Kutip tulisan sebelumnya
b. Hadits Mardud (Tertolak); terdiri dari :Alhamdulillaah,….sekarang kita memasuki pembahasan tentang hadits dla’if……
- Hadits dla’if dan saudara-saudaranya.
Pembagian hadits dla’if :
- Dla’if akibat cacat pada sanadnya (gugur sanadnya) :
@ Keguguran secara dhahir : Mu’allaq, Mursal, dan Munqathi’
@ Keguguran secara tersembunyi : Mudallas dan Mursal
- Dla’if akibat cacat pada rawi hadits :
@ Maudlu’
@ Matruk
@ Munkar
@ Ma’ruf
@ Mu’allal
@ Mukhalafah lits-Tsiqaat : Mudraj, Maqlub, Al-Maziid fii Muttashilil-Asaanid, Mudltharib, dan Mushahhaf.
@ Syadz (dan sekaligus dibahas : Mahfudh)
@ Hadits dla’if akibat Jahalatur-Rawi (Majhul)
@ Hadits dla’if akibat Bid’atur-Rawi
Definisi
Dla’if menurut bahasa adalah lawan dari kuat. Dla’if ada dua macam, yaitu lahiriyah dan maknawiyyah. Sedangkan yang dimaksud di sini adalah pengertian dla’if secara maknawiyyah.
Hadits dla’if menurut istilah adalah “hadits yang di dalamnya tidak didapati syarat hadits shahih dan tidak pula didapati syarat hadits hasan”.
Karena syarat diterimanya suatu hadits sangat banyak, sedangkan lemahnya hadits terletak pada hilangnya salah satu syarat tersebut atau bahkan lebih, maka atas dasar ini hadits dla’if terbagi menjadi beberapa macam, seperti tersebut di atas.
Tingkatan Hadits Dla’if
Hadits dla’if bertingkat-tingkat keadaannya berdasarkan pada lemahnya para perawi antara lain : dla’if, dla’if jiddan, wahi, munkar. Dan seburuk-buruk tingkatan hadits adalah maudlu’ (palsu).
Sebagaimana dalam hadits shahih, ada yang disebut oleh para ulama dengan istilah ashahhul-asaanid; maka dalam hadits dla’if ada juga yang disebut dengan awhal asaanid (sanad paling lemah) bila disandarkan kepada sebagian shahabat atau kota. Contohnya :
1. Sanad paling lemah dari Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah Shadaqah bin Musa Ad-Daqiqy, dari Farqad As-Sabakhy, dari Murrah Ath-Thib, dari Abu Bakar.
2. Sanad yang paling lemah dari Ibnu ‘Abbas adalah Muhammad bin Marwan, dari Kalaby, dari Abu Shalih, dari Ibnu ‘Abbas. Al-Hafidh Ibnu Hajar berkata,”Ini adalah silsilah pendusta, bukan silsilah emas”.
3. Sanad yang paling lemah dari Abu Hurairah adalah Sariry bin Isma’il, dari Dawud bin Yazid Al-Azdy, dari bapaknya, dari Abu Hurairah.
4. Sanad yang paling lemah bila dinisbatkan kepada Syamiyyiin (orang-orang Syam) adalah Muhammad bin Qais Al-Maslub, dari ‘Ubaidillah bin Zahr, dari Ali bin Yazid, dari Abu Umamah
(Tadribur-Raawi halaman 106).
Contoh : Sebuah hadits yang mengatakan : ”Barangsiapa shalat 6 raka’at setelah shalat maghrib dan tidak berbicara sedikitpun di antara shalat tersebut, maka baginya sebanding dengan pahala ibadah selama 12 tahun”.
Diriwayatkan oleh Umar Bin Rasyid dari Yahya bin Abi Katsir dari Abu Salamah dari Abu Hurairah. Imam Ahmad, Yahya bin Ma’in, dan Ad-Daruquthni mengatakan Umar ini adalah dla’if. Imam Ahmad juga berkata,”Haditsnya tidak bernilai sama sekali”. Bukhari berkata,”Hadits yang munkar dan dla’if jiddan (lemah sekali”. Ibnu Hibban berkata,”Tidak halal menyebut hadits ini kecuali untuk bermaksud mencatatnya, karena dia memalsukan hadits atas nama Malik dan Ibnu Abi Dzi’b dan selain keduanya dari orang-orang tsiqah”.
Kitab-Kitab yang Diduga Mengandung Hadits Dla’if
Hadits-hadits dla’if banyak terdapat pada sebagian karya berikut ini :
1. Ketiga Mu’jam Thabrani, yaitu : Al-kabir, Al-Ausath, dan Ash-Shaghiir.
2. Kitab Afrad, karya Ad-Daruquthni. Di dalam hadits-hadits Al-Afrad terdapat hadits-hadits Al-Fardul-Muthlaq, dan Al-Fardun-Nisbi.
3. Kumpulan karya Al-Khathib Al-Baghdadi.
4. Kitab Hilyatul-Auliyaa wa Thabaaqatul-Ashfiyaa’ karya Abu Nu’aim Al-Ashbahani.
Hadits yang Tertolak karena Gugurnya Sanad
Keguguran sanad ada dua macam :
1. Keguguran secara dhahir dan dapat diketahui oleh ulama’ hadits karena faktor perawi yang tidak pernah bertemu dengan guru (syaikhnya), atau tidak hidup di jamannya.
Keguguran sanad dalam hal ini, ada yang gugur pada awal sanad, atau akhirnya, atau tengahnya. Para ulama memberikan nama hadits yang sanadnya gugur secara dhahir tersebut dengan 4 (empat) istilah sesuai dengan tempat dan jumlah perawi yang gugur :
a. Mu’allaq
b. Mursal
c. Mu’dlal
d. Munqathi’
2. Keguguran yang tidak jelas dan tersembunyi. Ini tidak dapat diketahui kecuali oleh para ulama yang ahli dan mendalami jalan hadits serta illat-illat sanadnya.
Ada dua nama untuk jenis ini :
a. Mudallas
b. Mursal
Hadits Mu’allaq
Definisi
Mu’allaq secara bahasa adalah isim maf’ul yang berarti terikat dan tergantung. Sanad yang seperti ini disebut mu’allaq karena hanya terikat dan tersambung pada bagian atas saja, sementara bagian bawahnya terputus, sehingga menjadi seperti sesuatu yang tergantung pada atap dan yang semacamnya.
Hadits mu’allaq menurut istilah adalah hadits yang gugur perawinya, baik seorang, baik dua orang, baik semuanya pada awal sanad secara berturutan.
Diantara bentuknya adalah bila semua sanad digugurkan dan dihapus, kemudian dikatakan : “Rasulullah bersabda begini………”. Atau dengan menggugurkan semua sanad kecuali seorang shahabat, atau seorang shahabat dan tabi’in.
Contohnya
1. Bukhari meriwayatkan dari Al-Majisyun dari Abdullah bin Fadhl dari Abu Salamah dari Abu Hurairah radliyallalahu ‘anhu, dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda :
ﺀﺂﻴﺒﻧﻷﺍ ﻦﻴﺑ ﺍﻮﻠﺿﺎﻔﺗ ﻻ
”Janganlah kalian melebih-lebihkan di antara para Nabi…”
Pada hadits ini, Bukhari tidak pernah bertemu dengan Al-Majisyun.
2. Diriwayatkan oleh Bukhari pada Muqaddimah Bab Maa Yudzkaru fil-Fakhidzi (Bab tentang Apa yang Disebutkan Tentang Paha), Abu Musa Al-Asy’ary berkata,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam menutup kedua pahanya ketika ‘Utsman masuk”. Hadits ini mu’allaq karena Bukhari menghilangkan semua sanadnya kecuali seorang shahabat yaitu Abu Musa Al-Asy’ary.
Hukumnya
Hadits Mu’allaq adalah hadits mardud (ditolak) karena gugur dan hilangnya salah satu syarat diterimanya suatu hadits, yaitu bersambungnya sanad, dengan cara menggugurkan seorang atau lebih dari sanadnya tanpa dapat diketahui keadaannya.
Hadits-Hadits Mu’allaq pada Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
Dalam Shahih Bukhari terdapat banyak hadits mu’allaq, namun hanya terdapat pada judul dan muqaddimah bab saja. Tidak terdapat sama sekali hadits mu’allaq pada inti dan kandungan bab. Adapun Shahih Muslim, hanya terdapat satu hadits saja, yaitu pada Bab Tayamum.
Hukum Hadits Mu’allaq dalam Shahih Bukhari dan Shahih Muslim
1. Jika diriwayatkan dengan tegas dan jelas, yaitu dengan sighat jazm (kata kerja aktif), seperti : qaala (dia telah berkata), dzkara (dia telah menyebutkan), dan haaka (dia telah bercerita); maka haditsnya dihukumi shahih.
2. Jika diriwayatkan dengan shighat tamridl (kata kerja pasif) seperti qiila, dzukira, atau hiika; maka tidak dipandang shahih semuanya. Akan tetapi ada yang shahih, hasan, dan dla’if.
Allaahu a’lam
Hadits Mursal
Definisi
Mursal menurut bahasa merupakan isim maf’ul yang berarti dilepaskan. Sedangkan hadits mursal menurut istilah adalah hadits yang gugur perawi dari sanadnya setelah tabi’in. Seperti bila seorang tabi’in mengatakan,”Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam bersabda begini atau berbuat begini”.
Contohnya :
Diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahihnya pada Kitab Al-Buyu’, berkata : Telah bercerita kepadaku Muhammad bin Rafi’, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Hujain, (ia mengatakan) telah bercerita kepada kami Laits dari ‘Aqil dari Ibnu Syihab dari Said bin Al-Musayyib,”Bahwa Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam telah melarang Muzabanah (jual beli dengan cara borongan hingga tidak diketahui kadar timbangannya).”
Said bin Al-Musayyib adalah seorang tabi’in senior, meriwayatkan hadits ini dari Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam tanpa menyebutkan perantara dia dan Nabi shallallaahu ‘alaihi wasallam. Maka sanad hadits ini telah gugur pada akhirnya, yaitu perawi setelah tabi’in. Setidaknya telah gugur dari sanad ini shahabat yang meriwayatkannya. Dan sangat mungkin telah gugur pula bersamanya perawi lain yang setingkat (se-thabaqah) dengannya dari kalangan tabi’in.
Inilah hadits mursal menurut ahli hadits. Sedangkan menurut ulama fiqih dan ushul fiqih lebih umum dari itu, yaitu bahwa setiap hadits yang munqathi’ (= akan dijelaskan lebih lanjut nanti insyaAllah) menurut mereka adalah mursal.
Hukumnya
1. Jumhur (mayoritas) ahli hadits dan ahli fiqih berpendapat bahwa hadits mursal adalah dla’if dan menganggapnya sebagai bagian dari hadits mardud (tertolak), karena tidak diketahui kondisi perawinya. Bisa jadi perawi yang gugur dari sanad adalah shahabat atau tabi’in. Jika yang gugur itu shahabat, maka tidak mungkin haditsnya ditolak, karena semua shahabat adalah ‘adil. Jika yang gugur itu adalah tabi’in, maka sangat dimungkinkan hadits tersebut adalah dla’if. Namun dengan kemungkinan seperti ini, tetap tidak bisa dipercaya atau dipastikan bahwa perawi yang gugur itu seorang yang ‘adil. Dan meskipun diketahui bahwa sang tabi’in tidak akan meriwayatkan kecuali dari orang yang tsiqah, maka hal ini pun tidak cuckup untuk mengangkat ketidakjelasan kondisi si perawi.
2. Pendapat lain mengatakan bahwa hadits mursal adalah shahih dan dapat dijadikan sebagai hujjah, terlebih lagi jika si tabi’in tidak meriwayatkan hadits kecuali dari orang-orang yang tsiqah dan dapat dipercaya. Pendapat ini masyhur dalam madzhab Malik, Abu Hanifah, dan salah satu dari dua pendapat Imam Ahmad.
3. Imam Syafi’I berpendapat bahwa hadits-hadits mursal para tabi’in senior dapat diterima apabila terdapat hadits mursal dari jalur lain, atau dibantu dengan perkataan shahabat (qaulush-shahaby).
Mursal Shahabi
Jumhur muhadditsiin dan ulama ushul fiqih berpendapat bahwa mursal shahabi adalah shahih dan dapat dijadikan hujjah. Yaitu apa yang dikhabarkan oleh seorang shahabat tentang sesuatu yang telah dikerjakan oleh Nabi atau semisalnya, yang menunjukkan bahwa dia tidak menyaksikan secara langsung karena faktor usianya yang masih kecil, atau karena faktor keterlambatan masuk Islam.
Contohnya :
Hadits yang diriwayatkan oleh ‘Aisyah radliyallaahu ‘anhaa dalam Shahih Bukhari dan Muslim, ia mengatakan : ”Awal mula wahyu datang kepada Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam adalah mimpi yang benar. Maka tatkala beliau melihat sebuah mimpi melainkan datang dalam wujud seperti bintang di shubuh hari. Lalu kemudian beliau dibuat senang menyendiri, sehingga beliau sering menyendiri di Gua Hira’ dimana beliau bertahannuts (beribadah) selama beberapa malam sebelum kemudian kembali menemui keluarganya……..”. (sampai akhir hadits)
Dalam hal ini, ‘Aisyah dilahirkan empat atau lima tahun setelah kenabian. Lalu dimanakah posisi dia pada saat wahyu diturunkan?
Maka pendapat ini dalah pendapat yang benar (yaitu mursal shahabi adalah maqbul), karena semua shahabat adalah ‘adil. Dan pada dhahirnya, seorang shahabat tidak memursalkan sebuah hadits kecuali dia telah mendengarnya dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam, atau dari seorang shahabat lain yang telah mendengar dari Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wasallam. Oleh karena itu, para ulama hadits menganggap mursal shahabi sama hukumnya dengan hadits yang bersambung sanadnya. Dalam Shahih Bukhari dan Muslim terdapat banyak hadits yang seperti itu. Ada yang mengatakan bahwa mursal shahabi itu sama hukumnya dengan mursal-mursal yang lain. Namun pendapat ini adalah lemah dan ditolak
Wallaahu a’lam
bersambung
baca sebelumnya
baca sesudahnya
5 komentar:
huarache shoes
longchamp bags
adidas tubular UK
kobe 11
kobe basketball shoes
nike mercurial
adidas nmd r1
christian louboutin shoes
links of london
hermes belt
20170803 leilei3915
polo ralph lauren
coach outlet store online
fitflop sandals
pandora outlet online
coach factory outlet
mcm backpack
cheap oakley sunglasses
valentino shoes
michael kors outlet
mlb jerseys
patriots jersey
adidas nmd r1
kobe bryant shoes
cheap nhl jerseys
longchamp handbags
longchamp bags
under armour curry 3
air jordan
pandora charms
basketball shoes
tennessee titans jersey
nike blazer pas cher
armani exchange
jordan shoes
converse trainers
kate spade sale
nike tn
ugg boots
ugg boots
coach outlet
converse shoes
hermes birkin
air jordan 12
adidas tubular
michael kors outlet
jordan shoes
retro jordans
moncler jackets
stephen curry shoes
longchamp handbags
Posting Komentar