Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.(Qs Al Isra' 36)
Sabtu, 04 Februari 2017
Siapakah Penulis Taurat Yang Sebenarnya
Oleh : Fachrudin
Mencermati apa yang dibahas oleh JJ atas teori EYPD yang dimuat pada blog pribadinya , tidak ada bantahan ataupun penjelasan yang sangat komprehensif dan mendalam, termasuk pemaparan kedua JJ dalam membuktikan bahwa Musa adalah penulis Taurat. Justru yang ada adalah pengulangan pembahasan JJ yang ala kadarnya, sebagaimana saat JJ dan saya (FR) membahas hal tersebut pada 6 bulan yang lalu. Adapun pembahasan kali ini dan tidak melebarnya pembahasan, saya akan menanggapi tentang EYPD pada link pertama JJ. Mengenai pembahasan link kedua dari JJ dan juga pandangan Islam tentang Taurat, in sya Allah akan saya bahas pula kedepannya.
Adanya teori EYPD maupun metode pendekatan lainnya terhadap PL, itu tidak secara tiba-tiba ada begitu saja. Lahirnya berbagai metode karena adanya prinsip golongan Protestan tentang Sola Scriptura (hanya berdasarkan Alkitab saja) yang menjadi sorak peperangan dari gerakan Reformasi terhadap teologi skolastik dan tradisi kekuasaan Gereja. Para Reformis tidak menciptakan istilah teologi Alkitabiah, dan mereka pun tidak terlibat pula dalam hal itu (G. Ebeling, "The Meaning of Biblical Theology", Word anda Faith). Sekitar tahun 1975, teologi Alkitabiah terpisah dari teologi dogmatik dan teologi Alkitabiah dipahami sebagai dasar dari teologi sistematika.
Dogmatik Protestan, yang dikenal dengan teologi skolastik, pada Zaman Pencerahan telah dikecam karena spekulasi-spekulasinya yang kosong dan teori-teorinya yang kering. Sehingga terjadilah perkembangan suatu cara pendekatan dalam melakukan penelaahan terhadap Alkitab, yang hal tersebut telah dipengaruhi oleh beberapa faktor. Pertama, reaksi rasionalisme terhadap supranaturalisme. Kedua, dikembangkannya suatu hermeneutik baru. Ketiga, adanya kritik sastera terhadap Alkitab oleh J. B. Witter, J. Astruc, dan lain-lain.
Pada Zaman Pencerahan, disiplin teologi Alkitabiah telah membebaskan diri dari peranannya sebagai tambahan terhadap dogmatik yang akhirnya menjadi saingan dari dogmatik itu sendiri. Dalam perkembangannya, hal yang berkaitan dengan sejarah, kalah dan dikuasai oleh berbagai sistem filsafat, selain mengalami tantangan dari ilmu pengetahuan yang pada akhirnya mati oleh pendekatan dari sudut sejarah agama-agama. Pada pertengahan abad ke 19, sebuah reaksi konservatif yang sangat kuat menentang pendekatan-pendekatan rasionalis dan filosofis terhadap teologi Perjanjian Lama (PL) dan Alkitabiah. Bagian reaksi penting dari golongan konservatif muncul dalam golongan sejarah keselamatan, yang tokoh-tokoh teologinya seperti Gottfried Menken, Johan T. Beck, dan khususnya J. Ch. Konrad Von Hofmann. Lahirnya kelompok tersebut tentang sejarah keselamatan pada abad ke 19, didasarkan pada : pertama, sejarah umat Allah sebagaimana diungkapkan dalam Firman. Kedua, pemahaman tentang pengilhaman Alkitabiah. Ketiga, hasil (pendahuluan) dari sejarah antara manusia dengan Allah didalam Yesus Kristus
Pada Zaman Emas, teologi PL dimulai sekitar tahun 1930-an, yang terus berlangsung hingga sekarang. Karya-karya penting dari teologi PL datang dari E. Sellin dan L. Kohler, yang keduanya menggunakan susunan Allah, manusia, dan keselamatan. Banyak para teolog yang meneruskan pemikiran mereka seperti H. Wheeler Robinson, P. Heinisch, O. Procksch, dan lain-lain. PL, khususnya pada Taurat, dianggap oleh Kristen sebagai awal mula lahirnya tentang perjanjian Allah dengan manusia mengenai keselamatan, yang pada akhirnya Allah diyakini oleh mereka telah melakukan inkarnasi dalam melakukan penyelamatan terhadap manusia, sebagaimana yang diyakini oleh Kristen pada Perjanjian Baru (PB). Menurut Kristen, didalam Taurat terdapat perjanjian Allah dengan Adam, Abraham, Yakub dan Daud, yang hal itu diyakini bahwa Yesus (yang kelak pada masa PB) diyakini sebagai penerus (pembuktian) atas perjanjian tersebut (Mesias). Tetapi pada kenyataannya, keyakinan Kristen tersebut tidak diakui oleh pihak Yahudi. Hal itulah yang membuat pihak Kristen, seperti halnya JJ, dengan semangatnya membela secara mati-matian, bahwa Taurat yang ada pada PL sekarang ini adalah tulisan yang berasal dari Musa. Karena jika Kristen tidak melakukan pembelaan tersebut (apologetik), maka sia-sialah keyakinan Kristen tentang Yesus sebagai penerus atas perjanjian Allah dengan para tokoh-tokoh yang dikisahkan pada Taurat.
Teologi PL, menurut W. Zimmerli, didalam Grundriss Der Alttestamentlinchen Theologie yang diterjemahkan sebagai Old Testament Theology In Outline, merupakan kombinasi dari pernyataan-pernyataan PL tentang Allah, sehingga tugas teologi PL ialah menyajikan apa yang dikatakan PL tentang Allah dalam kaitan-kaitan tersiratnya. Banyak metode pendekatan yang telah dilakukan oleh para sarjana Kristen dalam melakukan penafsiran terhadal PL , diantaranya metode : didaktik dogmatik, progresif-genetis, penggunaan contoh yang representatif yang mewakili keseluruhan, topikal, diakronis, pembentukan tradisi, dialektis tematik, dan metode teologi Alkitabiah baru (Gerhard F. Hasel, Old Testament Theology).
Teori EYPD sebagaimana yang sedang dibahas, termasuk kedalam kategori metode diakronis yang saat ini dikenal dengan analisis sastra, hal tersebut sudah mulai berkembang pada tahun 1930-an (baca karya D. A. Knight, dalam Rediscovering The Traditions Of Israel), JJ menganggap bahwa teori EYPD sudah mengalami keruntuhan dan terdapat kelemahan didalamnya, tanpa pernah JJ sendiri menjelaskan secara komprehensif, tentang hal apa saja yang menyebabkan teori tersebut mengalami kelemahan dan keruntuhan. Selain itu, JJ pun terlihat tidak mampu pula memberikan teori alternatif dalam melakukan suatu pendekatan yang bersifat solusi yang bisa diandalkan oleh semua para sarjana Kristen atas teori yang saat ini dia kritisi. Lalu dengan pendekatan metode seperti apakah, yang bisa diusung oleh JJ sehingga metode tersebut bisa disepakati dan digunakan oleh semua para sarjana Kristen, yang tentunya metode tersebut mampu bertahan darinsegala kritikan para sarjana Kristen lainnya ? Suatu kecerobohan atau mungkin juga JJ sendiri kurang mencermati perjalanan teologi PL dikarenakan kurangnya sumber bacaan literatur, JJ menganggap bahwa teori tersebut sudah out of date (usang). Padahal, banyak dari para pendeta ataupun sarjana Kristen, yang hingga kini masih mengangkat teori tersebut pada hasil karyanya, seperti : Dianne Bergant CSA, Pauline A. Viviano, John F. Craghan, Wayne A. Turner, Helen Kenik Mainelli, Leslie J. Hoppe, Wes Howard Brook, Pdt. Marthinus T. M, dll.
Demi menguatkan pendapatnya, JJ membahas penemuan arkeologi seperti inskripsi kuno Tell el-Amarna, Serabit el-Khadim di Sinai, dan Situs Ras Syamra, hal tersebut diyakininya sudah membuktikan bahwa dizaman Musa sudah ada baca tulis. Dengan ditemukannya tiga penemuan arkeologi yang diangkat oleh JJ, apakah penemuan tersebut sudah membuktikan secara eksplisit bahwa Musa sendirilah yang menulis Taurat ? Mengenai penemuan arkeologi, memang telah ditemukan suatu khazanah manuskrip yang berasal dari abad 11 dan 12, termasuk beberapa varian alkitabiah. Lalu penemuan kedua, manuskrip papirus yang berasal sekitar tahun 150 SM dan berisikan pula sepuluh perintah Tuhan dan kutipan liturgis dari enam kitab ulangan. Tahun 1947, gulungan kuno ditemukan dalam gua-gua didekat Laut Merah. Tetapi semua penemuan arkeologi tersebut, tetap tidak membuktikan bahwa apa yang mereka temukan selama ini, itu adalah hasil dari tulisan Musa, baik versi Masoret maupun versi Yunani atau Alexandria.
Tidak cukup dengan membahas 3 situs diatas, JJ pun memberikan tambahan dalam meyakinkan para pembacanya bahwa Musa itu adalah penulis Taurat. Menurutnya, Musa mampu baca tulis sehingga dengan kemampuannya itu telah membuktikan bahwa Musa adalah penulis Taurat, yang disebabkan kemampuan baca tulis Musa didapatkan dari didikan dari orang Mesir. JJ memberikan dasar pemikirannya dari Kisah Para Rasul (KPR) 7:22 (Dan Musa dididik dalam segala hikmat orang Mesir, dan ia berkuasa dalam perkataan dan perbuatannya). Disini terlihat jelas atas ketidaktahuan JJ, yang tidak bisa membedakan antara hikmat/bijaksana (bahasa yunani : sophia) yang bersifat perilaku/akhlak (lukas 11:31,21:15) dengan skill/keterampilan/kemampuan. Tentang sikap bijaksananya Musa yang didapat dari orang Mesir (KPR 7:22), hal tersebut bisa bisa kita baca pada ayat selanjutnya yaitu ketika Musa membela orang yang sedang dianiaya, disaat orang lain melakukan pembiaran terhadap orang yang dianiaya (KPR. 7:24), dan bahkan dengan bijaksananya yang ada pada Musa, dia berusaha mendamaikan dua orang Israel yang sedang berkelahi (KPR. 7:26). Jadi jelas bahwa pada KPR 7:22, maknanya itu berkaitan dengan sikap bijaksananya Musa dan tidak ada kaitannya sama sekali dengan baca tulis, sebagaimana keyakinan JJ.
Perlu kita sadari bahwa Alkitab terdiri atas sekumpulan buku, yang masing-masing ditulis oleh orang yang berbeda dengan zaman yang berbeda pula. Fakta lain yang harus dipertimbangkan adalah tidak ada satu pun dari manuskrip asli (autograf) yang masih ada sampai saat ini ( Michael Keene, Alkitab : Sejarah, Proses Terbentuk dan Pengaruhnya). Menurut Johan Salomo Semler, dalam karyanya yang bernama Treatise On the Free Investigation Of The Canon, menyatakan bahwa : Firman Allah sama sekali tidak identik dengan Alkitab (W. G. Kummel, The New Testamment : The History Of The Investigation Of Its Problems). Pernyataan tersebut menyiratkan bahwa Alkitab (termasuk Taurat) merupakan suatu dokumen yang murni, yang seperti dokumen-dokumen lain, yang semacam itu harus diselidiki dengan suatu metodologi yang bersifat historis serta bersifat kritis (O. Merk, Biblische Theologie Des Neuen Testaments In Ihrer Anfangszeit. Marburg, 1970). Lahirnya Hipotesis Dokumenter (teori EYPD), selain karena adanya faktor atas perbedaan narasi yang dikisahkan didalam Taurat, hal itu pun dikarenakan adanya nama Elohim dan Yhwh pada Kitab Kejadian. Yang hal tersebut melahirkan sebuah pandangan, bahwa penulis Taurat penulisnya bukanlah seorang diri, melainkan terdiri dari berbagai penulis dengan berbagai sumber/tradisi yang ada, yang hal tersebut dikenal dengan tradisi Elohis (E), Yahwis (Y), Priest/Imam (P), Deuteronomis (D).
Tradisi E, mempergunakan sebutan Elohim bagi Allah Israel sampai Keluaran 3:14, dimana nama Yahweh diwahyukan kepada Musa. Pada umumnya, tradisi ini ditanggalkan pada abad 9-7 SM, yang berasal dari Kerajaan Utara. Tradisi E, lebih suka menggunakan mimpi dan Malaikat sebagai sarana komunikasi Ilahi daripada menggambarkan hubungan langsung dengan Allah seperti tradisi Y. Elohis terkenal karena kepekaannya terhadap nilai-nilai moral. Hal tersebut kelihatan dari usahanya dalam menilai, menjelaskan, dan memberi catatan pada tindakan nenek moyang Israel yang salah. Elohis memulai ceritanya pada masa bapa bangsa dan pertama kali muncul dalam Kejadian pasal 20, walaupun secara tidak lengkap sudah terdapat pada Kejadian pasal 15.
Tradisi Y, disebut demikian karena menyebut Allah dengan Yhwh dan inilah sumber tertua yang berasal dari abad 10 SM, zaman Daud dan Salomo (Norman K. Gottwald, The Hebrew Bible : A Social Literary Introduction). Cerita dari Y, biasanya ditandai oleh gaya cerita rakyat yang hidup dan pelukisan tokoh-tokoh yang bervariasi. Tradisi Y, membiarkan tokoh-tokoh berbicara melalui tindakannya dan jaranf memberikan penilaian atas kelakuan tokoh-tokoh itu. Adapun penggambaran Tuhan secara manusiawi dalam tradisi Y, memberi ciri yang amat pribadi tentang Allah, yang Allah sendiri secara aktif terlibat dalam sejarah manusia, khususnya sejarah umat Israel. Tradisi Y, memulai ceritanya dengan kisah penciptaan (Kejadian 2:4b-31), yang menyajikan sejarah manusia sebagai latar belakanf Yhwh memanggil Abraham dan memberikan janji-Nya. Dalam menyusun bahan-bahannya, pihak Y menggunakan tradisi-tradisi lisan (oral) yang terlebih dahulu ada san beredar dalam masyarakat Israel Selatan (D. C. Mulder, Pembimbing Ke Dalam Perdjanjian Lama)
Tradisi P yang berasal dari abad 7-6 SM, lebih suka menggunakan sebutan Elohim untuk Allah sampai pada zaman Musa (Keluaran pasal 6). Meskipun karya P, diduga berasal dari masa Pembuangan Babel. Gaya tradisi P, cenderung mengulang-ngulang dan cerita-ceritanya disusun secara kaku. Dalam beberapa studi mengenai sumber P, para ahli menyimpulkan bahwa penulis P tidak membahasakan Allah secara antropomorfis (Sri Wismoady Wahono, Di Sini Sudah Kutemukan : Petunjuk Mempelajari dan Mengajarkan Alkitab). Pendapat ini memang bisa diterima, karena kebanyakan nas P selama ini selalu membicarakan Allah sebagai Allah yang bersifat rohani dan transenden. Walaupun ada sejumlah nas dari P yang dalam Kejadian 1:1-2:4a, Allah berkali-kali dibahasakan secara antropomorfis.
Tradisi D, darimanakah mereka berasal ? Ada yang berpendapat bahwa kalangan D itu berasal dari para Nabi karena dianggap bahwa Alkitab Ibrani bercirikan etik dan teologis yang berasal dari lingkungan para Nabi. Tetapi, semisal pada Kitab Ulangan tidaklah memperlakukan para Nabi dengan baik (Ulangan 18:9-22). Ada juga yang berpendapat, bahwa kalangan D dari orang Lewi dan juga berasal penatua di Israel. Tradisi D, di diyakini ditulis pada abad 7 SM. Sikap dari kelompok D dan P, sangat berhati-hati dan kritis dalam membahasakan EL-Israel secara antropomorfisme sebagaimana penggambaran yang lazim dalam keyakinan Kanaan bagi El ( Ch. A. Simpson, The Growth Of Hexateuch dalam The Interpreter's Bible, Vol. 1).
Adanya agama-agama disekitar Israel dan adanya kerajaan-kerajaan yang sudah menjajah orang Israel, telah melahirkan sinkretisme bagi bangsa Israel itu sendiri. Sinkretisme tersebut, ternyata berdampak pula pada narasi Taurat, dan teologi dasar bagi Kristen. Selain itu, pada Taurat pun bisa kita temukan pula hal-hal yang tidak logis dan narasi tambahan dikemudian hari yang menghasilkan ketumpang tindihan kisah. Contoh tersebut bisa kita simak sebagaimana yang disampaikan oleh Lembaga Biblika Indonesia dalam Tafsir Alkitab PL yang diterbitkan oleh Kanisius, sebagai berikut :
1.) Kisah penulisan penciptaan versi penulis P (Kejadian 1:1-2:4a) dengan versi dari Y (Kejadian 2:4b-25). Para penafsir sepakat bahwa perbedaan itu dikarenakan wacana kuno yang digunakan sebagai media kesaksian oleh kedua kelompok penulis tersebut. Latar belakang versi P berada pada mitos penciptaan yang dikenal oleh bangsa-bangsa di Mesopotamia, sedangkan versi Y berada pada mitos penciptaan yang dikenal oleh bangsa-bangsa Kanaan (J. Blommendaal pada Pengantar Kepada Perjanjian Lama dan Walter Lempp pada Tafsiran Alkitab : Kejadian 1:1-2:25).
2.) Mezbah Kurban Bakaran pada narasi Keluaran 27:18. Mezbah tersebut dibuat menyerupai kotak kayu yang pada bagian dasar diberi lubang, dengan panjang dan lebar 7,5 kaki, tinggi 4,5 kaki yang dilapisi oleh tembaga. Bagaimana mungkin Mezbah tersebut bisa berfungsi dengan baik, karena kayu pasti akan terbakar oleh panas yang berasal dari kurban yang dipersembahkan.
3.) Mengenai Mezbah Pedupaan pada Keluaran 30:1-38 (yang disebut Mezbah Emas pada 1Raja-raja 7:48), merupakan sisipan tradisi P dikemudian hari. Hal itu dilakukan karena tidak logis , yang mestinya terdapat dalam Keluaran 26:33-37 dan belum disinggung dalam episode ukupan di pandang gurun (Bilangan 16:6-7,17-18;17:11-12).
4.) Pada Bilangan 1:4-19a, terjadinya ketidakjelasan kisah atas nama para pemimpin suku yang beraaal dari zaman dulu ataukah mereka adalah nama para pemimpin pada zaman sesudah pembuangan. Karena sebaguan nama-nama itu ternyata muncul kembali dalam 1Tawarikh 6:12;7:26;12:3 dan 10;15:24;24:6 dan 2Tawarikh 11:18;17:8;35:9, dan lain-lain.
5. ) Bilangan 1:19b-46, tentang perhitungan 12 suku yang berjumlah 603.550 pada ayat 46, begitu pula jumlah tiap-tiap suku yang tidak mungkin bersifat historis dan itu hasil tersebut sangat jelas didapatkan berdasarkan ingatan saja.
Suatu hal yang sia-sia, jika Kristen mati-matian mengimani isi Taurat sebagai suatu kitab yang mencerminkan tentang adanya suatu perjanjian Allah dengan leluhur Yesus yang kelak pada zaman PB, bahwa Yesus-lah penerus perjanjian tersebut. Karena menurut F. Baumgartel, bahwa semua janji dalam PL betul-betul tidak ada gunanya bagi Kristen, kecuali dasar yang abadi yaitu Akulah Tuhan Allahmu. Karena bila dipandang secara historis maka PL memiliki suatu tempat yang lain daripada agama Kristen (The Hermeneutical Problem Of The Old Testament). Untuk memahami PL, menurut G. Fohrer, tidak perlu memerlukan iman, yang hendaknya PL sendiri harus diselidiki dan diterangkan seperti karya sastera lainnya (Theologische Grundstrukturen Des Alten Testaments).
Langganan:
Postingan (Atom)
Gratis Download Ebook,Mp3 dan Software Islam's Fan Box
Gratis Download Ebook,Mp3 dan Software Islam on Facebook
