QUR-AN DAN SAINS MODERN
I. PENGANTAR
Secara apriori mengasosiasikan Qur-an dengan Sains, adalah
mengherankan, apalagi jika asosiasi tersebut berkenaan
dengan hubungan harmonis dan bukan perselisihan antara
Qur-an dan Sains. Bukankah untuk menghadapkan suatu kitab
suci dengan pemikiran-pemikiran yang tak ada hubungannya
seperti ilmu pengetahuan, merupakan hal yang paradoks bagi
kebanyakan orang pada zaman ini? Sesungguhnya sekarang para
ahli Sains yang kebanyakannya terpengaruh oleh teori
materialis, menunjukkan sikap acuh tak acuh bahkan sifat
rnerendahkan terhadap soal-soal agama, karena mereka
memandangnya sebagai hal yang didasarkan atas legenda.
Selain daripada itu, di negeri Barat (negeri pengarang, dan
kalangan orang-orang yang terpelajar menurut sistem Barat),
jika seseorang berbicara tentang Sains dan agama, kata agama
itu difahami sebagai agama Yahudi dan Kristen tetapi tak ada
orang yang memasukkan Islam dalam kata agama itu. Tentang
Islam, orang Barat mempunyai gambaran yang salah dan karena
itu mereka juga menunjukkan penilaian yang salah, sehingga
sampai hari ini sangat susah bagi mereka untuk mendapatkan
gambaran yang tepat dan sesuai dengan ajaran Islam yang
sebenarnya.
Sebagai pengantar untuk konfrontasi antara Wahyu Islam dan
Sains, adalah sangat perlu untuk memberikan suatu tinjauan
tentang agama yang sangat tidak dikenal di negeri kita
(Europa, Perancis).
Penilaian yang salah terhadap Islam di Barat adalah akibat
kebodohan atau akibat sikap meremehkan dan mencemoohkan yang
dilakukan secara sistematis. Akan tetapi di antara
kekeliruan-kekeliruan yang tersiar, yang paling berbahaya
adalah kekeliruan-kekeliruan atau pemalsuan fakta; jika
kekeliruan penilaian dapat dimaafkan, maka penyajian fakta
yang bertentangan dengan fakta yang sebenarnya, tidak dapat
dimaafkan. Adalah menyedihkan jika kita membaca
kebohongan-kebohongan besar dalam buku-buku yang serius yang
ditulis oleh pengarang-pengarang yang mestinya sangat ahli.
Umpamanya kita baca dalam Encyclopedia Universalis, jilid
VI, artikel : Evangile (Injil), suatu isyarat kepada
perbedaan antara Injil dan Qur-an. Pengarang artikel
tersebut menulis: "Pengarang-pengarang Injil tidak
mengaku-aku, seperti Qur-an, menyampaikan otobiografi
(riwayat hidup diri sendiri) yang didiktekan oleh Tuhan
kepada Rasulnya secara ajaib." Begitulah kata penulis itu,
padahal Qur-an bukan otobiografi. Qur-an adalah tuntunan dan
nasehat. Terjemahan Qur-an yang paling jelek juga dapat
mengungkapkan kenyataan ini kepada pengarang artikel
tersebut. Pernyataan tersebut di atas, yakni bahwa Qur-an
itu otobiografi sama besar kesalahannya dengan orang yang
mengatakan bahwa Injil itu adalah riwayat hidup
pengarangnya.Yang bertanggung jawab tentang pemalsuan
terhadap idea Qur-an itu adalah seorang guru besar di
Fakultas teologi Yesuite di kota Lion (Perancis selatan);
tersiarnya kekeliruan semacam ini telah membantu memberi
gambaran yang salah tentang Qur-an dan Islam.
Walaupun begitu tetap ada harapan untuk memperbaiki keadaan,
karena sekarang agarna-agama tidak hidup sendiri-sendiri;
banyak agama yang mencari perkenalan dan pemahaman timbal
balik. Kita terharu dengan fakta bahwa pada eselon tertinggi
orang-orang Katolik berusaha untuk memelihara hubungan
dengan umat Islam, serta menghilangkan kesalahfahaman dan
mengoreksi gambaran-gambaran yang keliru tentang Islam.
Saya telah menyebutkan perubahan besar yang terjadi
pada-tahun-tahun yang terakhir ini dan menyebutkan pula
suatu dokumen yang dikeluarkan oleh Sekretariat Vatikan
untuk orang-orang bukan Kristen. Dokumen tersebut berjudul:
Orientasi untuk dialog antara umat Kristen dan umat Islam,
dokumen itu sangat berarti karena sikap-sikap baru terhadap
Islam. Dalam cetakan ketiga (1970) kita dapatkan ajakan
untuk "meninjau kembali sikap-sikap kita terhadap Islam, dan
mengkritik purbasangka kita" kita dapatkan pula kata-kata
seperti "kita harus bekerja keras lebih dahulu untuk merubah
cara berfikir saudara-saudara umat Kristen, secara bertahap;
ini adalah yang paling penting," "kita harus meninggalkan
gambaran gambaran kuno yang kita warisi dari masa lampau
atau gambaran-gambaran yang dirubah oleh prasangka dan
fitnahan," "kita harus mengakui ketidak adilan yang
dilakukan oleh Barat yang beragama Kristen terhadap umat
Islam." Dokumen Vatikan yang terdiri dari 150 halaman itu
menolak pandangan-pandangan kuno umat Kristen terhadap Islam
dan menerangkan hal-hal yang sebenarnya .
Di bawah judul: "membebaskan diri kita daripada
prasangka-prasangka yang sangat mashur," para penulis
dokumen tersebut mengajak umat Kristen sebagai berikut: "Di
sini kita harus melakukan pembersihan yang mantap dalam cara
berfikir kita. Secara khusus kami pikirkan penilaian
tertentu yang "sudah jadi" yang sering dilakukan orang
secara sembrono terhadap Islam. Adalah sangat penting untuk
tidak menghidup-hidupkan dalam hati sanubari kita,
pandangan-pandangan yang dangkal dan arbitrer yang tidak
dikenal oleh orang Islam yang jujur.
Salah satu daripada pandangan arbitrer yang sangat penting
untuk diberantas adalah pandangan yang mendorong untuk
memakai kata "Allah" secara sistematis untuk menunjukkan
Tuhannya umat Islam, seakan-akan Tuhannya umat Islam itu
bukan Tuhannya umat Kristen.
Allah dalam bahasa Arab berarti Tuhan, Tuhan yang maha Esa,
maha Tunggal. Oleh karena itu untuk menterjemahkannya dalam
bahasa Perancis kita harus rnemakai kata "Dieu," dan tidak
cukup hanya mengambil alih kata arab ("Allah") karena kata
ini tak dimengerti orang Perancis. Bagi umat Islam, Allah
itu juga Tuhannya Nabi Musa dan Tuhannya Yesus."
Dokumen Sekretariat Vatikan bagi umat bukan Kristen
menekankan hal yang fundamental ini sebagai berikut:
"Adalah tak berguna untuk mengikuti pendapat beberapa orang
Barat bahwa Allah itu sesungguhnya bukan Tuhan! Teks-teks
yang dihasilkan oleh Konsili telah membenarkan kata-kata di
atas. Orang tidak akan dapat meringkaskan kepercayaan Islam
tentang Tuhan, secara lebih baik dari kata-kata Lumen
Gentium (cahaya bagi manusia ) bagian dari Dokumen Konsili
Vatikan II (1962-1965) yang berbunyi: "Orang-orang Islam
yang mengikuti aqidah Nabi Ibrahim menyembah bersama kita
kepada Tuhan yang Tunggal, yang maha penyayang, yang akan
mengadili manusia pada hari akhir."
Semenjak itu orang mengerti mengapa orang Islam melakukan
protes terhadap kebiasaan orang Barat memakai kata 'Allah'
untuk Tuhan. Orang-orang Islam yang terpelajar memuji
terjemahan Qur-an oleh D. Masson yang memakai kata "Dieu"
(Tuhan) dan tidak memakai kata "Allah."
Orang Islam dan orang Kristen menyembah Tuhan yang maha
Tunggal.
Kemudian Dokumen Vatikan mengkritik penilaian-penilaian lain
yang salah terhadap Islam.
"Fatalisme" Islam, suatu prasangka yang tersiar luas,
dibahas dengan mengutip beberapa ayat Qur-an. Dokumen
Vatikan tersebut menunjukkan hal-hal yang sebalik Fatalisme,
yakni bahwa manusia itu akan diadili menurut tindakannya di
Dunia.
Dokumen Vatikan tersebut juga menunjukkan bahwa konsep
yuridisme atau legalisme dalam Islam itu salah, yang benar
adalah sebaliknya, yakni kesungguhan dalam Iman.
Dibawakannya pula dua ayat yang sangat tidak dikenal orang
di Barat. Ayat pertama: "Tak ada paksaan dalam agama" (Surat
2 ayat 256). Ayat kedua: "Dan Tuhan tidak menjadikan dalam
agama sesuatu hal yang memaksa." (Surat 22 ayat 78)
Dokumen Vatikan tersebut juga menentang ide yang tersiar
luas bahwa Islam itu adalah agama "rasa takut," dan
menjelaskan bahwa Islam adalah agama cinta, cinta kepada
orang-orang yang dekat, cinta yang berakar dalam Iman kepada
Allah. Dokumen Vatikan tersebut juga menolak anggapan bahwa
tak ada "moral Islam," serta anggapan yang dianut oleh orang
Yahudi dan orang Kristen bahwa Islam itu adalah agama
fanatisme. Dalam hal ini Dokumen tersebut mengatakan:
"Sesungguhnya, Islam dalam sejarahnya tidak pernah lebih
fanatik daripada kota-kota suci Kristen ketika kepercayaan
Kristen bercampur dengan nilai politik." Di sini para
pengarang Dokumen Vatikan menyantumkan ayat-ayat Qur-an yang
diterjemahkan oleh orang Barat sebagai "Perang Suci."
"Perang suci yang dimaksudkan, dalam bahasa Arabnya adalah:
Al Jihad fi sabililah, usaha keras untuk menyiarkan agama
Islam dan mempertahankannya terhadap orang-orang yang
melakukan agressi." Dokumen Vatikan meneruskan
keterangannya: "Al Jihad bukan "kherem" yang tersebut dalam
Injil. Jihad tidak bermaksud untuk memusnahkan orang lain,
akan tetapi untuk menyiarkan hak-hak Tuhan dan hak-hak
manusia di negeri-negeri baru."
Kekerasan yang timbul dalam Jihad adalah gejala-gejala yang
mengikuti hukum perang. Pada waktu peperangan Salib bukanlah
orang- Islam yang selalu melakukan pembantaian
besar-besaran.
Dokumen Vatikan akhirnya membicarakan purbasangka bahwa
Islam itu adalah agama beku yang mengungkung para pengkutnya
dalam Abad Pertengahan yang sudah lampau dan menjadikan
mereka tidak sanggup untuk menyesuaikan diri dengan kemajuan
tehnik pada zaman modern. Dokumen tersebut menyebutkan
perbandingan dengan situasi-situasi serupa yang terdapat di
negara-negara Kristen dan menyatakan "Kami menemukan dalam
perkembangan tradisional pemikiran Islam suatu prinsip
evolusi yang dapat menjadi pedoman untuk masyarakat
beradab."
Bahwa Vatikan mempertahankan Islam, saya yakin, akan
mengherankan pengikut-pengikut agama masa kini, baik ia
orang Yahudi, orang Kristen atau orang lslam. Gejala
tersebut merupakan manifestasi kesungguhan dan pikiran yang
terbuka yang bertentangan sama sekali dengan sikap-sikap di
masa dahulu. Tetapi sayang, sangat sedikit sekali
orang-orang Barat yang mengetahui pergantian sikap yang
diambil oleh eselon tertinggi daripada Gereja Katolik.
Setelah kita mengetahui hal tersebut di atas kita tidak
begitu heran untuk mendengarkan langkah-langkah konkrit
selanjutnya yang dilaksanakan untuk pendekatan ini.
Mula-mula adalah kunjungan resmi kepala Secretariat Vatikan
untuk orang-orang bukan Kristen kepada (almarhum) Sri
Baginda Raja Faesal, raja Saudi Arabia, kemudian kunjungan
ulama-ulama Besar dari Saudi Arabia kepada Sri Paus Paul Vl
pada tahun 1974. Kita merasakan arti spiritual yang dalam
ketika Monsigneur Elchinger menerima para ulama itu di
Cathedral Strasbourg dan mempersilahkan mereka untuk
sembahyang di tengah-tengah Cathedral, walaupun menghadap ke
arah Ka'bah.
Jika wakil-wakil tertinggi daripada umat Islam dan umat
Kristen, dalam rasa kepercayaan kepada Tuhan yang sama dan
rasa hormat menghormat terhadap perbedaan yang ada diantara
mereka telah sefaham untuk melakukan dialog agama, apakah
tidak wajar jika aspek-aspek lain dari kedua agama itu juga
dihadapi? Maksud daripada konfrontasi ini adalah
penyelidikan tentang Kitab Suci atas dasar hasil-hasil
penyelidikan ilmiah dan pengetahuan-pengetahuan kritik
kebenaran. Penyelidikan teks-teks ini harus dilakukan
terhadap Qur-an sebagaimana ia telah dilakukan terhadap
agama Yahudi dan Kristen.
Hubungan antara agama-agama dan Sains tidak sama di segala
tempat dan segala masa. Adalah suatu fakta bahwa tak ada
kitab suci agama monotheist yang menghukum Sains. Tetapi
dalam prakteknya, kita harus mengakui bahwa ahli-ahli Sains
bercekcok dengan penguasa keagamaan tertentu. Di dunia
Kristen, selama beberapa abad, pembesar-pembesar menentang
perkembangan Sains atas initiatif mereka sendiri dan tidak
bersandar kepada teks autentik dalam Kitab Suci. Terhadap
mereka yang memajukan Sains, mereka melancarkan
tindakan-tindakan yang kita ketahui dalam sejarah, yaitu
tindakan-tindakan yang menjerumuskan para ahli Sains dalam
pembuangan, jika mereka ingin selamat daripada hukuman "mati
dibakar," atau sedikitnya memaksa mereka untuk menebus dosa
mereka dan memperbaiki sikap mereka serta memohon maaf.
Dalam hal ini, kita ingat peradilan Galile yang dituntut
hanya karena ia mengikuti penemuan Copernikus tentang
peredaran bumi. Galile kemudian dihukum dengan alasan
menafsirkan Bibel secara keliru sebab tidak ada Kitab Suci
yang dapat dibantah.
Bagi Islam, sikap terhadap Sains pada umumnya sangat
berlainan. Tak ada yang lebih jelas daripada hadits Nabi
yang sangat masyhur. "Tuntutlah ilmu walaupun di negeri
Cina" atau hadits lain yang maksudnya: mencari ilmu adalah
wajib bagi seorang muslimin dan seorang muslimat. Adalah
suatu kenyataan yang penting seperti yang akan kita lihat
dalam fasal ini nanti, bahwa Qur-an yang mengajak
memperdalam Sains. Qur-an itu memuat bermacam-macam
pemikiran tentang fenomena alam, dengan perinci yang
menerangkan hal-hal yang secara pasti cocok dengan Sains
modern. Dalam hal ini tak ada hal yang serupa itu dalam
agama Yahudi dan Kristen.
Tetapi adalah salah jika orang mengira bahwa dalam sejarah
Islam, beberapa orang Islam mempunyai sikap yang berlainan
terhadap Sains. Memang terjadi bahwa pada suatu waktu,
kewajiban untuk belajar dan mengajar orang lain itu disalah
fahamkan, dan orang pernah berusaha memberhentikan
perkembangan ilmu pengetahuan. Tetapi perlu kita ingat bahwa
pada zaman kejayaan Islam, antara abad VIII dan abad XII M.
pada waktu orang membatasi perkembangan ilmu pengetahuan
dipersempit di negara-negara Kristen, banyak sekali
penyelidikan dan penemuan yang dilakukan orang di
Universitas-universitas Islam. Pada waktu itulah kita
dapatkan kebudayaan yang luar biasa. Di Cordoba (Qurtubah)
perpustakaan Khalifah memuat 400.000 buku; Ibnu Rusyd
mengajar di situ. Banyak orang dari berbagai daerah di Eropa
datang ke Qurtubah untuk belajar, seperti pada waktu ini
banyak orang belajar ke Amerika Serikat. Banyak
manuskrip-manuskrip lama sampai kepada kita dengan
perantaraan orang-orang Arab, dan membawa kebudayaan kepada
negeri-negeri yang ditaklukkan. Banyak hutang kami
(orang-orang Barat) kepada pengetahuan Arab dalam matematika
(kata al jabar adalah kata Arab), astronomi, fisika dan
optik, geologi, ilmu tumbuh-tumbuhan (botanik), ilmu
kedokteran (Ibnu Sina) dan lain-lain. Untuk pertama kali
Sains mempunyai sifat internasional dalam Universitas Islam
pada abad pertengahan. Pada waktu itu manusia lebih
mempunyai jiwa keagamaan daripada sekarang, akan tetapi
dalam Dunia Islam hal tersebut tidak menghalangi seseorang
untuk menjadi orang yang mukmin dan pandai sekaligus. Sains
adalah saudara kembar daripada agama, dan akan tetap begitu.
Dalam negara-negara Kristen, abad pertengahan adalah abad
stagnasi dan conformisme mutlak. Penyelidikan ilmiah
dikekang, bukan oleh agama Yahudi dan Kristen, akan tetapi
oleh mereka yang mengaku mengabdi kepada agama-agama
tersebut. Sesudah Renaissance, reaksi yang wajar daripada
ahli ilmu pengetahuan adalah untuk membalas dendam kepada
musuh mereka kemarin, dan pembalasan dendam itu berlangsung
sampai sekarang. Pada waktu ini, di negeri Barat, untuk
bicara tentang Tuhan di kalangan ilmuwan adalah janggal.
Sikap semacam ini juga terdapat dalam otak-otak yang muda
yang menerima pengetahuan dari universitas-universitas
Barat, termasuk otak-otak muda Islam.
Hal tersebut di atas adalah wajar karena ahli-ahli
pengetahuan Barat yang terkemuka selalu-mengambil sikap yang
ekstrim. Seorang yang pernah meraih hadiah Nobel dalam ilmu
kedokteran pada tahun-tahun akhir ini telah menulis dalam
satu buku tebal untuk awam, bahwa materi hidup itu tercipta
sendiri secara kebetulan daripada unsur-unsur elementer. Dan
bertitik tolak dari materi hidup yang sederhana itu, dengan
pengaruh bermacam-macan faktor luar, terbentuklah benda
hidup yang teratur dan secara berangsur-angsur akhirnya
menjadi benda hidup yang sangat complex, yaitu manusia.
Tetapi orang yang memikirkan secara mendalam hasil-hasil
yang mengagumkan daripada Sains masa kini dalam bidang
"kehidupan" akan sampai kepada natijah (konklusi) yang
sebaliknya. Pertumbuhan yang terjadi sebelum munculnya
"kehidupan" serta pemeliharaan "kehidupan" itu akan nampak
sangat berbelit-belit (complicated). Lebih banyak kita
mengetahui perincian-perinciannya, lebih banyak pula kita
merasa heran dan takjub. Sesungguhnya jika kita mengetahui
perinci-perinci itu lebih banyak, kita lebih condong untuk
mengurangi unsur: "kebetulan" dalam fenomena "kehidupan."
Lebih banyak kita memiliki ilmu pengetahuan, khususnya
mengenai hal-hal yang sangat kecil, lebih menonjollah
argumentasi tentang adanya zat "pencipta." Tetapi manusia
bukannya tunduk kepada fakta-fakta tersebut di atas, malahan
ia menjadi sombong. Ia merasa berhak untuk menertawakan ide
tentang Tuhan dan ia menganggap remeh segala sesuatu yang
menghalangi kemauannya untuk kenikmatan dan kelezatan.
Itulah masyarakat materialis yang sekarang ini berkembang di
Barat.
Kekuatan spirituil manakah yang dapat menghadapi polusi
pemikiran para ahli pengetahuan modern sekarang?
Agama Kristen dan agama Yahudi telah menunjukkan
ketidak-mampuannya untuk membendung banjir materialisme
serta ateisme di Barat. Agama Kristen dan agama Yahudi dalam
keadaan kacau balau, dan dari tahun ke tahun telah
menunjukkan daya tahan yang berkurang terhadap aliran yang
akan menghancurkannya; seorang materialis ateis hanya dapat
melihat dalam agama Kristen klasik, suatu agama yang
diciptakan oleh manusia 2000 tahun yang lalu untuk
menegakkan kekuasaan sekelompok kecil manusia terhadap
manusia-manusia lain. Ia tidak dapat melihat dalam kitab
suci Yahudi Kristen suatu bahasa yang ada hubungannya dengan
bahasanya sendiri walaupun terlalu jauh; kitab suci Yahudi
Kristen memuat hal-hal yang keliru, yang kontradiksi dan
yang tidak sesuai dengan penemuan-penemuan ilmiah modern,
sehingga ia tidak mau mempertimbangkan teks-teks yang oleh
kebanyakan ahli-ahli teologi dipaksakan untuk diterima semua
sebagai keseluruhan.
Bagaimana kalau ada orang yang mengajaknya berbicara tentang
Islam? Ia akan tertawa lebar yang menunjukkan bahwa ia tidak
banyak mengetahui tentang agama. Sebagai kebanyakan kaum
terpelajar dari bermacam-macam agama, ia mempunyai
gambaran-gambaran yang salah tentang Islam.
Dalam hal ini, kita harus menerima beberapa alasan. Pertama,
dengan mengecualikan sikap-sikap baru dari tingkatan
tertinggi daripada Gereja Katolik yang mulai menunjukkan
hormat kepada Islam. Islam di negara-negara Barat selalu
menjadi objek daripada "diffamation seculaire" (cemoohan
penganut-penganut secularisme). Semua orang, Barat yang
mempunyai pengetahuan dalam tentang Islam, mengetahui bahwa
sejarahnya, dogmanya dan tujuannya sudah jauh dibelokkan
orang. Kedua, dokumen-dokumen dalam bahasa-bahasa Barat
mengenai Islam yang sudah diterbitkan, tidak mempermudah
usaha seorang yang ingin mempelajari Islam. Dalam hal ini
kita dapat mengecualikan beberapa penyelidikan-penyelidikan
yang sangat khusus.
Dalam hal mempelajari Islam, pengetahuan tentang wahyu dalam
Islam adalah sangat pokok (fundamental). Tetapi
bagian-bagian daripada Qur-an khususnya yang ada hubungannya
dengan hasil-hasil perkembangan Sains sering diterjemahkan
secara keliru atau ditafsirkan sedemikian rupa sehingga
seorang ahli Sains akan melancarkan kritik yang tidak tepat
terhadap Qur-an, walaupun kritik-kritik kelihatannya benar.
Ada satu hal yang perlu kita garis bawahi: terjemahan yang
tidak tepat dan penafsiran yang keliru (keduanya biasanya
terjadi bersama-sama) yang tidak mengherankan pada satu atau
dua abad yang lalu, pada waktu sekarang mengejutkan ahli
Sains yang menolak untuk mempertimbangkan secara serius,
suatu kata-kata yang diterjemahkan secara salah sehingga
memberi keterangan yang tak dapat diterima menurut
perkembangan Sains sekarang. Dalam bab tentang terjadinya
janin manusia, kita akan melihat contoh kekeliruan seperti
itu.
Mengapa terjadi kekeliruan dalam menterjemahkan Qur-an? Hal
ini terjadi oleh karena penterjemah-penterjemah modern
sering hanya mengambil alih interpretasi para ahli tafsir di
zaman dahulu, tanpa pendirian kritik. Para ahli tafsir zaman
dahulu itu dapat dimaafkan jika mereka memilih satu daripada
beberapa arti kata bahasa Arab, oleh karena mereka tidak
mengerti arti yang benar daripada kata atau kalimat itu,
yaitu arti yang baru sekarang nampak dengan jelas berhubung
kemajuan pengetahuan kita tentang Sains. Dengan kata lain,
perlu dilakukan peninjauan kembali terhadap terjemahan atau
tafsiran-tafsiran yang tak dapat dilaksanakan secara baik
pada suatu masa, karena sekarang kita sudah memiliki arti
kata-kata yang sebenarnya. Persoalan penterjemahan seperti
tersebut tidak timbul dalam wahyu Yahudi Kristen . Soal itu
hanya khusus mengenai Qur-an.
Aspek-aspek ilmiah yang khusus untuk Qur-an itu sangat
mengherankan aku, karena aku sama sekali tidak mengira bahwa
dalam teks yang disusun semenjak lebih dari 13 abad, aku
dapat menemukan keterangan-keterangan tentang hal-hal yang
bermacam, yang sangat cocok dengan pengetahuan ilmiah
modern. Pada permulaannya aku sama sekali tidak percaya
dengan Islam. Aku mulai menyelidiki teks Qur-an dengan
pikiran yang bebas dari segala prasangka, dan dengan pikiran
obyektif. Jika ada faktor yang mempengaruhi aku, faktor itu
adalah pendidikan yang aku terima ketika aku masih muda,
pada waktu orang menamakan orang Islam dengan nama
"Mohametans" untuk memberi kesan bahwa Islam adalah agama
yang didirikan oleh seorang insan dan saleh karena itu agama
itu tidak ada nilainya di hadirat Tuhan. Sebagai kebanyakan
orang Barat, aku terpengaruh dengan pikiran-pikiran yang
salah tentang Islam, dan aku merasa heran jika aku bertemu
dengan orang-orang yang mengetahui soal-soal ke-Islaman, di
luar kalangan para ahli (spesialis). Oleh karena itu aku
mengaku terus terang bahwa sebelum mempunyai gambaran
tentang Islam yang berlainan dengan gambaran orang Barat,
aku sendiri sangat tidak tahu tentang Islam, jika akhirnya
aku mengetahui bahwa penilaian Barat tentang Islam itu
salah, hal itu adalah karena kejadian-kejadian yang
istimewa. Di Saudi Arabialah aku menemukan bahan-bahan
apresiasi yang menunjukkan kepadaku betapa salahnya pendapat
orang-orang Barat tentang Islam.
Aku berhutang budi besar kepada almarhum Sri Baginda Raja
Faisal yang aku hormati. Aku dapat mendengar daripadanya
keterangan-keterangan tentang Islam, dan aku dapat
membicarakan soal-soal penafsiran Qur-an mengenai Sains
modern. Semua itu tak akan dapat aku lupakan. Sesungguhnya
aku merasa mendapat kehormatan yang luar biasa dapat
menerima keterangan-keterangan dari Sri Baginda dan para
pengikut-pengikutnya.
Setelah aku dapat mengukur jurang yang memisahkan hakekat
Islam daripada image yang dimiliki oleh orang-orang Barat,
aku merasa ingin belajar bahasa Arab yang aku belum
mengerti, agar dapat membantu aku mempelajari agama yang
sangat tidak dikenal. Tujuanku yang pertama adalah untuk
membaca Qur-an, menyelidiki teksnya, kalimat demi kalimat,
dengan bantuan bermacam kitab tafsir yang sangat diperlukan
untuk penyelidikan yang kritis. Aku mulai tugas itu dengan
memperhatikan keterangan-keterangan Qur-an tentang fenomena
alam. Ketepatan keterangan Qur-an dalam perinci-perincinya,
yaitu hal yang hanya dapat ditemukan dalam teks original,
telah menarik perhatianku karena cocok dengan
konsepsi-konsepsi zaman sekarang. Padahal seorang yang hidup
pada zaman Nabi Muhammad tidak dapat mempunyai ide
sedikitpun tentang hal tersebut. Kemudian aku membaca
beberapa buku karangan orang-orang Islam mengenai aspek
ilmiah daripada teks Qur-an. Buku-buku tersebut memuat
pengetahuan-pengetahuan yang sangat berfaedah, akan tetapi
aku belum pernah melihat di negara-negara Barat, suatu
penyelidikan yang menyeluruh tentang hal ini.Yang menarik perhatian dalam menghadapi teks Qur-an untuk
pertama kali adalah banyaknya hal-hal yang dibicarakan
mengenai penciptaan alam, astronomi, keterangan tentang
bumi, hewan-hewan, tumbuh-tumbuhan dan kelahiran manusia.
Dalam Bibel aku telah menemukan kekeliruan-kekeliruan ilmiah
yang besar, tetapi dalam Qur-an aku tidak menemukan sesuatu,
semua itu mendorong diriku untuk bertanya-tanya: Jika
pengarang Qur-an itu seorang manusia, mengapa pada abad VII
Masehi, orang itu dapat menulis hal-hal yang terbukti cocok
dengan Sains modern? Tidak ada kemungkinan untuk
menyangsikan bahwa teks Qur-an yang kita miliki sekarang
adalah teks yang bersejarah. (Fasal yang akan datang
membicarakan hal ini). Apakah yang dapat kita jadikan
penerangan lahiriyah terhadap kenyataan ini? Menurutku, tak
ada penerangan semacam itu. Tak ada keterang an yang
memuaskan yang dapat menjelaskan bagaimana seorang penduduk
Jazirah Arab, dapat memiliki pengetahuan ilmiah tentang
beberapa hal, dan pengetahuan itu mendahului ilmu
pengetahuan sekarang 13 abad, karena orang itu hidup pada
waktu yang memerintah Perancis adalah Raja Dagobert.
Sudah dibuktikan oleh Sejarah bahwa pada waktu Qur-an
diwahyukan selama 23 tahun (622 M.), pengetahuan ilmiah
terhenti semenjak beberapa abad. Dan sudah dibuktikan pula
bahwa periode berkembangnya kebudayaan Islam dengan kemajuan
ilmiahnya telah terjadi sesudah selesai turunnya wahyu atau
Qur-an. Ada orang yang berkata "Jika dalam Qur-an terdapat
keterangan-keterangan ilmiah yang mentakjubkan, maka
sebabnya pada waktu sebelum itu telah terdapat ahli-ahli
Sains Arab. Muhammad mendapatkan inspirasi dari
karangan-karangan mereka." Untuk dapat menerima keterangan
tersebut kita harus melupakan hal-hal yang terjadi dalam
sejarah. Barang siapa mengetahui sedikit daripada sejarah
Islam dan mengetahui bahwa perkembangan kebudayaan dan Sains
dalam dunia Arab pada abad pertengahan ia tidak akan
menerima khayalan semacam itu. Pemikiran seperti tersebut di
atas sangat tidak tepat apalagi kalau kita ingat bahwa
kebanyakan fakta Sains yang dikatakan oleh Qur-an secara
pasti, baru mendapat konfirmasi pada zaman modern itu.
Kita tahu bahwa selama berabad-abad, banyak ahli tafsir
Qur-an, termasuk mereka yang hidup dalam zaman kejayaan
peradaban Islam, yang telah membuat kesalahan dalam
menafsirkan beberapa ayat Qur-an yang mereka tidak dapat
mengungkap kan arti yang sebenarnya. Hanya pada waktu yang
kemudian, yang dekat daripada zaman kita ini, mereka dapat
menafsirkannya secara benar. Hal ini mengandung arti bahwa
untuk memahami ayat-ayat Qur-an, pengetahuan yang mendalam
tentang bahasa Arab saja tidak cukup. Di samping bahasa
Arab, ahli tafsir perlu memiliki pengetahuan ilmiah yang
bermacam-macam. Penyelidikan tentang Qur-an merupakan
penyelidikan pluridiscipliner, encyclopedical. Dengan
mengikuti persoalan-persoalan yang timbul, orang mengerti
bahwa bermacam-macam pengetahuan ilmiah adalah sangat perlu
untuk memahami ayat-ayat Qur-an tertentu.
Memang Qur-an bukannya suatu buku yang menerangkan
hukum-hukum alam. Qur-an mengandung tujuan keagamaan yang
pokok. Ajakan untuk memikirkan tentang penciptaan alam
dialamatkan kepada manusia dalam rangka penerangan tentang
kekuasaan Tuhan. Ajakan tersebut disertai dengan menunjukkan
fakta-fakta yang dapat dilihat oleh manusia dan
aturan-aturan yang ditetapkan oleh Tuhan untuk mengatur
alam, baik dalam bidang Sains maupun dalam bidang masyarakat
kemanusiaan. Sebagian daripada fakta-fakta tersebut ada yang
mudah difahami, tetapi sebagian lainnya tidak dapat difahami
tanpa pengetahuan ilmiah. Ini berarti bahwa manusia-manusia
pada abad-abad dahulu hanya dapat mengetahui arti-arti yang
nampak dan hal itu dapat membawa mereka kepada konklusi yang
kurang benar karena kekurangan pengetahuan pada waktu itu.
Pemilihan ayat-ayat Qur-an untuk diselidiki segi ilmiahnya
mungkin nampak kecil bagi pengarang-pengarang Islam yang
telah menarik perhatian kepada fakta-fakta ilmiah sebelum
aku. Secara keseluruhan aku rasa memang aku memilih jumlah
yang lebih sedikit. Tetapi di lain fihak, aku telah membahas
ayat-ayat yang sampai sekarang belum diberi perhatian yang
cukup dari segi pandangan ilmiah. Jika aku melakukan
kesalahan karena meninggalkan ayat-ayat yang telah mereka
pilih, aku harap mereka mema'afkan; selain daripada itu,
dalam beberapa buku, aku menemukan interpretasi ilmiah yang
tidak tepat; untuk hal-hal tersebut aku sajikan
interpretasiku pribadi yang didasarkan atas kebebasan
pikiran dan rasa tanggung jawab.
Aku juga menyelidiki apakah dalam Qur-an disebutkan fenomena
yang dapat difahami oleh manusia tetapi belum mendapatkan
konfirmasi daripada Sains modern. Dalam rangka ini aku
merasa bahwa Qur-an memuat isyarat bahwa dalam alam
(universe) ini terdapat planet-planet yang seperti bumi.
Harus kuterangkan bahwa banyak ahli-ahli ilmu pengetahuan
menganggap hal tersebut sangat mungkin, walaupun tingkat
pengetahuan sekarang tidak dapat memberi kepastian. Aku
merasa berkewajiban menuturkan hal ini, dengan reserve yang
harus kita lakukan.
Aku telah melakukan penyelidikan ini semenjak kira-kira 30
tahun. Tetapi ada suatu fakta yang telah disebutkan oleh
Qur-an dan harus ditambahkan kepada hal-hal yang kutulis
mengenai astronomi (ilmu bintang). Fakta dalam Qur-an
tersebut adalah: pembukaan angkasa. Pada waktu itu, orang
meramalkan bahwa setelah percobaan-percobaan peluru-peluru
kendali, pada suatu waktu manusia akan dapat keluar dari
bumi dan menyelidiki angkasa. Orang sudah tahu bahwa ada
ayat Qur-an yang mengatakan bahwa manusia pada satu waktu
akan melaksanakan pembukaan angkasa. Hal tersebut sekarang
sudah terjadi.
Konfrontasi Kitab Suci (Bibel atau Qur-an) dengan Sains,
mengundang pemikiran-pemikiran yang ada hubungannya dengan
"Kebenaran ilmiah;" supaya konfrontasi itu mempunyai arti,
maka argumentasi ilmiah yang menjadi dasar harus sudah
ditetapkan secara pasti dan tidak dapat didiskusikan lagi.
Mereka yang segan menerima campur tangan Sains dalam menilai
Kitab Suci, mengingkari bahwa Sains dapat memberi patokan
untuk perbandingan; (Bibel akan menderita kerugian jika
dikonfrontir dengan Sains, tetapi Qur-an tidak takut
konfrontasi tersebut); Mereka mengatakan bahwa Sains itu
berubah menurut waktu, sehingga sesuatu hal mungkin dapat
diterirna pada suatu waktu, akan tetapi kemudian ditolak.
Soal tersebut di atas memerlukan penjelasan sebagai berikut:
kita harus membedakan teori ilmiah dan fakta yang diamati
dan dikuasai. Teori adalah untuk menerangkan suatu fenomena
atau kumpulan fenomena yang sukar difahami. Teori memang
sering berubah-ubah, teori dapat dirubah sedikit atau sama
sekali diganti dengan teori lain jika kemajuan ilmiah
memungkinkan orang untuk menganalisa fakta secara lebih baik
dan memikirkan suatu-penafsiran yang lebih berharga.
Sebaliknya, fakta yang diamati dan dibuktikan dengan
eksperimen tidak dapat dirubah. Orang dapat menjelaskan
sifat-sifatnya dengan lebih terperinci akan tetapi fakta itu
tetap tidak berubah. Orang telah membuktikan bahwa
bumi-beredar sekitar matahari dan bulan beredar sekitar
bumi, tidak akan mengalami perubahan; pada masa yang akan
datang mungkin orang akan dapat memberi gambaran tentang
orbit-orbitnya.
Pemikiran bahwa teori itu dapat berubah, telah mendorongku
umpamanya untuk tidak membicarakan satu ayat Qur-an yang
dikatakan oleh seorang muslim ahli fisika sebagai ayat yang
menerangkan konsep anti materi, sedangkan teori tersebut
pada waktu ini banyak diperdebatkan. Sebaliknya orang dapat
menerima dengan penuh perhatian suatu ayat Qur-an yang
mengatakan bahwa asal kehidupan itu adalah air; kehidupan
berasal dari air adalah suatu hal yang tak dapat dibuktikan
akan tetapi telah dikuatkan oleh argumentasi bermacam-macam.
Adapun mengenai pengamatan fakta-fakta, seperti perkembangan
janin manusia, orang dapat mengkonfrontasikan bermacam-
macam tahap yang disebutkan oleh Qur-an dengan
penemuan-penemuan embryologie (ilmu janin) modern, dan
menemukan persesuaian yang mutlak antara ayat Qur-an dengan
Sains.
Konfrontasi Qur-an dengan Sains telah disempurnakan oleh dua
perbandingan; di satu fihak konfrontasi ayat-ayat Bibel
dengan Sains modern dalam hal-hal yang dibicarakan oleh
keduanya. Di lain fihak perbandingan pandangan ilmiah
tersebut dengan ayat-ayat Qur-an, wahyu yang diberikan Allah
kepada Nabi Muhammad, dan dengan hadits, buku riwayat, serta
ucapan Nabi Muhammad di luar ayat-ayat yang tersebut dalam
Qur-an.
Pada akhir bagian ketiga daripada buku ini, orang akan
menemukan hasil perbandingan antara riwayat Bibel dan
riwayat Qur-an mengenai kejadian yang sama dengan hal yang
sudah disaring oleh kritik ilmiah; sebagai contoh, kita
telah mengadakan penyelidikan tentang penciptaan alam dan
tentang Banjir Nabi Nuh. Untuk kedua masalah itu telah kita
buktikan bahwa riwayat Bibel tidak sesuai dengan Sains.
Tetapi kita akan menemukan bahwa riwayat-riwayat Qur-an,
sesuai sepenuhnya dengan Sains. Orang akan melihat
perbedaan-perbedaan yang menjadikan riwayat Qur-an dapat
diterima di zaman modern sedang riwayat Bibel tak dapat
diterima.
Konstatasi ini sangat penting, oleh karena di negara-negara
Barat, orang-orang Yahudi, Kristen atau atheist semuanya
berpendapat tanpa bukti sedikitpun, bahwa Muhammad menulis
(mengarang) Qur-an atau memerintahkan orang menulis
(mengarang) Qur-an dengan meniru Bibel. Orang mengiraR bahwa
riwayat Qur-an tentang sejarah agama mengutip dari
riwayat-riwayat Bibel. Sikap semacam itu sama sembrononya
dengan sikap orang yang mengatakan bahwa Yesus telah menipu
orang-orang pada zamannya dengan mengatakan bahwa ia
mendapat inspirasi dari Perjanjian Lama selama ia berdakwah.
Kita mengetahui bahwa seluruh Injil Matius didasarkan atas
kontinuitas dengan Perjanjian Lama. Ahli tafsir mana yang
berani melepaskan kenabian Yesus oleh karena hal tersebut
(kontinuitas dengan Perjanjian Lama)? Tetapi begitulah orang
menilai Muhammad di negara-negara Barat. "Muhammad hanya
meniru Bibel." Hal ini tentu saja merupakan penilaian yang
sangat dangkal yang tidak memperdulikan kenyataan bahwa
Bibel dan Qur-an dapat memberikan versi yang berlainan.
Tetapi orang menganggap sepi perbedaan-perbedaan riwayat
antara Qur-an dan Injil. Bahkan orang menyatakan bahwa
riwayat-riwayat itu adalah identik, oleh karena itu
pengetahuan ilmiah tidak boleh mencampuri. Soal-soal semacam
ini akan kita bicarakan mengenai hikayat penciptaan alam dan
banjir pada zaman Nabi Nuh.
Kumpulan-kumpulan Hadits bagi Nabi Muhammad adalah seperti
Injil empat bagi Yesus, Hadits adalah riwayat mengenai
perbuatan dan perkataan Nabi, yang mengumpulkannya bukan
saksi-saksi mata (sedikitnya bagi kumpulan Hadits yang
benar), yang dikumpulkan sesudah zamannya Nabi Muhammad.
Kitab Hadits sama sekali tidak merupakan kitab yang
mengandung wahyu tertulis. Hadits bukan sabda Tuhan, tetapi
meriwayatkan kata-kata Muhammad. Dalam buku-buku Hadits yang
banyak tersiar kita dapatkan riwayat-riwayat yang mengandung
kekeliruan ilmiah, khususnya mengenai resep obat-obatan.
Tetapi siapa yang dapat mengatakan dengan pasti bahwa
keteranganketerangan yang dinisbatkan kepada Nabi itu
autentik? Kita tidak membicarakan problema-problema
keagamaan, yang memang tidak kita bicarakan berhubung dengan
persoalan Hadits. Banyak Hadits yang disangsikan
kebenarannya; Hadits-Hadits itu telah dibicarakan oleh
ulama-ulama Islam sendiri. Jika kita membicarakan aspek
ilmiah daripada beberapa Hadits dalam buku ini, hal itu
adalah pada dasarnya untuk menunjukkan perbedaan antara
Hadits dan Qur-an, karena Qur-an tidak mengandung pernyataan
ilmiah yang tak dapat diterima.
Konstatasi yang akhir ini menjadikan hipotesa bahwa Muhammad
adalah pengarang Qur-an, tidak dapat diterima. Tidak mungkin
seorang yang tak dapat membaca dan menulis menjadi pengarang
nomor satu, penulis karya nomor satu dalam sastra Arab, dan
memberitahukan soal-soal ilmiah yang tak ada manusia pada
waktu itu dapat melakukannya, serta segala keterangannya
tidak ada yang keliru.
Pemikiran-pemikiran yang akan kita kembangkan dalam
penelitian ini dari segi pandangan ilmiah akan menyampaikan
kita kepada suatu natijah yaitu: "tidak masuk akal bahwa
seseorang yang hidup pada abad VII M. dapat melontarkan
dalam Qur-an ide-ide mengenai bermacam-macam hal yang bukan
merupakan pemikiran manusia pada waktu itu. Dan ide-ide itu
cocok dengan apa yang akan dibuktikan oleh Sains beberapa
abad kemudian."
Bagiku, tak ada kemungkinan bahwa Qur-an itu buatan manusia.
BIBEL, QUR-AN, dan Sains Modern
Dr. Maurice Bucaille
Judul Asli: La Bible Le Coran Et La Science
Alih bahasa: Prof. Dr. H.M. Rasyidi
Penerbit Bulan Bintang, 1979
Kramat Kwitang I/8 Jakarta
Tidak ada komentar:
Posting Komentar