Pembagian Al-Qur’an Ditinjau dari Muhkamat dan Mutasyabihaat
oleh : Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah
Al-Qur’an Al-karim ditinjau dari muhkamat dan mutasyabihaat dibagi menjadi tiga macam :
1. Muhkamaat (ihkam) yang umum yang menjadi karakteristik isi Al-Qur’an secara umum, seperti firman-Nya :
كِتَابٌ أُحْكِمَتْ آيَاتُهُ ثُمّ فُصّلَتْ مِن لّدُنْ حَكِيمٍ خَبِيرٍ
”(Inilah) suatu Kitab yang ayat-ayatnya disusun dengan rapi serta dijelaskan secara terperinci, yang diturunkan dari sisi (Allah) Yang Maha Bijaksana lagi Maha Tahu” (QS. Huud : 1).
Dan Firman-Nya :
الَر تِلْكَ آيَاتُ الْكِتَابِ الْحَكِيمِ
”Alif Laam Raa. Inilah ayat-ayat Al-Qur’an yang mengandung hikmah” (QS. Yunus : 1)
Dan firman-Nya :
وَإِنّهُ فِيَ أُمّ الْكِتَابِ لَدَيْنَا لَعَلِيّ حَكِيمٌ
”Dan sesungguhnya Al-Qur’an itu di dalam induk Al-Kitab Lauh Mahfudh di sisi Kami, adalah benar-benar tinggi (nilainya) dan amat banyak mengandung hikmah” (QS. Az-Zukhruf : 4).
Makna Al-Ihkam (muhkamat) di sini adalah indah dan rapi baik dalam lafadh maupun maknanya, gaya bahasa dan uslubnya sangat fasih, semua khabarnya sarat dengan kebenaran dan manfaat, tidak mengandung unsure kedustaan, pertentangan, dan hal yang tidak bermanfaat. Hukum-hukumnya sarat dengan nilai keadilan, hikmah, bebas dari kepalsuan dan pertentangan, serta tidak ada hokum yang diskriminatif.
2. Tasyabbuh (mutasyabih) yang umum, yang menjadikan kharakteristik isi Al-Qur’an secara umum, seperti firman Allah ta’ala :
اللّهُ نَزّلَ أَحْسَنَ الْحَدِيثِ كِتَاباً مّتَشَابِهاً مّثَانِيَ تَقْشَعِرّ مِنْهُ جُلُودُ الّذِينَ يَخْشَوْنَ رَبّهُمْ ثُمّ تَلِينُ جُلُودُهُمْ وَقُلُوبُهُمْ إِلَىَ ذِكْرِ اللّهِ
”Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik (yaitu) Al-Qur’an yang serupa (mutu ayat-ayatnya) lagi berulang-ulang, gemetar karenanya kulit orang-orang yang takut kepada Rabb-nya, kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah” (QS. Az-Zumar : 23).
Makna Tasyabuh di sini adalah keseluruhan kandungan Al-Qur’an, bagian yang satu dengan yang lainnya serupa dalam hal kesempurnaan, keindahan, dan tujuan-tujuan yang terpuji.
أَفَلاَ يَتَدَبّرُونَ الْقُرْآنَ وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
”Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisaa : 82)
3. Muhkam yang khusus pada sebagian ayat Al-Qur’an dan Tasyabuh yang khusus pada sebagian yang lainnya, seperti firman Allah ta’ala :
هُوَ الّذِيَ أَنزَلَ عَلَيْكَ الْكِتَابَ مِنْهُ آيَاتٌ مّحْكَمَاتٌ هُنّ أُمّ الْكِتَابِ وَأُخَرُ مُتَشَابِهَاتٌ فَأَمّا الّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ وَمَا يَعْلَمُ تَأْوِيلَهُ إِلاّ اللّهُ وَالرّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنّا بِهِ كُلّ مّنْ عِندِ رَبّنَا وَمَا يَذّكّرُ إِلاّ أُوْلُواْ الألْبَابِ
”Dialah yang menurunkan Al-Kitab (Al-Qur’an) kepada kamu. Diantara (isi)nya ada ayat-ayat yang muhkamat. Itulah pokok-pokok isi Al-Qur’an, dan yang lain (ayat-ayat) mutasyaabihaat. Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya, padahal tidak ada yang mengetahui ta’wilnya melainkan Allah. Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Allah Rabb kami”. Dan tidak dapat mengambil pelajaran (daripadanya) melainkan orang-orang yang berakal” (QS. Aali Imran : 7).
Dan makna Al-Ihkam di sini adalah bahwa makna ayat sudah terang dan jelas, tidak ada hal yang tersembunyi atau kesamaran di dalamnya, seperti firman Allah ta’ala :
يَأَيّهَا النّاسُ إِنّا خَلَقْنَاكُم مّن ذَكَرٍ وَأُنْثَىَ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوباً وَقَبَآئِلَ لِتَعَارَفُوَاْ
”Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan seorang perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku supaya kamu saling kenal-mengenal” (QS. Al-Hujuraat : 13).
Dan firman Allah ta’ala :
يَاأَيّهَا النّاسُ اعْبُدُواْ رَبّكُمُ الّذِي خَلَقَكُمْ وَالّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلّكُمْ تَتّقُونَ
”Hai manusia, sembahlah Rabbmu yang telah menciptakanmu dan orang-orang yang sebelummu agar kamu bertaqwa” (QS. Al-baqarah : 21).
Dan firman-Nya ta’ala :
وَأَحَلّ اللّهُ الْبَيْعَ
”Padahal Allah telah menghalalkan jual beli” (QS. Al-Baqarah : 275).
Dan firman-Nya :
ِ
حُرّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالْدّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ وَمَآ أُهِلّ لِغَيْرِ اللّهِ بِه
”Diharamkan bagimu (memakan) bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain Allah.....” (QS. Al-Maidah : 3).
Dan masih banyak contoh yang lain.
Makna Tasyabuh di sini adalah bahwa makna dalam ayat mengandung kesamaran, sehingga dimungkinkan ada orang yang menafsiri dan memahami ayat tersebut dengan pemahaman yang tidak layak bagi Allah ta’ala, kitab-Nya, atau Rasul-Nya; sedangkan orang-orang ‘alim dan kokoh ilmunya akan dapat memahami ayat tersebut dengan benar.
Sebagai contoh pemahaman salah atas firman Allah ta’ala berikut :
بَلْ يَدَاهُ مَبْسُوطَتَانِ
”Tetapi kedua-dua tangan Allah terbuka” (QS. Al-Maaidah : 64).
Ayat ini dipahami bahwa Allah ta’ala mempunyai dua tangan seperti tangan-tangan yang dimiliki oleh makhluk.
Dan juga contoh yang berkaitan dengan Kitabullah, yaitu pemahaman yang mengatakan dalam Al-Qur’an itu terjadi pertentangan dan saling mendustakan antara ayat satu dengan yang lainnya, ketika Allah ta’ala berfirman :
مّآ أَصَابَكَ مِنْ حَسَنَةٍ فَمِنَ اللّهِ وَمَآ أَصَابَكَ مِن سَيّئَةٍ فَمِن نّفْسِكَ
”Apa saja nikmat yang kamu peroleh adalah dari Allah. Dan apa saja bencana yang menimpamu, maka dari (kesalahan) dirimu sendiri” (QS. An-Nisaa’ : 79).
Dan Allah ta’ala berfirman pada ayat lain :
وَإِن تُصِبْهُمْ حَسَنَةٌ يَقُولُواْ هَـَذِهِ مِنْ عِندِ اللّهِ وَإِن تُصِبْهُمْ سَيّئَةٌ يَقُولُواْ هَـَذِهِ مِنْ عِندِكَ قُلْ كُلّ مّنْ عِندِ اللّهِ
Dan jika mereka memperoleh kebaikan, mereka berkata : “Ini adalah dari sisi Allah”; dan kalau mereka dirimpa bencana mereka berkata : “Ini (datangnya) dari sisimu (Muhammad)”. Katakanlah : “Semuanya (datang) dari sisi Allah” (QS. An-Nisaa’ : 78).
Dan contoh yang berkaitan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, yaitu salahnya pemahaman tentang firman Allah ta’ala :
فَإِن كُنتَ فِي شَكّ مّمّآ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ فَاسْأَلِ الّذِينَ يَقْرَءُونَ الْكِتَابَ مِن قَبْلِكَ لَقَدْ جَآءَكَ الْحَقّ مِن رّبّكَ فَلاَ تَكُونَنّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
”Maka jika kamu (Muhammad) dalam keragu-raguan terhadap apa yang Kami turunkan kepadamu, maka tanyalah kepada orang-orang yang membaca Al-Kitab sebelummu. Sesungguhnya telah datang kebenaran kepadamu dari Allah, sebab itu janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. Yunus : 94).
Ayat tersebut di atas dipahami bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam ragu atas wahyu yang diturunkan kepadanya.
SIKAP ORANG-ORANG YANG KOKOH ILMUNYA DAN ORANG YANG CONDONG KEPADA KESESATAN TERHADAP AYAT MUTASYAABIHAAT
Sesungguhnya sikap orang-orang yang kokoh ilmunya dan sikap orang-orang yang condong kepada kesesatan terhadap ayat-ayat mutasyaabihaat telah dijelaskan oleh Allah ta’ala.
Tentang orang yang condong kepada kesesatan Dia ta’ala berfirman :
فَأَمّا الّذِينَ في قُلُوبِهِمْ زَيْغٌ فَيَتّبِعُونَ مَا تَشَابَهَ مِنْهُ ابْتِغَاءَ الْفِتْنَةِ وَابْتِغَاءَ تَأْوِيلِهِ
”Adapun orang-orang yang di dalam hatinya condong kepada kesesatan, maka mereka mengikuti sebagian ayat-ayat yang mutasyaabihaat untuk menimbulkan fitnah dan untuk mencari-cari ta’wilnya” (QS. Aali Imran : 7).
Tentang orang-orang yang kokoh ilmunya Dia ta’ala berfirman :
وَالرّاسِخُونَ فِي الْعِلْمِ يَقُولُونَ آمَنّا بِهِ كُلّ مّنْ عِندِ رَبّنَا
Dan orang-orang yang mendalam ilmunya berkata : “Kami beriman kepada ayat-ayat yang mutasyaabihaat, semuanya itu dari sisi Allah Rabb kami”. (QS. Aali Imran : 7).
Jadi, orang-orang yang condong kepada kesesatan itu mengambil sebagian ayat-ayat mutasyaabihaat ini sebagai sarana dan alat untuk mencela Kitabullah dan membuat fitnah bagi manusia dan menta’wilnya dengan pena’wilan yang tidak sesuai dengan maksud (kehendak) Allah dalam ayat tersebut. Maka mereka itu adalah golongan yang sesat dan menyesatkan.
Adapun orang-orang yang kokoh ilmunya, maka mereka beriman bahwa apa yang terdapat dalam Kitabullah adalah benar dan tidak ada perselisihan dan pertentangan antara ayat yang satu dengan lainnya. Hal ini disebabkan karena Al-Qur’an itu datang dari Allah ta’ala.
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
”Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisaa’ : 82).
Adapun terhadap ayat-ayat yang mutasyaabihaat, mereka mengembalikannya kepada ayat-ayat muhkamat agar seluruhnya menjadi muhkamaat.
Pada contoh pertama mereka (orang yang kokoh ilmunya lagi mendapat petunjuk) mengatakan : Sesungguhnya Allah ta’ala mempunyai dua tangan yang hakiki sesuai dengan kemuliaan-Nya dan keagungan-Nya, kedua tangan-Nya tidak seperti tangan makhluk, sebagaimana Dia mempunyai Dzat yang tidak seperti dzat-dzat para makhluk; karena Allah berfirman :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia – dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Asy-Syuuraa : 11).
Dan pada contoh yang kedua mereka mengatakan : Sesungguhnya kebaikan dan keburukan semuanya terjadi dengan taqdir Allah ‘azza wa jalla. Akan tetapi kebaikan itu sebabnya adalah karunia dari Allah ta’ala atas hamba-hamba-Nya, sedangkan sebab keburukan itu datang dari perbuatan hamba itu sendiri, sebagaimana firman Allah ta’ala :
وَمَآ أَصَابَكُمْ مّن مّصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ وَيَعْفُواْ عَن كَثِيرٍ
”Dan apa saja musibah yang menimpamu, maka adalah disebabkan akibat perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu)” (QS. Yunus : 104).
Jadi, disandarkankannya keburukan kepada hamba merupakan bentuk penyandaran atas sesuatu kepada sebabnya, bukan penyandaran kepada yang mentaqdirkannya. Sedangkan disandarkannya kebaikan dan keburukan kepada Allah ta’ala, adalah merupakan bentuk penyandaran atas sesuatu kepada yang mentaqdirkannya. Dengan demikian, maka hilanglah apa yang dianggap bertentangan antara dua ayat tersebut.
Tentang contoh yang ketiga mereka berkata : Sesungguhnya Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak merasa ragu sedikitpun tentang wahyu yang diturunkan kepadanya. Bahkan beliau adalah manusia yang paling mengetahui dan paling kuat keyakinannya tentang semua itu, sebagaimana firman Allah ta’ala :
قُلْ يَأَيّهَا النّاسُ إِن كُنتُمْ فِي شَكّ مّن دِينِي فَلاَ أَعْبُدُ الّذِينَ تَعْبُدُونَ مِن دُونِ اللّهِ
Katakanlah : “Hai manusia, jika kamu berada dalam keragu-raguan tentang agamaku, maka (ketahuilah) aku tidak menyembah yang kamu sembah selain Allah” (QS. Yunus : 104).
Maknanya : Jika kamu berada dalam keragu-raguan tentang agama, maka aku berada dalam keyakinan tentangnya. Oleh sebab itu aku tidak akan menyembah orang-orang yang kamu sembah selain Allah. Bahkan aku mengkufuri mereka dan aku menyembah Allah.
Dan firman Allah ta’ala :
فَإِن كُنتَ فِي شَكّ مّمّآ أَنزَلْنَآ إِلَيْكَ
”Maka jika kamu (Muhammad) berada dalam keragu-raguan tentang apa yang Kami turunkan kepadamu” (QS. Yunus : 94).
Dari ayat di atas tidaklah mesti diartikan bahwa keraguan itu diperbolehkan bagi Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam atau keraguan itu menimpa beliau. Tidakkah kamu perhatikan firman Allah ta’ala :
قُلْ إِن كَانَ لِلرّحْمَـَنِ وَلَدٌ فَأَنَاْ أَوّلُ الْعَابِدِينَ
”Katakanlah : Jika benar Tuhan Yang Maha Pemurah mempunyai anak, maka akulah (Muhammad) orang yang mula-mula memuliakan (anak itu)” (QS. Az-Zukhruf : 81).
Apakah hal ini berarti keberadaan anak itu boleh bagi Allah atau Allah mempunyai anak? Sekali-kali tidak! Ini tidak bisa didapati dan tidak dibolehkan atas Allah ta’ala. Allah ta’ala berfirman :
وَمَا يَنبَغِي لِلرّحْمَـَنِ أَن يَتّخِذَ وَلَداً * إِن كُلّ مَن فِي السّمَاوَاتِ وَالأرْضِ إِلاّ آتِي الرّحْمَـَنِ عَبْداً
Dan tidak layak bagi Allah Yang Maha Pemurah mengambil (mempunyai) anak. Tidak ada seorangpun di langit dan di bumi, kecuali akan datang kepada Allah Yang Maha Pemurah selaku seorang hamba” (QS. Maryam : 92-93).
Dan dari firman Allah ta’ala :
فَلاَ تَكُونَنّ مِنَ الْمُمْتَرِينَ
Sebab itu jangan sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang ragu” (QS. Al-Baqarah : 147).
Hal ini bukan berarti keraguan menimpa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, karena larangan terhadap sesuatu kadang-kadang ditujukan kepada orang yang tidak terjerumus ke dalam hal itu. Tidakkah kamu perhatikan firman Allah ta’ala :
وَلاَ يَصُدّنّكَ عَنْ آيَاتِ اللّهِ بَعْدَ إِذْ أُنزِلَتْ إِلَيْكَ وَادْعُ إِلَىَ رَبّكَ وَلاَ تَكُونَنّ مِنَ الْمُشْرِكِينَ
”Dan janganlah sekali-kali mereka dapat menghalangimu dari (menyampaikan) ayat-ayat Allah, setelah ayat-ayat itu diturunkan kepadamu, dan serulah mereka kepada (jalan) Rabb-mu dan janganlah sekali-kali kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah” (QS. Al-Qashshash : 87).
Dan yang sudah dimaklumi bahwa mereka tidak menghalangi Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam dari ayat-ayat Allah, dan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tidak terjerumus kepada kesyirikan. Adapun tujuan ditujukannya larangan kepada orang yang tidak terkerumus kepada kesyirikan tersebut adalah sebagai kecaman dan peringatan dari orang-orang yang terjerumus dan sepak terjang mereka. Dengan demikian, hilanglah kesamaran dan sangkaan yang tidak patut ditujukan kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam.
MACAM-MACAM TASYABBUH DALAM AL-QUR’AN
Tasyabbuh (kesamaran) yang terdapat dalam Al-Qur’an ada dua macam, yaitu :
1. Tasyabbuh Hakiki, yaitu hal-hal yang tidak mungkin diketahui oleh manusia, seperti hakikat shifat-shifat Allah ‘azza wa jalla. Jadi, meskipun kita bisa mengetahui makna-makna dari shifat-shifat tersebut, akan tetapi kita tidak memahami hakikat dan kaifiyahnya, berdasarkan firman Allah ta’ala :
وَلاَ يُحِيطُونَ بِهِ عِلْماً
”Sedang ilmu mereka tidak dapat meliputi ilmu-Nya” (QS. Thaahaa : 110).
Dan firman Allah ta’ala :
لاّ تُدْرِكُهُ الأبْصَارُ وَهُوَ يُدْرِكُ الأبْصَارَ وَهُوَ اللّطِيفُ الْخَبِيرُ
”Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedangkan Dia dapat melihat segala penglihatan itu. Dan Dia Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui” (QS. Al-An’aam : 103).
Oleh sebab itu, ketika Imam Malik rahimahullah ditanya tentang firman Allah ta’ala :
الرّحْمَـَنُ عَلَى الْعَرْشِ اسْتَوَىَ
”(Yaitu)Allah Yang Maha Pemurah Yang bersemayam di atas ‘Arsy” (QS. Thaahaa : 5).
Bagaimana Allah beristiwa’ (bersemayam) ?; maka beliau (Imam Malik) menjawab :
الإستواء غير مجهول والكيف غير معقول والإيمان به واجب والسؤال عنه بدعة
”Istiwa’ itu tidak asing lagi, dan kaifiyahnya tidak diketahui oleh akal. Beriman kepadanya adalah wajib, dan bertanya tentangnya adalah bid’ah”.
Hal semacam ini tidak boleh ditanyakan tentang penjabarannya karena ada halangan untuk sampai kepada (jawaban)nya.
2. Tasyabbuh Nisbi; yaitu hal-hal yang tersamar bagi sebagian manusia, tetapi tidak samar bagi sebagian yang lain. Jadi, hal tersebut dapat dipahami oleh orang-orang yang kokoh ilmunya, tetapi tidak bisa dipahami oleh selain mereka. Hal semacam ini boleh ditanyakan penjabarannya dan penjelasannya, karena memungkinkan untuk sampai kepada (jawaban)nya. Sebab tidak ada sesuatupun di dalam Al-Qur’an ayat yang tidak dapat dipahami oleh anak manusia. Allah ta’ala berfirman :
هَـَذَا بَيَانٌ لّلنّاسِ وَهُدًى وَمَوْعِظَةٌ لّلْمُتّقِينَ
”(Al-Qur’an) ini adalah penerangan bagi seluruh manusia, dan petunjuk serta pelajaran bagi orang-orang yang bertaqwa” (QS. Aali Imran : 138).
Dan Dia berfirman :
وَنَزّلْنَا عَلَيْكَ الْكِتَابَ تِبْيَاناً لّكُلّ شَيْءٍ
”Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab (Al-Qur’an) untuk menjelaskan segala sesuatu” (QS. An-Nahl : 89).
Dan Dia berfirman :
فَإِذَا قَرَأْنَاهُ فَاتّبِعْ قُرْآنَهُ * ثُمّ إِنّ عَلَيْنَا بَيَانَهُ
”Apabila Kami telah selesai membacanya, maka ikutilah bacaannya itu. Kemudian, sesungguhnya atas tanggungan Kami-lah penjelasannya” (QS. Al-Qiyaamah : 18-19).
Dan firman-Nya :
يَا أَيّهَا النّاسُ قَدْ جَآءَكُمْ بُرْهَانٌ مّن رّبّكُمْ وَأَنْزَلْنَآ إِلَيْكُمْ نُوراً مّبِيناً
”Wahai manusia, sungguh telah datang kepadamu petunjuk dari Rabb-mu, dan Kami menurunkan kepadamu cahaya yang terang” (QS. An-Nisaa’ : 174).
Dan contoh semacam ini banyak sekali, diantaranya adalah :
لَيْسَ كَمِثْلِهِ شَيْءٌ وَهُوَ السّمِيعُ الْبَصِيرُ
”Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia – dan Dialah yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat” (QS. Asy-Syuuraa : 11).
Hal itu membuat samar bagi ahli Ta’thil, sehingga mereka memahami ayat tersebut sebagai penafian sifat-sifat bagi Allah, dan mereka beranggapan bahwa itsbat (penetapan)nya akan berkonsekuensi kepada penyerupaan-Nya. Mereka berpaling dari ayat-ayat yang menunjukkan itsbat shifat bagi Allah ta’ala, karena itsbat (penetapan) dalam makna yang sama tidak berarti sebagai bentuk penyerupaan.
Dan diantaranya adalah firman Allah ta’ala :
وَمَن يَقْتُلْ مُؤْمِناً مّتَعَمّداً فَجَزَآؤُهُ جَهَنّمُ خَالِداً فِيهَا وَغَضِبَ اللّهُ عَلَيْهِ وَلَعَنَهُ وَأَعَدّ لَهُ عَذَاباً عَظِيماً
”Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya” (QS. An-Nisaa’ : 93).
Hal itu samar bagi orang-orang Wa’idiyyah (kaum Khawarij dan Mu’tazillah), sehingga mereka memahaminya bahwa orang yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja adalah kekal di dalam neraka, dan mereka menyamaratakan hukum tersebut bagi semua pelaku dosa besar. Dan mereka berpaling dari ayat-ayat yang menunjukkan bahwa semua dosa kecuali syirik adalah dalam kehendak Allah ta’ala (apakah Allah akan mengampuninya atau mengadzabnya).
Dan diantaranya adalah firman Allah ta’ala :
أَلَمْ تَعْلَمْ أَنّ اللّهَ يَعْلَمُ مَا فِي السّمَآءِ وَالأرْضِ إِنّ ذَلِكَ فِي كِتَابٍ إِنّ ذَلِكَ عَلَى اللّهِ يَسِيرٌ
”Apakah kamu tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di langit dan di bumi? Bahwasannya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab (Lauh Mahfudh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah” (QS. Al-Hajj : 70).
Hal itu samar bagi orang-orang Jabriyyah, sehingga mereka memahaminya bahwa hamba itu dipaksa atas amal-amalnya, dan mereka menganggap bahwa dia (hamba itu) tidak mempunyai iradah (kehendak) dan tidak pula qudrah (kekuasaan) atasnya. Dan mereka berpaling dari ayat-ayat yang menunjukkan bahwa seorang hamba itu mempunyai iradah dan qudrah, dan bahwa perbuatan hamba itu ada dua macam, yaitu ikhtiyari (ada ikhtiyar bagi hamba) dan ghairu ikhtiyari (tidak ada ikhtiyat bagi hamba).
Sedangkan orang-orang yang kokoh ilmunya adalah orang-orang yang memiliki akal. Mereka mengetahui bagaimana mereka mengeluarkan ayat-ayat mutasyaabihaat ini kepada makna yang benar bersama ayat-ayat lain, sehingga seluruh Al-Qur’an itu muhkam (jelas), tidak ada kesamaran di dalamnya.
HIKMAH AYAT MUHKAMAAT DAN MUTASYAABIHAAT DALAM AL-QUR’AN
Seandainya seluruh ayat dalam Al-Qur’an itu muhkamat,maka luputlah hikmah ujian atas pembagian tersebut, baik secara pembenaran maupun amalan, karena telah jelas maknanya dan tidak ada kesempatan untuk menyimpang dengan berpegang teguh kepada ayat-ayat mutasyaabihaat untuk tujuan firnah dan mencari-cari takwilnya.
Dan seandainya seluruh Al-Qur’an itu mutasyaabihaat, maka luputlah fungsinya sebagai penjelasan dan petunjuk bagi manusia, serta tidak memungkinkan untuk mengamalkannya dan membangun aqidah yang lurus di atasnya.
Akan tetapi Allah – dengan hikmah-Nya – menjadikan Al-Qur’an sebagiannya ayat-ayat muhkamat yang kepadanyalah dikembalikan ketika terjadi kesamaran; dan sebagian lainnya ayat-ayat mutasyaabihaat sebagai batu ujian bagi para hamba supaya membedakan orang-orang yang jujur imannya dari orang-orang yang dalam hatinya ada kesesatan. Maka jika dia jujur atau benar imannya, dia akan mengetahui bahwa Al-Qur’an seluruhnya adalah dari sisi Allah ta’ala, sedangkan apa-apa yang datang dari sisi Allah itu pasti benar dan tidak mungkin di dalamnya ada kebathilan dan pertentangan berdasarkan firman Allah ta’ala :
لاّ يَأْتِيهِ الْبَاطِلُ مِن بَيْنِ يَدَيْهِ وَلاَ مِنْ خَلْفِهِ تَنزِيلٌ مّنْ حَكِيمٍ حَمِيدٍ
”Tidak datang kepadanya (Al-Qur’an) kebathilan baik dari depan dan maupun dari belakangnya, yang diturunkan dari Allah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Terpuji” (QS. Fushshilat : 42).
Dan firman Allah ta’ala :
وَلَوْ كَانَ مِنْ عِندِ غَيْرِ اللّهِ لَوَجَدُواْ فِيهِ اخْتِلاَفاً كَثِيراً
”Kalau sekiranya Al-Qur’an itu bukan dari sisi Allah, tentulah mereka mendapati pertentangan yang banyak di dalamnya” (QS. An-Nisaa’ : 82).
Adapun orang-orang yang di dalam hatinya ada kesesatan atau penyimpangan, maka mereka mengambil sebagian ayat-ayat mutasyaabihaat sebagai jalan untuk merubah yang muhkam dan mengikuti hawa nafsu dalam membuat keraguan tentang khabar-khabar dan menganggap berat atas hukum-hukum. Oleh karena itu kamu dapati kebanyakan orang yang menyimpang dalam hal aqidah dan amal, mereka itu berhujjah dengan ayat-ayat mutasyaabihaat ini.
sumber : postingan abu al-jauzaa di myquran.org
bersambung
baca sebelumnya
baca selanjutnya
Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(Qs Al Isra' 36)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Arsip Blog
-
▼
2009
(241)
-
▼
April
(52)
- Makna Tuhan tidak beranak
- Mari Kikis Wabah Fanatik Golongan!
- ISLAM DAN AKULTURASI BUDAYA LOKAL
- Alkitab di Dunia Modern
- sejarah alkitab bag 2
- Risalah Pernikahan
- Sebuah Makna Ukhuwah..
- Sarjana Yahudi Bongkar Kepalsuan “Sejarah Jahanam”...
- Debat Syekh Ahmad Deedat Vs DR. Anis Shorosh (3)
- Debat Syekh Ahmad Deedat Vs DR. Anis Shorosh (2)
- Debat Syekh Ahmad Deedat Vs DR. Anis Shorosh (1)
- Ringkasan ilmu hadist (22)
- Ringkasan ilmu hadist (21)
- Ringkasan ilmu hadist (20)
- Ringkasan ilmu hadist (19)
- Ringkasan Ilmu Hadist (18)
- Ringkasan Ilmu Hadist (17)
- Ringkasan Ilmu Hadist (16)
- Ringkasan Ilmu Hadist (15)
- Ringkasan Ilmu Hadist (14)
- Ringkasan Ilmu Hadist (13)
- Ringkasan Ilmu Hadist (12)
- Ringkasan Ilmu Hadist (11)
- Ringkasan Ilmu Hadist (10)
- Ringkasan Ilmu Hadist (9)
- Ringkasan Ilmu Hadist (8)
- Ringkasan Ilmu Hadist (7)
- Ringkasan Ilmu Hadist (6)
- Ringkasan Ilmu Hadits (5)
- Ringkasan Ilmu Hadits (4)
- Ringkasan Ilmu Hadits (3)
- Ringkasan Ilmu Hadits (2)
- Ringkasan Ilmu Hadits (1)
- Inna Lillahi Wa Inna Ilaihi Raji'un......
- Memaknai Musibah
- Sebuah Pelajaran dari Situ Gintung
- Celaan terhadap Ambisi Memperoleh Kepemimpinan/Jab...
- Memilih Pemimpin
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Ringkasan Ilmu Al-Qur'an (Mukhtashar Ulumil-Qur'aa...
- Pertentangan sifat Yesus sebagai TUHAN ALLAH di da...
- Tafsir Kitab Daniel Pasal 2 : Ayat 30-35 (bag 3)
- Tafsir Kitab Daniel Pasal 2 : Ayat 30-35 (bag 2)
- Tafsir Kitab Daniel Pasal 2 : Ayat 30-35
-
▼
April
(52)

Gratis Download Ebook,Mp3 dan Software Islam's Fan Box
Gratis Download Ebook,Mp3 dan Software Islam on Facebook

2 komentar:
zzzzz2018.6.30
basketball shoes
kate spade outlet online
christian louboutin shoes
ralph lauren outlet
canada goose uk
chrome hearts
moncler outlet
tods outlet
nike factory store
salomom shoes
polo ralph lauren
nike flyknit
michael kors handbags outlet
yeezy 500
cheap nba jerseys
jordan shoes
kobe shoes
longchamp
balenciaga shoes
michael kors factory outlet
20181212xixi888
Posting Komentar