang “brutal” dan antropomorfis.Bagaimana umat Islam bisa melewatkan begitu saja kisah tentang Nabi Nuh di Quran tanpa bertanya-tanya secara “kritis”: bagaimana mungkin Tuhan menenggelamkan seluruh umat manusia hanya karena mereka tak beriman kepada Nuh dengan sebuah banjir besar yang melanda begitu hebat? Apakah reaksi Tuhan semacam ini tidak keterlaluan? Mana sifat belas-kasih Tuhan? Baiklah, granted,Tuhan memang mempunyai sifat adil dan pengazab, selain sifat rahman dan rahim (kasih sayang).Tetapi mengirim banjir begitu hebat untuk mengazab seluruh manusia hanya gara-gara segelintir manusia tak beriman kepada Nabi Nuh — apakah azab seperti itu proporsional? (Jawab seseorang yang memiliki sentimen keagamaan tentu sudah bisa kita tebak: rasio manusia tak mampu memahami tindakan Tuhan).Banyak hal dalam Quran yang bisa kita persoalkan secara “kritis”, kalau kita mau sebentar melepaskan diri dari sentimen keimanan sebagai seorang Muslim.Itulah yang terjadi pada seorang Muslim yang membaca Bibel: karena mereka tak memiliki sentimen keagamaan seperti dimiliki oleh umat Kristen, maka mereka menjumpai banyak sekali kontradiksi dalam Kitab “Suci” itu, seraya lupa bahwa kontradiksi serupa bisa dijumpai dalam Quran.”Kedua, di sinilah letak ‘lucu’ dan rancunya logika berpikir Ulil. Dia memaksakan setiap pemeluk agama agar ikut ‘nasehat Durkheim’. Tentu saja amat sulit dilakukan. Merubah teologi semacam itu adalah absurd. Apalagi Ulil mengusulkan agar “sentimen” keimanan umat Islam dikeluarkan dulu –atau umat Islamnya yang keluar dari sentimen itu—agar membaca Al-Qur’an dengan kacamata dan hawa yang berbeda. Intinya, agar seorang Muslim dapat membaca dan menemukan kesan yang berbeda. Contohnya, seorang Muslim –menurut logika Ulil—agar mengetahui bahwa ternyata Allah juga dalam Al-Qur’an “brutal”. Di sini Ulil ingin mengatakan bahwa setiap agama –khususnya Islam—jangan mengklaim kitab sucinya yang paling benar. Karena di dalamnya terdapat banyak kontradiksi juga –sebagaimana halnya Bible.Sejatinya, Ulil terjebak logika orang “Kristen Liberal-Plural” yang ingin merelatifkan seluruh agama. Kenapa? Karena mereka “kebingunan”, sudah tidak ada lagi yang dapat dipertahankan dari agama mereka. Termasuk Bible, bahkan Yesus. Timbullah inisiafit “liberal” dari Knitter. Menurut Knitter, “All religions are relative—that is, limited, partial, incomplete, one way of looking a think.” Di sini Knitter ingin menyamakan semua agama: sama-sama relatif (tidak absolut), parsial (tidak global, tidak universal), tidak komplit (memiliki kekurangan), hanya memiliki satu cara pandang terhadap sesuatu. Oleh karena itu, menurut Knitter, pemeluk agama yang mengklaim agamanya “paling benar” adalah salah; ofensif dan berpandangan sempit. Dia menulis: “To hold that any religions is intrinsically better than another is felt tobe somehow wrong, offensif, narrowminded.” (Lihat: Paul Knitter, No Other Name, A Critical Survey of Christian Attitudes toward the World Religion, 1985), p. 23).Ulil kemudian memberi memberi contoh dengan ayat ‘laysa kamitsilihi sya’in’ yang dikaitkan dengan ayat-ayat yang menyatakan bahwa Allah punya “tangan”, wajah dan jari-jari. Di sini Islam punya konsep dan metode “takwil” dalam menyikapi ayat-ayat yang seperti itu. Ulama Islam dalam masalah akidah, punya konsep yang jitu dalam memahami ayat-ayat “sifat” (ayat al-shifat) dalam ranah ilmu Tawhid (al-‘akidah). Tidak ada yang rigid dalam Islam. Jika Ulil “rajin” membaca kitab-kita akidah, dia tidak akan terkejut ketika menemukan ayat-ayat yang seperti itu. Karena metode pemaknaannya sudah mapan. Sebagai contoh, untuk menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits yang dianggap “problematis” (musykil), Imam Ibnu Qutaybah menulis buku yang sangat baik: ‘Ta’wil Musykil al-Qur’an’ dan ‘Ta’wil Musykil al-Hadits’.Ulil juga memberikan contoh tentang “kebrutalan” Allah lewat kisah umat nabi Nuh dalam Al-Qur’an. Apakah ini tidak keterlaluan? Tanya Ulil. Hal itu dipermasalahkan oleh Ulil, karena menurutnya “tidak proporsional”. Bagi orang yang faham Al-Qur’an, hal tersebut proporsional. Dan itu pun sudah lewat peringatan dari Allah. Bahwa orang-orang kafir pada zaman nabi Nuh jika tidak beriman kepada nabi Nuh akan ditenggelamkan. Dan “pemusnahan” ini pun lewat permohonan nabi Nuh (Qs. Nuh [71]: 26-27), bukan insiatif Allah per se. Bahkan ketika nabi Nuh ‘protes’ kepada Allah tentang anaknya yang ikut orang kafir dan juga ditenggelamkan oleh Allah, Allah menyatakan bahwa ilmu nabi Nuh tidak sampai untuk memahaminya. (Qs. Hud [11]: 25-47 dan al-Mu’min [23]: 27, 32-42). Konon lagi kita menuduh Allah –dan kita anggap ini kritis—“brutal” dan “tidak proporsional”. Sekelas nabi Nuh kah kita?Berbeda dengan Bible. Umat nabi Nuh ditenggelamkan karena Allah “menyesal” melihat manusia yang semakin banyak dan semakin jahat di atas permukaan bumi. Tuhan dalam versi Bible ini pun mengirimkan “banjir bandang” yang luar biasa. Bukanya itu, seluruh hewan yang ada di atas dunia dimusnahkan oleh Allah.
6:4 Pada waktu itu orang-orang raksasa ada di bumi, dan juga pada waktu sesudahnya, ketika anak-anak Allah menghampiri anak-anak perempuan manusia, dan perempuan-perempuan itu melahirkan anak bagi mereka; inilah orang-orang yang gagah perkasa di zaman purbakala, orang-orang yang kenamaan.
6:5 Ketika dilihat TUHAN, bahwa kejahatan manusia besar di bumi dan bahwa segala kecenderungan hatinya selalu membuahkan kejahatan semata-mata,
6:6 maka menyesallah TUHAN, bahwa Ia telah menjadikan manusia di bumi, dan hal itu memilukan hati-Nya.
6:7 Berfirmanlah TUHAN: "Aku akan menghapuskan manusia yang telah Kuciptakan itu dari muka bumi, baik manusia maupun hewan dan binatang-binatang melata dan burung-burung di udara, sebab Aku menyesal, bahwa Aku telah menjadikan mereka.” (Kejadian 6: 4-7). Masya Allah. Tuhan apakah yang ada dalam Bible ini? Tentu sangat berbeda dengan kisah Nuh di atas. Setiap pasang hewan dibawa naik ke atas kapal oleh nabi Nuh, karena dia dan umatnya yang beriman akan mendirikan kehidupan yang baru di bukit Judi. Kisah nabi Musa yang “menyebrangi laut” pun membuat Ulil ragu. Karena dia terpengaruh oleh pemikirn Richard Dawkins dan Sam Harris. Dia bukannya mempertahankan bahwa keajaiban yang terjadi dalam Al-Qur’an adalah “mukjizat”, malah “membebek” kepada pemikiran skeptis seperti itu. Menyedihkan. Benar-benar menyedihkan jika ada seorang Muslim yang seperti itu. Apa yang tidak mungkin bagi Allah? Dalam beberapa ayat Al-Qur’an Allah menjelaskan bahwa jika DIA ingin melakukan sesuatu, cukup dengan ‘innama amruhu idza arada syai’an an yaqula lahu kun fayakun’. Nabi Ibrahim tidak terbakar, tentu “bukan dongeng”. Dan semuanya terjadi atas perintah dan kehendak Allah. Karena bagi Allah api itu “relatif”: bisa panas, dingin bahkan hangat kuku. Karena api adalah milik-Nya, bukan milik raja Namrudz. Urgensi Teologi ApologetikHemat penulis, teologi apologetik sangat diperlukan. Apakah akan menimbulkan kekerasan dan negatif? Bisa jadi ya, bisa jadi tidak. Di Mesir sendiri, umat Kristen banyak mengamalkan ini, lewat metode yang mereka sebut dengan al-lahut al-dhifa’iy (teologi apologetik). Di satu sisi ini mungkin dianggap “ekslusif”, tapi di sisi yang lain ini akan menguatkan keimanan pemeluk agama masing-masing. Dan tradisi ini sudah lama diamalkan oleh kedua belah pihak, khususnya ulama klasik Islam.Penjelasan tentang sosok (pribadi) Yesus, misalnya, sudah dimulai oleh Ja’far ibn Abi Thalib ketika berhadapan dengan para pendeta Negus (Najasyi) di Abessinia (Ethiopia). Untuk mempertahankan dan membela kesucian Al-Qur’an dan akidah Islam, ulama kita kemudian banyak yang menulis buku-buku kristologi, seperti ‘Anti-Christian Polemic in Early Islam: Abu Isa al-Warraq Against the Trinity’ (edited and translated by David Thomas [The Bishop of Blackburn’s Adviser on Inter-Faith Relations], Cambridge-New York: Cambridge University Press). Dalam buku ini, Abu Isa al-Warraq mengkritik dogma Trinitas yang tidak masuk akal dalam agama Kristen; Abu Hamid al-Ghazali menulis al-Radd al-Jamil ‘ala Uluhiyyat ‘Isa bi Sharih al-Injil; Ibnu Taimiyyah menulis ‘al-Jawab al-Shahih liman Baddala Din al-Masih’; Ibnu Qayyim al-Jauziyyah menulis ‘Hidayat al-Hiyara fi Ajwibat al-Yahud wa al-Nashara’; dan ‘Allamah al-Hindi menulis ‘Izhar al-Haqq’. Dari kalangan ulama kontemprer, misalnya, Ahmed Deedat menulis ‘The Choice: Islam and Christianity’; Syeikh Muhammad al-Ghazali menulis ‘Shaihah al-Tahdzir min Du’at al-Tanshir’; Ismail R. al-Faruqi menulis ‘Christian Ethics: A Historical and Systematic Analysis of Its Dominant Ideas’ (Kuala Lumpur: Pustaka Hidayah, ttp); Kamar Oniah Kamaruzaman menulis ‘Early Muslim Scholarship in Religionswissenchaft: The Works and Contribution of Abu-Rayhan Muhammad ibn Ahmad Al-Biruni’ (Kuala Lumpur: International Institute of Islamic Thought and Civilization (ISTAC: 2003). Dalam buku ini, Al-Biruni, setelah menjelaskan keempat Gospels yang ada (Matius, Markus, Lukas dan Yohanes), “mengkritik” geneologi Kristus (Messiah). Kamar Oniah menulis: “Al-Biruni also highlights some discrepancies that are found among these Gospels, particularly those which pertain to the geneology of the Messiah, thereby indicating the inaccuracy of the information in them.” (Oniah, p. 159). Dan jika kita lihat Gospel yang berbicara tentang geneologi Kristus memang tidak akurat (Bandingkan: Matius 1: 6-16 dan Lukas 3: 23-31).Kerja-kerja kristologi seperti ini tentu akan membuka pintu dialog yang kritis. Sehingga akan muncul tanggapan dan sanggah yang kritis pula. Dengan catatan bahwa budaya kritik itu harus dibangun di atas “fakta dan data”, bukan berdasarkan sentimentil tanpa dasar. Dengan begitu, jalan menuju kebenaran pun semakin terbuka lebar. Buktinya dapat kita lihat, bagaimana Ahmed Deedat membuktikan kebenaran Al-Qur’an yang merespon berbagai penyimpangan dan distorsi dalam Bible. Hal itu membuka mata para pendeta dan pastor bahwa memang dalam kitab ‘suci’ mereka ada problem serius. Dan para ilmuwan dan kristolog Muslim di atas tentunya harus dijadikan sebagai “uswatun hasanah” dalam membela akidah Islam. Kesimpulannya, umat Islam –dan mungkin juga umat yang lain—sah-sah saja membaca kitab ‘sucinya’ sendiri maupun kitab suci orang lain secara “apologetik”. "
* Qosim Nursheha Dzulhadi, staf pengajar di pondok pesantren Ar-Raudhatul Hasanah, Medan-Sumatera Utara. Penulis juga peminat Qur’anic-Hadith Studies and Christology. Sekarang sedang mengikuti Program Kaderisasi Ulama di Centre for Islamic and Occidental Studies (CIOS), ISID-Gontor Ponorogo.
sumber : forum.swaramuslim.net
Selasa, 23 Desember 2008
MENYELAMATKAN JURU SELAMAT
oleh : Oleh : DR. H. Sanihu Munir, SKM, MPH. .daftar Isi :
A. Pengertian Juruselamat
|
001. TANYA: |
|
|
|
|
006. TANYA: |
|
|
|
|
|
|
Paulus Menghapus Hukum Taurat
oleh :DR. H. Sanihu Munir, SKM, MPH. 013. TANYA: |
|
|
Penebusan Dosa Atau Berqurban?
Oleh : DR. H. Sanihu Munir, SKM, MPH.C. Penebusan Dosa Atau Berqurban?
|
|
|
|
019. TANYA: |
|
|
|
|
|
Arsip Blog
-
▼
2008
(73)
-
▼
Desember
(45)
- CERAMAH AKHIR TAHUN HIJRIYAH 1429
- RENUNGAN 1 MUHARRAM 1430 H
- Refleksi Ibadah Haji Penangkal Jeratan Sistem Dajjal
- Teologi Apologetik dalam Membaca “Kitab Suci”
- MENYELAMATKAN JURU SELAMAT
- Paulus Menghapus Hukum Taurat
- Penebusan Dosa Atau Berqurban?
- Merekayasa Dalil
- Pemalsuan Kitab Suci
- Penyembuhan Atas Nama Yesus
- SEJARAH NATAL
- KELAHIRAN YESUS MENURUT BIBLE
- Wanita Sumber Dosa
- MISTERI NATAL
- Contoh-Contoh Misinterpretasi terhadap
- Bible bingung,Tuhan bisa dilihat atau tidak?
- Al-Qur’an Dan Islam Dari Kacamata Barat
- Sejarah Pengumpulan al-Qur’an: Jawapan Kepada Peng...
- Benarkah “Kalimatullah” Bermaksud Tuhan?
- Membongkar Kebobrokan Penafsiran Surah Az-Zukhruf,...
- Ismail atau Ishak ?
- Menjawab Hambran Ambrie
- KISAH KETA’ATAN DAN KEMUNGKARAN DALAM AL-QUR’AN; S...
- SEJARAH PERKEMBANGAN MANUSIA; MENURUT AL-QUR'AN DA...
- IDENTIFIKASI AL-QUR’AN TENTANG FIR’AUN EKSODUS
- ABRAHAH, ISLAM LIBERAL DAN AL-QUR’AN EDISI KRITIS
- HHanya dari Sara keturunan Ibrahim yang dijanjikan ?
- Ujian yang nyata pada Kisah pengorbanan Ibrahim
- masalah-masalah pernikahan di dalam Al Kitab
- Kredo Nikaia Suatu Kedustaan Besar
- Benarkah Kitab Bilangan 1:20 dan Klaim Pendeta Kri...
- The Acts of John Membantah Yesus Mati Disalib
- Apocalypse Peter Membantah Yesus Mati Disalib
- Sejarah Perjanjian Baru Dan Perubahannya
- PERJANJIAN LAMA DAN PERUBAHANNYA
- SEJARAH AWAL KRISTEN: SELAYANG PANDANG
- Kisah Abraham,Ishaq dan Abimelekh
- Machmadim atau Mahamadim
- Tutorial Transliterasi Bible Bahasa Ibrani
- Kepalsuan Taurat Kitab Kejadian pasal 17
- Perjalanan Nabi Ibrahim Ke Arabia Menurut Alkitab
- Kepalsuan Revelation
- Ismail atau Ishak yang dikurbankan : Versi Islam d...
- Paran, Baka, Mekkah, dan Nubuat Muhammad
- Ismael : Keledai liar atau subur?
-
▼
Desember
(45)

Gratis Download Ebook,Mp3 dan Software Islam's Fan Box
