HADITS SYADZ DAN MAHFUDH
Ulumul-Hadits halaman 68-72; Al-Ba’itsul-Hatsits halaman 56; Tadribur-Rawi halaman 533; Nudhatun-Nadhar halaman 55; dan Taisir Musthalahul-Hadits halaman 117Definisi
Kata Syadz secara bahasa adalah kata benda yang berbentuk isim fa’il yang berarti “sesuatu yang menyendiri”. Menurut mayoritas ulama, kata Syadz bermakna : “yang menyendiri”.
Adapun secara istilah, menurut Ibnu Hajar, hadits Syadz adalah “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang terpercaya yang bertentangan dengan perawi yang lebih terpercaya”. Bisa karena perawi yang lebih terpercaya tersebut lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya, atau karena sebab-sebab lain yang membuat riwayatnya lebih dimenangkan, seperti karena jumlah perawi dalam sanadnya lebih sedikit.
Sedangkan kata Mahfudh secara bahasa adalah kata benda yang berbentuk isim maf’ul dari kata Al-Hifdh yang bermakna “kekuatan hafalan”. Oleh sebab itu para ulama berkata : “Orang yang hafal adalah hujjah bagi orang yang tidak hafal”.
Menurut istilah, hadits Mahfudh adalah “hadits yang diriwayatkan oleh perawi yang lebih kuat hafalannya, lebih banyak jumlahnya, atau hal-hal lain yang membuat riwayatnya dimenangkan, dimana riwayat tersebut bertentangan dengan riwayat perawi yang kuat”. Hadits Mahfudh adalah kebalikan dari hadits Syadz.
Hadits Syadz dapat terjadi pada sanad maupun matan.
Contoh-Contoh Hadits Syadz
1. Contoh Syadz yang Terjadi dalam Sanad
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah; dari jalur Ibnu ‘Uyainah dari Amr bin Dinar dari Ausajah dari Ibnu ‘Abbas,”Sesungguhnya ada seorang laki-laki yang meninggal di masa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam dan ia tidak meninggalkan ahli waris kecuali bekas budaknya yang ia merdekakan. Maka Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam memberikan semua harta warisannya kepada bekas budaknya”.
Imam Tirmidzi, An-Nasa’I, dan Ibnu Majah juga meriwayatkan hadits tersebut dengan sanad mereka dari jalur Ibnu Juraij, dari ‘Amr bin Dinar, dari Ausajah, dari Ibnu ‘Abbas,”Sesungguhnya seorang laki-laki meninggal…………”.
Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu ‘Uyainah, karena ia meriwayatkan hadits tersebut dari ‘Amr bin Dinar dari Ausajah tanpa menyebutkan Ibnu ‘Abbas.
Masing-masing dari Ibnu ‘Uyainah, Ibnu Juraij, dan Hammad bin Yazid adalah perawi yang terpercaya. Namun Hammad bin Yazid menyelisihi Ibnu ‘Uyainah dan Ibnu Juraij, karena ia meriwayatkan hadits di atas secara [/I]mursal[/I] (tanpa menyebutkan shahabat Ibnu ‘Abbas). Sedangkan keduanya meriwayatkannya secara bersambung dengan menyebutkan perawi shahabat. Oleh karena keduanya lebih banyak jumlahnya, maka hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Juraij dan Ibnu ‘Uyainah dinamakan Hadits Mahfudh. Sedangkan hadits Hammad bin Yazid dinamakan Hadits Syadz.
2. Contoh Syadz pada Matan
Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Abu Dawud dan At-Tirmidzi; dari hadits Abdul Wahid bin Ziyad, dari Al-A’masy, dari Abu Shalih, dari Abu Hurairah secara marfu’ : ”Jika salah seorang di antara kalian selesai shalat sunnah fajar, maka hendaklah ia berbaring di atas badannya yang kanan”.
Imam Al-Baihaqi berkata,”Abdul Wahid menyelisihi banyak perawi dalam hadits ini. Karena mereka meriwayatkan hadits tersebut dari perbuatan Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, bukan dari sabda beliau. Berarti Abdul-Wahid menyendiri dengan lafadh tersebut dari para perawi yang terpercaya dari teman-teman Al-A’masy”. Maka hadits yang diriwayatkan dari jalur Abdul-Wahid ( = ia adalah seorang perawi yang terpercaya) adalah hadits Syadz. Sedangkan yang diriwayatkandari para perawi terpercaya yang lain dinamakan hadits Mahfudh.
Hukum Hadits Syadz dan Mahfudh
Hadits Syadz termasuk dari hadits-hadits yang tertolak. Sedangkan hadits Mahfudh termasuk hadits-hadits yang diterima.
KETIDAKTAHUAN AKAN KONDISI PERAWI (JAHALATUR-RAAWI)
Definisi
Kata Jahalah secara bahasa adlah lawan kata dari “mengetahui”. Sedangkan lafadh Al-Jahalatu bir-Rawi artinya : “ketidaktahuan akan kondisi perawi”.
Sebab-Sebab Ketidaktahuan akan Kondisi Perawi
1. Banyaknya sebutan untuk perawi. Mulai dari nama, kunyah, gelar, sifat, pekerjaan, sampai nasabnya. Bisa jadi seorang perawi terkenal dengan salah satu dari yang disebutkan di atas, kemudian ia disebut dengan sebutan yang tidak terkenal untuk suatu tujuan tertentu, sehingga ia dikira sebagai perawi lain. Misalnya seorang perawi yang bernama “Muhammad bin As-Sa’ib bin Bisyr Al-Kalbi”. Sebagian ulama ahli hadits menghubungkan namanya dengan nama kakeknya, sebagian lain menamakannya dengan “Hammad bin As-Sa’ib”, sedangkan sebagian yang lain memberikan kunyah dengan Abu An-Nadhr, Abu Sa’id, dan Abu Hisyam.
2. Sedikitnya riwayat seorang perawi dan sedikit pula orang yang meriwayatkan hadits darinya. Seperti seorang perawi yang bernama Abu Al-Asyra’ Ad-Daarimi. Ia merupakan salah satu ulama tabi’in. Tidak ada orang yang meriwayatkan hadits darinya kecuali Hammad bin Salamah.
3. Ketidakjelasan penyebutan namanya. Seperti seorang perawi yang berkata : ”Seseorang”; atau “Syaikh”; atau sebutan yang lain : “Telah mengkhabarkan kepadaku”.
Definisi Majhul
Kata Al-Majhul artinya : “orang yang tidak diketahui jati dirinya atau sifat-sifatnya”. Majhul mencakuptiga hal :
1. Majhul Al-‘Ain
Majhul Al-‘Ain artinya : “seorang perawi yang disebut namanya dan tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali seorang perawi saja. Orang ini tidak diterima riwayatnya kecuali ada ulama yang mengatakan bahwa ia adalah perawi yang dapat dipercaya”.
2. Majhul Al-Haal
Majhul Al-Haal dinamakan juga Al-Mastur (yang tertutupi). Yang dinamakan Majhul Al-Haal adalah “seorang perawi yang mana ada dua orang atau lebih yang meriwayatkan hadits darinya dan tidak ada ulama yang mengatakan bahwa ia dalah perawi yang dapat dipercaya”. Riwayat orang seperti ini menurut pendapat yang paling benar adalah ditolak.
3. Al-Mubham
Al-Mubham artinya : “Seorang perawi yang tidak disebut namanya dengan jelas dalam sanad”. Maka riwayat orang seperti ini adalah ditolak sampai namanya diketahui. Seandainya ketidakjelasan dalam menyebut namanya dengan menggunakan lafadh ta’dil ( = menyatakan ia adalah seorang yang terpercaya) seperti perkata : “Seorang yang terpercaya telah mengkhabarkan kepadaku”, maka menurut pendapat yang kuat, tetap saja riwayatnya tidak diterima.
Buku-Buku yang Membahas Tentang Sebab-Sebab yang Membuat Perawi Tidak Dikenal
1. Muwadldlih Awham Al-Jam’I wat-Tafriq karya Al-Khathib Al-Baghdadi. Buku ini membahas tentang sebutan-sebutan para perawi hadits.
2. Al-Wihad karya Imam Muslim. Buku ini membahas tentang riwayat perawi yang jumlahnya sedikit.
3. Al-Asmaa’ul-Mubham fil-Anbaa Al-Muhkam karya Al-Khathib Al-Baghdadi. Buku ini membahas tentang nama-nama para perawi yang disebut dengan tidak jelas.
BID’AH
Nudhatun-Nadhar halaman 53; Ulumul-Hadits halaman 103; Al-Ba’tsul-Hatsits halaman 100; Tadribur-Rawi halaman 216; dan Taisir Musthalahul-Hadits halaman 123
Definisi
Secara bahasa, kata Bid’ah berarti : “segala sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contohnya di masa terdahulu”.
Sedangkan secara istilah, Bid’ah adalah : “sesuatu dari urusan agama yang diada-adakan setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tanpa ada dasarnya”.
Jenis-Jenisnya
Bid’ah dibagi menjadi dua, yaitu Bid’ah Mukaffirah dan Bid’ah Mufassiqah.
1. Bid’ah Mukaffirah
Bid’ah mukaffirah adalah bid’ah yang dapat menjadikan pelakunya menjadi kafir. Kaidah bagi pelaku Bid’ah Mukaffirah ini adalah : “setiap orang yang mengingkari suatu urusan yang mutawatir dan wajib diketahui dari urusan-urusan agama atau orang yang meyakini kebalikannya”. Orang seperti ini tidak diterima riwayatnya.
2. Bid’ah Mufassiqah
Bid’ah mufassiqah adalah bid’ah yang hanya menjadikan pelakunya sebagai orang yang fasiq. Bid’ah ini jika dilakukan tidak menyebabkan pelakunya menjadi kafir. Orang seperti ini riwayatnya tetap diterima dengan dua syarat :
- Dia tidak mengajak orang untuk melakukan bid’ahnya.
- Dia tidak meriwayatkan sesuatu yang dapat ia gunakan untuk melariskan bid’ahnya.
SU’UL-HIFDH (BURUK HAFALAN)
Definisi
Sayyi’ul-Hifdh ( = orang yang memiliki sifat su’ul-hifdh) yaitu “perawi yang tidak dapat dikuatkan sisi kebenaran hafalannya dikarenakan keburukan hafalannya”.
Su’ul-Hifdhi ada dua macam :
1. Su’ul-Hifdh yang muncul sejak lahir dan masih tetap ada padanya, sehingga menjadikan riwayatnya ditolak. Menurut pendapat sebagian ahli hadits, khabar yang dibawanya dinamakan “syadz”.
2. Sesuatu yang menimpa perawi kadang terjadi seiring berjalannya waktu, baik karena lanjut usianya, atau karena hilang penglihatannya (buta), atau karena kitab-kitabnya terbakar. Yang demikian ini dinamakan Al-Mukhtalith (yang rusak akalnya, pikirannya, atau hafalannya). Hukum periwayatannya adalah :
a. Jika terjadi sebelum rusak hafalannya dan masih dapat dibedakan, maka riwayatnya diterima.
b. Jika terjadi setelah rusak hafalannya, maka ditolak riwayatnya.
c. Adapun jika tidak bisa ditentukan apakah terjadi sebelum rusak atau sesudahnya, maka hukum riwayat seperti ini adalah Tawaqquf, yaitu tidak diterima ataupun tidak ditolak sampai ada ketentuan yang bisa membedakan.
bersambungDefinisi
Kata Jahalah secara bahasa adlah lawan kata dari “mengetahui”. Sedangkan lafadh Al-Jahalatu bir-Rawi artinya : “ketidaktahuan akan kondisi perawi”.
Sebab-Sebab Ketidaktahuan akan Kondisi Perawi
1. Banyaknya sebutan untuk perawi. Mulai dari nama, kunyah, gelar, sifat, pekerjaan, sampai nasabnya. Bisa jadi seorang perawi terkenal dengan salah satu dari yang disebutkan di atas, kemudian ia disebut dengan sebutan yang tidak terkenal untuk suatu tujuan tertentu, sehingga ia dikira sebagai perawi lain. Misalnya seorang perawi yang bernama “Muhammad bin As-Sa’ib bin Bisyr Al-Kalbi”. Sebagian ulama ahli hadits menghubungkan namanya dengan nama kakeknya, sebagian lain menamakannya dengan “Hammad bin As-Sa’ib”, sedangkan sebagian yang lain memberikan kunyah dengan Abu An-Nadhr, Abu Sa’id, dan Abu Hisyam.
2. Sedikitnya riwayat seorang perawi dan sedikit pula orang yang meriwayatkan hadits darinya. Seperti seorang perawi yang bernama Abu Al-Asyra’ Ad-Daarimi. Ia merupakan salah satu ulama tabi’in. Tidak ada orang yang meriwayatkan hadits darinya kecuali Hammad bin Salamah.
3. Ketidakjelasan penyebutan namanya. Seperti seorang perawi yang berkata : ”Seseorang”; atau “Syaikh”; atau sebutan yang lain : “Telah mengkhabarkan kepadaku”.
Definisi Majhul
Kata Al-Majhul artinya : “orang yang tidak diketahui jati dirinya atau sifat-sifatnya”. Majhul mencakuptiga hal :
1. Majhul Al-‘Ain
Majhul Al-‘Ain artinya : “seorang perawi yang disebut namanya dan tidak ada yang meriwayatkan darinya kecuali seorang perawi saja. Orang ini tidak diterima riwayatnya kecuali ada ulama yang mengatakan bahwa ia adalah perawi yang dapat dipercaya”.
2. Majhul Al-Haal
Majhul Al-Haal dinamakan juga Al-Mastur (yang tertutupi). Yang dinamakan Majhul Al-Haal adalah “seorang perawi yang mana ada dua orang atau lebih yang meriwayatkan hadits darinya dan tidak ada ulama yang mengatakan bahwa ia dalah perawi yang dapat dipercaya”. Riwayat orang seperti ini menurut pendapat yang paling benar adalah ditolak.
3. Al-Mubham
Al-Mubham artinya : “Seorang perawi yang tidak disebut namanya dengan jelas dalam sanad”. Maka riwayat orang seperti ini adalah ditolak sampai namanya diketahui. Seandainya ketidakjelasan dalam menyebut namanya dengan menggunakan lafadh ta’dil ( = menyatakan ia adalah seorang yang terpercaya) seperti perkata : “Seorang yang terpercaya telah mengkhabarkan kepadaku”, maka menurut pendapat yang kuat, tetap saja riwayatnya tidak diterima.
Buku-Buku yang Membahas Tentang Sebab-Sebab yang Membuat Perawi Tidak Dikenal
1. Muwadldlih Awham Al-Jam’I wat-Tafriq karya Al-Khathib Al-Baghdadi. Buku ini membahas tentang sebutan-sebutan para perawi hadits.
2. Al-Wihad karya Imam Muslim. Buku ini membahas tentang riwayat perawi yang jumlahnya sedikit.
3. Al-Asmaa’ul-Mubham fil-Anbaa Al-Muhkam karya Al-Khathib Al-Baghdadi. Buku ini membahas tentang nama-nama para perawi yang disebut dengan tidak jelas.
BID’AH
Nudhatun-Nadhar halaman 53; Ulumul-Hadits halaman 103; Al-Ba’tsul-Hatsits halaman 100; Tadribur-Rawi halaman 216; dan Taisir Musthalahul-Hadits halaman 123
Definisi
Secara bahasa, kata Bid’ah berarti : “segala sesuatu yang diada-adakan tanpa ada contohnya di masa terdahulu”.
Sedangkan secara istilah, Bid’ah adalah : “sesuatu dari urusan agama yang diada-adakan setelah wafatnya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam tanpa ada dasarnya”.
Jenis-Jenisnya
Bid’ah dibagi menjadi dua, yaitu Bid’ah Mukaffirah dan Bid’ah Mufassiqah.
1. Bid’ah Mukaffirah
Bid’ah mukaffirah adalah bid’ah yang dapat menjadikan pelakunya menjadi kafir. Kaidah bagi pelaku Bid’ah Mukaffirah ini adalah : “setiap orang yang mengingkari suatu urusan yang mutawatir dan wajib diketahui dari urusan-urusan agama atau orang yang meyakini kebalikannya”. Orang seperti ini tidak diterima riwayatnya.
2. Bid’ah Mufassiqah
Bid’ah mufassiqah adalah bid’ah yang hanya menjadikan pelakunya sebagai orang yang fasiq. Bid’ah ini jika dilakukan tidak menyebabkan pelakunya menjadi kafir. Orang seperti ini riwayatnya tetap diterima dengan dua syarat :
- Dia tidak mengajak orang untuk melakukan bid’ahnya.
- Dia tidak meriwayatkan sesuatu yang dapat ia gunakan untuk melariskan bid’ahnya.
SU’UL-HIFDH (BURUK HAFALAN)
Definisi
Sayyi’ul-Hifdh ( = orang yang memiliki sifat su’ul-hifdh) yaitu “perawi yang tidak dapat dikuatkan sisi kebenaran hafalannya dikarenakan keburukan hafalannya”.
Su’ul-Hifdhi ada dua macam :
1. Su’ul-Hifdh yang muncul sejak lahir dan masih tetap ada padanya, sehingga menjadikan riwayatnya ditolak. Menurut pendapat sebagian ahli hadits, khabar yang dibawanya dinamakan “syadz”.
2. Sesuatu yang menimpa perawi kadang terjadi seiring berjalannya waktu, baik karena lanjut usianya, atau karena hilang penglihatannya (buta), atau karena kitab-kitabnya terbakar. Yang demikian ini dinamakan Al-Mukhtalith (yang rusak akalnya, pikirannya, atau hafalannya). Hukum periwayatannya adalah :
a. Jika terjadi sebelum rusak hafalannya dan masih dapat dibedakan, maka riwayatnya diterima.
b. Jika terjadi setelah rusak hafalannya, maka ditolak riwayatnya.
c. Adapun jika tidak bisa ditentukan apakah terjadi sebelum rusak atau sesudahnya, maka hukum riwayat seperti ini adalah Tawaqquf, yaitu tidak diterima ataupun tidak ditolak sampai ada ketentuan yang bisa membedakan.
baca sebelumnya
baca sesudahnya
5 komentar:
2016-2-19 leilei
toms outlet
burberry outlet
fitflops sale clearance
coach factory outlet
michael kors bags
louis vuitton
jordan pas cher
prada handbags
michael kors handbags
air max 90
michael kors outlet
nike roshe run
jordan 3s
louis vuitton handbags
fitflops shoes
ugg australia
adidas wings
canada goose jackets
nike running shoes
nike shoes
jordan retro 4
nike sb janoski
coach factory outlet
burberry outlet online
christian louboutin shoes
kate spade outlet
canada goose jackets
cheap oakley sunglasses
michael kors
michael kors
polo ralph lauren
nike roshe run
louis vuitton handbags
louis vuitton outlet onlne
jordan 3 white cenment
oakey sunglasses wholesale
coach outlet
abercrombie and fitch
nike blazer
polo outlet
qzz0413
oakley sunglasses
coach handbags
chicago bulls jersey
coach outlet
coach factory outlet
mbt shoes outlet
golden state warriors jerseys
superdry clothing
jordan 8
49ers jersey
20180801 junda
true religion jeans
chopard jewelry
ugg outlet
ralph lauren polo shirts
nike air max 2015
givenchy jewelry
coach canada
mishka clothing
canada goose jackets
canada goose outlet
www0820
ugg boots
michael kors
pandora jewelry outlet
michael kors outlet online
ralph lauren uk
coach outlet online
louboutin shoes
ray ban eyeglasses
pandora charms outlet
ralph lauren outlet
zzzzz2018.8.21
ralph lauren outlet
christian louboutin shoes
ralph lauren outlet
nike outlet
jimmy choo shoes
ugg boots
louboutin shoes
ugg boots
supreme clothing
cheap snapbacks
Posting Komentar