Kita tidak dapat menyangkali akan adanya ‘motif akomodasi’ dan ‘motif distansi’ yang saling bergumul di dalam keseluruhan pikiran ‘apologetis’, dan di dalam usaha untuk menyesuaikan iman Kristen dengan pikiran dan kebudayaan pada waktu tertentu. Apa yang dikatakan ini selalu ada supaya Injil Yesus Kristus didengar dan dimengerti oleh manusia dengan berlatar belakang kebudayaannya pada setiap ruang dan waktu tertentu. Usaha ini jelas sekali pada para apologet. Mereka mengkonfrontasikan dan menyesuaikan Injil dengan pikiran dan ilmu (filsafat) Yunani. Peristilahan dan dunia pikiran Hellenisme digunakan untuk mengungkapkan kabar baik tentang Allah dalam Yesus Kristus. Salah satu contoh yang paling spesifik yang dapat ditunjukkan di sini ialah: doktrin tentang logos.
Dalam Kamus Alkitab (BPK Gunung Mulia 2009:243), W.R.F.Browning menjelaskan sebagai berikut: “logos Kata
benda bahasa Yunani yang biasa diterjemahkan dengan ‘perkataan’, tapi
juga ‘pertimbangan/nalar’, atau ‘arti’. Lazim digunakan dalam filsafat
Yunani sejak Heraklitos (abad ke-6 sM) sampai ahli filsafat Yahudi,
Philo dari Aleksandria (abad pertama M) untuk prinsip pengikat yang
mendasari jagad raya. Dalam LXX, logos adalah terjemahan dari kata Ibrani dabar, yang adalah firman kreatif Allah dan sejajar dengan sofia (hikmat),
yaitu pengantara Allah dalam hubungan dengan ciptaanNya Amsal 9:1-2).
Dalam Injil Yohanes (Yoh. 1:14) dan dalam Kitab Wahyu (Why. 19:13),
Yesus disebut Firman Allah. Ini adalah perkembangan penting dalam
Kristologi: ini suatu pernyataan tegas bahwa firman yang adalah
pengantara Allah dalam penciptaan itu adalah sama dengan manusia Yesus
dari Nazaret (Yoh.1:46).”